Penarikan diri Amerika Serikat dari Kesepakatan Nuklir Iran 2015 dan pengenaan sanksi atas Teheran menjadi pemicu ketegangan baru di Teluk Persia. Negara kawasan kini berupaya meredakannya.
Saat Selat Hormuz bergejolak, Menteri Luar Negeri Oman Yusuf bin Alawi, Minggu (28/7/2019), diterima Presiden Iran Hassan Rouhani. Sebelumnya, Yusuf bertemu dengan mitranya, Menlu Iran Javad Zarif dan Sekjen Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran Ali Shamkhani.
Kunjungan Yusuf bin Alawi ke Teheran adalah mengemban misi mediasi Iran-Inggris. Misi itu memperkuat misi kunjungan Perdana Menteri Irak Adil Abdul Mahdi ke Teheran, Senin pekan lalu. Sebagaimana Yusuf bin Alawi, Adil Abdul Mahdi juga hadir dengan niat meredakan ketegangan antara Iran dan Inggris.
Stasiun televisi Al Jazeera memberitakan, Oman dan Iran mencapai kesepakatan bahwa krisis tanker Iran, Grace 1, dan tanker Inggris, Stena Imperio, harus diselesaikan secara diplomasi bukan militer, dan krisis tanker tersebut harus selesai dalam waktu dekat.
Koran Iran, Khorasan, mengungkapkan, Menlu Yusuf bin Alawi mengusulkan kepada Iran agar membebaskan terlebih dahulu Stena Imperio dan beberapa jam setelahnya Inggris membebaskan Grace 1. Namun, menurut Khorasan, Iran ngotot Inggris membebaskan Grace 1 dan beberapa jam kemudian Iran membebaskan Stena Imperio, bukan sebaliknya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Angkatan Laut Inggris pada 4 Juli menahan tanker Iran, Grace 1, saat melintas di Gibraltar. Iran kemudian membalas tindakan itu dengan menahan Stena Imperio saat berlayar di Selat Hormuz pada 19 Juli lalu.
Saat bertemu Alawi, Presiden Hassan Rouhani mengatakan, aksi Inggris menahan Grace 1 adalah tindakan ilegal. Ia juga menegaskan, kehadiran militer asing di Teluk Persia hanya akan menambah ketegangan. Menurut Rouhani, Iran dan Oman bertanggung jawab atas keamanan di Teluk Persia dan Teluk Oman.
Ketegangan baru
Sayang, pada saat Oman berupaya meredakan ketegangan di Teluk Persia, Inggris mengirim HMS Duncan, perusak berpeluru kendali untuk bergabung dengan fregat HMS Montose. Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace, Minggu, mengatakan, kedua kapal dikerahkan untuk memastikan kebebasan navigasi dan mengawal kapal-kapal berbendera Inggris yang berlayar di Selat Hormuz.
Wallace mengatakan, mereka akan bertugas hingga resolusi diplomatik ditemukan untuk mengamankan rute itu. Selat Hormuz menghubungkan Teluk Persia ke Teluk Oman dan merupakan jalur pelayaran vital bagi kapal tanker minyak. Senin pekan lalu, Inggris berencana mengajak mitra Eropa mengawal tanker yang melalui jalur vital itu.
Langkah London itu dikecam Teheran. Iran menilai kehadiran HMS Duncan sebagai provokasi Inggris. ”Kami mendengar, mereka bermaksud mengirim armada Eropa ke Teluk Persia yang secara alami membawa pesan bermusuhan, bersifat provokatif, dan akan meningkatkan ketegangan,” kata juru bicara Pemerintah Iran, Ali Rabiei.
Langkah Inggris itu dilihatnya akan meningkatkan ketegangan dan membawa pesan permusuhan. Menurut Rabiei, negara-negara kawasan adalah pihak yang bertanggung jawab atas keamanan Teluk Persia dan Iran adalah negara yang paling kuat mendukung terciptanya keamanan di kawasan.
Sebelumnya, Sabtu lalu, Ali Shamkhani kepada Yusuf bin Alawi menegaskan, Iran menolak keras negara-negara asing ikut campur dalam urusan pengaturan keamanan di Teluk Persia. Menurut Shamkhani, pengaturan keamanan di Teluk Persia harus ditangani negara-negara setempat dalam bentuk kerja sama di antara negara-negara di kawasan itu.
Menurut Presiden Rouhani, krisis yang saat ini terjadi di Teluk Persia tak bisa dilepaskan dari kebijakan unilateral Amerika Serikat yang menarik diri dari Kesepakatan Nuklir 2015 yang dikenal dengan nama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
”Iran akan sangat menentang segala kesalahan dan aktivitas ilegal yang akan mengancam keamanan maritim di Teluk Persia, Selat Hormuz, dan Laut Oman,” kata Rouhani, seperti dikutip kantor berita Iran, ISNA.
Untuk menyelamatkan JCPOA dan menyikapi perkembangan terakhir di Teluk Persia, para pihak dalam perjanjian nuklir Iran 2015, Minggu, menggelar pembicaraan darurat di Vienna, Austria. (AP/AFP/REUTERS/JOS)