JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan akan menyuntikan dana talangan untuk mengatasi defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Suntikan dana itu diberikan dengan syarat ada perbaikan dalam sistem jaminan kesehatan nasional di masa depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah sudah melihat secara keseluruhan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait sistem jaminan kesehatan nasional. Dari rekomendasi hasil audit itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diminta memperbaiki sistem secara keseluruhan.
“Ketidakcocokan antara tarif yang dikumpulkan dengan manfaat yang harus dibayar menimbulkan defisit kronis,” kata Sri Mulyani seusai konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Total defisit BPJS Kesehatan tahun 2018-2019 diperkirakan mencapai Rp 28 triliun. Pada 2018, bauran kebijakan pemerintah menghasilkan dana Rp 1,023 triliun, yakni pemotongan dana alokasi umum Rp 264 miliar dan dana pajak rokok hak dana jaminan sosial Rp 759,3 miliar (Kompas, 27/5/2019).
Kementerian Keuangan selama 4 tahun berturut-turut memberikan tambahan dana kepada BPJS, di luar anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI). Pada 2018, misalnya, suntikan dana mencapai Rp 10,1 triliun. Hal itu mengindikasikan ada ketidaksesuaian antara penerimaan dan pengeluaran dalam arus kas BPJS Kesehatan.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan kembali memberi suntikan dana tambahan tahun 2019. Tujuannya agar defisit anggaran BPJS Kesehatan tidak semakin melebar dan tunggakan tagihan dari rumah sakit bisa segera dibayar. Suntikan dana tambahan mesti dibarengi perbaikan sistem jaminan dan operasional badan.
“Kalau pemerintah akan turun tangan harus diyakinkan bahwa itu jadi dorongan agar sistem jaminan kesehatan nasional diperbaiki. Jangan sampai kalau bolong datang terus ke pemerintah minta tambal defisit,” kata Sri Mulyani. Besaran tambahan dana talangan tidak disebutkan.
Membenahi sistem
Dari hasil audit BPKP, lanjut Sri Mulyani, BPJS Kesehatan juga diminta membenahi data kepesertaan, sistem rujukan, hingga indikasi manipulasi klaim tagihan. Peran pemerintah daerah penting untuk melakukan kurasi, koordinasi, dan pengawasan kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjut atau rumah sakit. Perbaikan sistem ini harus dilakukan bersama.
BPJS Kesehatan juga diminta membenahi data kepesertaan, sistem rujukan, hingga indikasi manipulasi klaim tagihan
Selain itu, BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan diminta menyeimbangkan tarif antara premi yang dibayar dengan manfaat yang diterima peserta. Profil risiko setiap peserta harus ditinjau dan ditata ulang. Intinya, BPJS tetap harus memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat dengan menjaga anggaran tetap berkelanjutan.
“Efisiensi, transparansi, dan kredibilitas BPJS Kesehatan harus meningkat. Ini menyangkut kepercayaan masyarakat,” kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, BPJS Kesehatan akan membenahi sistem jaminan kesehatan menyeluruh. Di aspek kepesertaan perlu ditegakkan aturan agar tak ada pasien yang baru mendaftar saat sakit. Penegakan aturan diperlukan bagi peserta yang melalaikan kewajiban bayar iuran.
Pihak BPJS Kesehatan menjamin layanan tetap diberikan. Adapun tagihan dari rumah sakit akan diselesaikan dengan mekanisme pendanaan rantai pasok. ”Keterlambatan bayar ditutup dulu dengan mekanisme SCF (supply chain financing). Semua akan diselesaikan,” katanya.
Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Maya A Rusady, dalam rapat dengar pendapat bersama DPR, Selasa (23/7), menyatakan, defisit anggaran bukan satu-satunya permasalahan BPJS Kesehatan. Badan itu menanggung denda tunggakan tagihan dari rumah sakit.
Tunggakan tagihan BPJS Kesehatan per Juni 2019 sebesar Rp 7 triliun, belum termasuk denda Rp 70 miliar.