Balap Ketahanan Suzuka 8 Hours di Jepang, Minggu, ibarat opera sabun yang penuh drama, bahkan hujan air mata. Gelar juara di balapan itu sempat ditentukan dari tragedi sebelum akhirnya berlanjut ke putusan di luar lintasan.
Oleh
Yulvianus Harjono dari Suzuka Jepang
·4 menit baca
Jonathan Rea, pebalap andalan tim Kawasaki Racing, tertunduk lemas seusai balapan. Ia bergegas meninggalkan gedung utama sirkuit legendaris di Jepang itu seusai mendapatkan informasi awal bahwa ia dan timnya tidak akan berdiri di podium juara. Empat kali juara dunia Superbike itu terjatuh saat memimpin balapan Suzuka 8 Hours.
Ironisnya, insiden itu terjadi tiga menit jelang berakhirnya balapan yang berlangsung selama hampir delapan jam penuh, sejak siang hingga malam, Minggu (28/7/2019). Kecelakaan yang menimpa mantan pebalap tim MotoGP Repsol Honda itu memaksa direktur balapan mengibarkan bendera merah sebagai tanda balapan dihentikan karena situasi berbahaya. Tumpahan oli plus hujan gerimis membasahi sirkuit itu.
”Saya terpukul dan merasakan takdir berkehendak melawan harapan kami. Saya telah kembali ke hotel, mengucapkan perpisahan dengan semua orang, dengan air mata. Ini seperti neraka. Ini adalah balapan tersulit yang bisa dibayangkan,” tutur pebalap Irlandia Utara itu lewat media sosial.
Tim Kawasaki sempat dinyatakan tidak finis meskipun melahap 216 putaran dan mendominasi fase akhir balapan estafet itu. Yamaha, yang saat itu berada di posisi kedua, dinyatakan sebagai juara dan berdiri di podium bersama tim Red Bull Honda dan TSR Honda Perancis yang masing-masing finis kedua dan ketiga pada akhir lomba itu.
Pesta kembang api melengkapi pesta juara Yamaha, tim yang mendominasi balapan itu pada setengah dekade terakhir. Namun, tidak lama seusai pesta di podium itu, keputusan mengejutkan keluar dari ruangan direktur balapan di Suzuka. Kawasaki dinyatakan sebagai pemenang yang sah pada seri kelima Kejuaraan Dunia Ketahanan (EWC) 2018-2019 itu.
Kesedihan Rea dan Kawasaki pun berganti kegembiraan. Mereka merayakan kemenangan pertama di Suzuka 8 Hours sejak 1993 itu tanpa siraman sampanye di podium. Namun, segenap kru dan para pebalap tim Kawasaki kembali ke gedung balapan dan berfoto bersama di podium untuk mengabadikan kemenangan dramatis itu pada malam harinya.
”Saya berada di restoran dan siap memesan makanan. Mekanik saya, Uri, bertanya, ’Kenapa kamu masih di sini?’ Saya kira, ia mengajak kami mencari restoran lain. Rupanya ia memberi tahu kami memenangi Suzuka 8 Hours. Saya nyaris tidak bisa berkata-kata. Ini sungguh seperti roller coaster,” ujar Rea.
Seusai lomba, manajemen tim Kawasaki mengajukan protes. Melalui perdebatan alot, tim pabrikan asal Jepang itu dinyatakan sebagai pemenang. Mereka berargumen, klasifikasi hasil lomba seharusnya diperhitungkan pada putaran terakhir sebelum dikibarkannya bendera merah. ”Menyusul laporan dari direktur balapan, hasil balapan itu kami revisi. Pemenang balapan adalah tim nomor 10, Kawasaki,” bunyi keterangan resmi EWC.
Juara dunia
Adegan dramatis lain tersaji lima menit jelang kecelakaan yang menimpa Rea. Motor Suzuki Endurance Racing, pemuncak klasemen EWC musim 2018-2019, tiba-tiba mengepulkan asap lebat. Motor itu mengalami kerusakan mesin parah sehingga tidak bisa melanjutkan lomba. Seiring berhentinya motor GSX-R100 di tepi lintasan, gelar juara dunia di depan mata pun kandas.
Gelar juara dunia EWC disabet tim SRC Kawasaki Perancis yang finis kesebelas. Keriuhan dan sukacita pun terlihat di garasi tim itu. Untuk kali pertama tim itu meraih gelar juara dunia EWC. Sebaliknya, air mata terlihat di wajah para kru Suzuki yang sempat membayangkan trofi dan menyiapkan kaus khusus bertulis ”Juara EWC 2018-2019.”
Nasib tidak kalah tragis dialami Ahmad Yudhistira, pebalap Indonesia yang sempat terdaftar di Suzuka 8 Hours kategori Superstock alias produksi massal itu. Jangankan tampil di balapan bergengsi itu, ia bahkan tidak bisa mengikuti sesi kualifikasi semata karena secarik kertas. Pebalap Yamaha Victor Racing itu terganjal ketiadaan lisensi balap ketahanan yang dikeluarkan Federasi Balap Motor Dunia (FIM).
Ia hanya mengantongi lisensi FIM yang digunakannya untuk mengikuti balapan kelas Superbike 1.000 di ajang Asia Road Racing Championship 2019. ”Ia (pengurus Ikatan Motor Indonesia) bilang tidak ada masalah. Jika memang tidak paham (soal lisensi), seharusnya jangan dijawab begitu. Alihkan ke orang yang lebih paham agar dampaknya tidak fatal seperti ini,” ujar Ahmad di Suzuka, Jepang.