Menteri Susi: Tangkapan Nelayan Bisa Didominasi Sampah Plastik
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyoroti persoalan sampah plastik di kawasan pesisir Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Ia mendorong warga, termasuk nelayan lokal, tidak membuang sampah ke laut demi kelestarian perairan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
DEMAK, KOMPAS — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyoroti persoalan sampah plastik di kawasan pesisir Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Ia mendorong warga, termasuk nelayan lokal, tidak membuang sampah ke laut demi kelestarian perairan. Jangan sampai sebagian besar hasil melaut nelayan justru sampah plastik.
Hal itu dikatakan Susi, Senin (29/7/2019), di sela-sela kunjungan kerja di Desa Betahwalang, Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Menurut dia, menjaga kebersihan laut berarti juga menjaga kelestarian alam yang selama ini merupakan sumber penghidupan nelayan.
”Indonesia ini negara penghasil ikan, termasuk rajungan, salah satu terbesar di dunia. Tetapi, sampah plastik Indonesia juga terbanyak kedua di dunia. Saya tidak ingin bapak-bapak (nelayan) pergi melaut lalu pulang membawa tangkapan sampah plastik,” kata Susi.
Susi mendorong nelayan mulai mengurangi penggunaan plastik sekali pakai seperti sedotan dan kantong plastik. Saat ini, 20 persen tangkapan nelayan bisa berupa plastik. Apabila tidak ada perubahan kebiasaan, bukan tidak mungkin ke depan 80 persen tangkapan berupa plastik.
Menurut Susi, sampah plastik sudah menjadi persoalan serius di dunia sehingga seluruh pihak harus menjadi bagian dari solusi, bukan masalah. ”Saya juga mengajak ibu-ibu nelayan menggunakan kantong atau tas yang bisa dipakai berkali-kali, bukan sekali pakai,” ujarnya.
Saat ini, 20 persen tangkapan nelayan bisa berupa plastik. Apabila tidak ada perubahan kebiasaan, bukan tidak mungkin ke depan 80 persen tangkapan berupa plastik.
Bupati Demak M Natsir mengatakan, pihaknya terus mendorong masyarakat turut berperan mengatasi masalah sampah. ”Saat ini, infrastruktur kami sudah termasuk baik. Namun, masalah sampah ini kami terus atasi. Kami ada (slogan) satu sampah sejuta masalah,” ujar Natsir.
Ia meminta masyarakat, termasuk para nelayan, membuang sampah pada tempatnya. Lewat pengelolaan tepat, sampah bisa menjadi berkah bagi warga. Sampah yang bisa diolah agar dikumpulkan untuk diolah, sedangkan yang tidak bisa diolah dapat dibakar.
Susi menambahkan, hutan bakau atau mangrove juga harus dijaga kelestariannya. Sebab, kawasan itu merupakan tempat memijah bagi udang, ikan, rajungan, kepiting, dan sejumlah biota laut lain. Apabila mangrove hilang, tidak ada lagi tempat bagi ikan untuk bertelur.
Oleh karena itu, pengembangan tambak harus terkontrol dan terukur agar tidak menghabisi mangrove. ”Selain itu, saya juga mengimbau petambak tidak menggunakan zat-zat berbahaya seperti tiodan dan saponin yang menjadi ancaman bagi ikan-ikan kecil dan rajungan,” kata Susi.
Saya juga mengimbau petambak tidak menggunakan zat-zat berbahaya seperti tiodan dan saponin yang menjadi ancaman bagi ikan-ikan kecil dan rajungan. (Susi Pudjiastuti)
Selain penangkapan berkelanjutan dan masalah sampah, pada Senin juga dibahas program gerai terpadu. Program ini tindak lanjut perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.
Lewat program itu, dilakukan pendataan sekaligus pemberian PAS kecil (surat tanda kebangsaan kapal berat kurang dari 7 gros ton)secara gratis bagi nelayan skala kecil. ”Program pemberian PAS kecil dan kepelautan ini diberikan secara gratis dengan melakukan jemput bola di sentra-sentra nelayan serta persyaratan lebih mudah dan sederhana,” ujar Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Muchtar.