Emilia Nova Bergelut dengan Cedera
Atlet lari gawang putri andalan Indonesia Emilia Nova (23) sudah lima bulan bergelut dengan cedera tumit. Tak terhitung dia bolak-balik ke dokter spesialis dan fisioterapis untuk memulihkan kondisi fisiknya, tetapi hasilnya belum juga optimal.
Namun, atlet kelahiran Jakarta, 20 Agustus 1995 itu, tetap gigih menyembuhkan cederanya. Ia berusaha untuk mengulang kisah sukses saat dirinya sembuh dari cedera robek otot antara pinggul dan paha jelang Asian Games 2018, hingga akhirnya meraih medali perak di pesta olahraga antarnegara-negara Asia itu.
Februari lalu adalah awal pilu bagi Emilia. Cedera tumit atau plantar fasciitis yang pertama kali dirasakannya pada 2015 kembali kambuh di kaki kanan. Itu terjadi karena ia menggunakan sports tape, plester seperti koyo, agar cedera itu tidak terlalu berasa.
Namun, karena terlalu lama dipakai, saat Emilia hendak melepas sports tape itu justru kulitnya turut terlepas. Akibatnya terjadi luka robek cukup dalam di bagian tumit kaki kanan. Hal itu membuat ia berjalan jinjit agar tumitnya tidak semakin sakit. Ternyata, karena jinjit terlalu lama, itu membuat otot tapak kaki dan betis tegang. Cederanya pun semakin parah.
Karena cedera itu, penampilan Emilia kurang optimal. Catatan waktunya terus merosot sejak dia meraih medali perak Asian Games 2018 dengan catatan 13,33 detik. Rekor nasional lari gawang putri itu sulit lagi dicapai oleh Emilia yang membukukan waktu 13,59 detik saat meraih emas Grand Prix Malaysia 2019, pada Maret. Kemudian pada Kejuaraan Asia Atletik 2019 di Doha, Qatar, April, ia hanya menempati peringkat kelima heat 2 (penyisihan 2) dengan waktu 13,70 detik sehingga gagal lolos ke final.
Pasca Kejuaraan Asia 2019, Emilia memilih menepi untuk memulihkan cederanya. Ia intens berobat dengan dokter ahli penyakit kaki (podiatrist) Robert Ashton yang rutin didatangkan oleh Ketua Umum PB PASI Bob Hasan dari Singapura ke Jakarta. Ia juga fokus pemulihan dengan bantuan fisioterapis.
Namun, cedera Emilia itu ternyata sulit disembuhkan. ”Robert Ashton sampai bingung dengan cedera ini. Katanya, cedera ini langka di dunia dan dia baru kali ini menanganinya. Awalnya, dia menduga ada tulang tumbuh di bagian lutut, tetapi setelah dirontgen tidak ada. Yang ada hanya penebalan kulit di bagian tumit,” ujar pelari bertinggi 173 sentimeter itu, ketika ditemui di sela latihan di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2019).
Beragam cara dicoba Emilia agar pulih. Ia menggunakan insole atau alas kaki di dalam sepatu, yang khusus dibuat oleh Ashton. Karena insole khusus sudah kurang mempan, kini Emilia pun mencoba menggunakan sepatu sehari-hari model baru.
”Awalnya, saya tidak mau dan tidak percaya juga kalau menukar jenis sepatu bisa membantu mengurangi rasa sakit di tumit ini. Tapi, saat dicoba, ternyata benar ada pengurangan rasa sakit cukup drastis,” kata Emilia.
Pantang menyerah
Selama cedera, Emilia tidak turun ke lintasan atletik sejak usai Kejuaraan Asia 2019 hingga Juni, atau sekitar dua bulan. Namun, karena rasa rindu yang berat dengan dunia olahraga, ia akhirnya coba turun lagi di lintasan atletik pada pertengahan Juni. Itu juga untuk persiapannya tampil di Universiade 2019 di Napoli, Italia, 3-14 Juli.
Langlah itu sempat ditentang oleh pelatih lari gawang PB PASI Fitri ”Ongky” Haryadi karena fisik Emilia belum siap dan cederanya memang belum sembuh benar. Namun, Emilia teguh tetap tampil. ”Saya ingin merasakan lagi atmosfer bertanding. Ini untuk menjaga kepercayaan diri saya, terutama untuk SEA Games 2019 nanti,” tutur pemegang rekor nasional remaja dengan waktu 13,69 detik tersebut.
Nyatanya, hasil Emilia di Universiade tidak memuaskan. Ia finis dengan catatan waktu hanya 14,19 detik. ”Karena lama tidak turun ke lintasan, saya kehilangan kecepatan, kekuatan, dan daya tahan. Padahal, tumit saya sudah tidak terlalu sakit untuk melompati gawang,” ujarnya.
Balik dari Italia, Emilia kembali menepi dari lintasan atletik. Ia fokus latihan core atau penguatan otot, dan terus menjalani terapi. ”Sekarang, saya memilih fokus untuk sembuh agar bisa tampil di SEA Games nanti. Jadi, saya tidak ambil bagian di Kejuaraan Nasional Atletik 2019 di Cibinong, Jawa Barat, 1-7 Agustus ini,” ujarnya.
Saya yakin saya bisa kembali dengan lebih baik di SEA Games
Terlepas dari catatan waktunya yang terus melorot, upaya Emilia untuk sembuh dan tetap bertanggungjawab dengan latihannya mendapatkan apresiasi dari pelatih maupun rekan atlet. Bahkan, bagi atlet-atlet muda, ia adalah teladan positif tentang atlet yang tidak mudah menyerah dengan keterbatasan yang ada.
”Saya malu dengan motivasi Kak Emil. Dia itu gak mudah menyerah banget. Walaupun sudah cedera di mana-mana, semangat sembuh dan latihannya gak pernah luntur. Sebagai atlet pelapisnya, saya tidak mau kalah dengan semangat dia, saya ingin sama dan lebih baik dari dia,” tutur pelari gawang putri remaja Liza Putri Ramandha (17).
Emilia tetap optimistis dirinya bisa sembuh dan kembali ke performa terbaiknya. Ia berkaca pada perjuangannya jelang Asian Games 2018. Saat itu, ia dihantam cedera robek otot (strain) antara pinggul dan paha, sehingga catatan waktu terbaiknya hanya 14,26 detik beberapa bulan sebelum Asian Games.
Tapi, karena ketekunan berlatih dan tekad kuat, ia kembali ke lintasan lari dengan lebih kuat hingga meraih perak Asian Games dengan waktu 13,33 detik sekaligus menjadi rekor nasional. ”Saya yakin saya bisa kembali dengan lebih baik di SEA Games,” tegas Emilia penuh keyakinan.