Lintingan yang Membuai Muda-mudi
PHS (21) tertunduk lesu. Mata mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta Timur ini sembab. Sambil terbata-bata, ia mengungkapkan penyesalannya. ”Saya menyesal telah melakukan ini. Masyarakat, jauhilah narkoba,” katanya.
PHS (21) tertunduk lesu. Mata mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta Timur ini sembab. Sambil terbata-bata, ia mengungkapkan penyesalannya. ”Saya menyesal telah melakukan ini. Masyarakat, jauhilah narkoba,” katanya.
Siapa sangka mahasiswa berprestasi ini telah salah jalan dan tersesat dalam lingkaran narkoba. Ia sudah dua tahun terlibat dalam jaringan narkoba, termasuk mengedarkannya di lingkungan kampus. Padahal, indeks prestasi kumulatifnya berada di angka 3. Ia pun menduduki salah satu posisi penting dalam organisasi kemahasiswaan.
Senin (29/7/2019) pagi, Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat merilis pengungkapan jaringan pengedar ganja di lingkungan kampus di Jakarta. Polisi menangkap lima tersangka, yakni TW (23), PHS (21), HK (27), AT (27), dan FF (31). Selain pengedar, mereka juga pemakai ganja. Dari tangan kelimanya, polisi menyita 12 kilogram ganja.
Baca juga : Dalam Sepekan, 80 Kg Ganja Beredar di Kampus
TW dan PHS berstatus mahasiswa aktif. Sementara tiga tersangka lain ada yang dikeluarkan dari kampusnya. Tetapi jangan keliru, hanya dalam sepekan mereka sudah mengedarkan 80 kilogram (kg) ganja di sejumlah kampus di Jakarta.
Sebanyak 39 kg ganja telah beredar di kampus di Jakarta Barat, 9 kg ganja beredar di dua kampus di Jakarta Selatan, dan sisanya beredar di salah satu kampus swasta di Jakarta Timur.
Baca juga : Polisi Ungkap Jaringan Pengedar Ganja di Kampus
Kepala Satuan Reserse Narkoba Ajun Komisaris Besar Erick Frendriz mengatakan, jaringan kampus ini bertransaksi secara langsung atau tatap muka di lingkungan kampus setelah tercapai kesepakatan. ”Mereka beroperasi di dalam kampus. Mereka menyerahkan barang (ganja) secara langsung kepada pembeli,” ujarnya.
PHS dan TW berperan mengedarkan ganja di lingkungan kampus mereka. Adapun tiga tersangka lain berperan memasok ganja kepada PHS dan TW. Ketiganya juga memasok ganja ke kampus lain, tergantung dari jaringan di kampus tersebut.
Sistem kurir
Jaringan ini memiliki pengedar yang berbeda di setiap kampus. Setiap pengedar akan mendapat ganja sesuai pesanan di kampusnya masing-masing.
Kepala Unit III Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Achmad Ardhy menyebutkan, orang luar pun dapat membeli ganja dari pengedar di kampus, tetapi transaksi hanya berlangsung di dalam lingkungan kampus. ”Orang luar bisa masuk ke dalam untuk beli. Mereka tidak mau transaksi di luar kampus,” ucapnya.
Polisi menyelidiki jaringan ini selama dua bulan. Ardhy menuturkan, polisi menyamar sebagai pembeli dan bertransaksi langsung di kampus swasta di Jakarta Timur. Saat itulah polisi menangkap PHS dan TW.
”Awalnya dipancing keluar, tetapi mereka tidak mau karena merasa di kampus lebih aman. Saat transaksi di dalam kampus, mereka bawa ganja dan ditunjukkan terang-terangan,” katanya.
Saking terang-terangan, salah satu tersangka menyebutkan, transaksi di lingkungan kampus terjadi di kedai kopi dan taman kampus. Bahkan, taman kampus pun menjadi area untuk memakai ganja setelah selesai kelas. ”Mereka mahasiswa berkecukupan. Mungkin jadi pengedar untuk gaya hidup,” ujarnya.
Baca juga : Peredaran Ganja Marak di Kalangan Mahasiswa
Menyikapi kasus ini, kepolisian berkoordinasi dengan kementerian, lembaga terkait, dan pihak kampus untuk mengadakan razia, termasuk pembinaan dan penyuluhan agar narkoba bisa ditangkal.
Strategis
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Arman Depari mengatakan, lingkungan kampus menjadi tempat yang strategis bagi sindikat untuk mengedarkan narkoba, terutama jenis ganja.
”Pangsa pasar ganja itu paling banyak adalah mahasiswa atau di lingkungan kampus. Cepatnya peredaran narkoba di kampus karena tingkat penggunaan ganja cukup tinggi di kalangan mereka, pasar yang sudah jelas, dan banyak pengguna,” tutur Arman.
Banyaknya pengguna di kalangan pelajar terbukti dari hasil survei BNN bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Survei itu menunjukkan, penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar mencapai 3,2 persen atau 2,29 juta orang pada 2018. Angka ini meningkat dari 2,9 persen pada 2017.
Survei dilakukan terhadap kelompok pelajar dan mahasiswa di 13 provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Menurut Arman, cepatnya peredaran ganja di kampus karena adanya asumsi atau pandangan di kalangan mahasiswa bahwa menggunakan ganja tidak memiliki efek negatif.
”Kampus menjadi daerah rawan. Pemberitaan terkait narkoba yang legal di beberapa negara turut menjadi acuan mereka (pelajar). Mereka berpikir ganja itu tidak berbahaya,” ucapnya.
Baca juga : Ganja Diedarkan di Media Sosial Memakai Sandi
Sementara mantan Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal (Purn) Benny Mamoto menyebutkan, sindikat narkoba memang terang-terangan menyasar generasi muda. ”Memang yang disasar oleh sindikat adalah generasi muda. Mengapa? Karena mereka berada pada masa pancaroba. Masa mencari jati diri, belum matang, belum cukup pengalaman sehingga dengan mudah terpengaruh, dijebak, diperdaya, bahkan dipaksa,” tuturnya.
Terkait perekrutan, lanjut Benny, sindikat merekrut individu yang kurang mampu dari segi keuangan dan individu yang bisa memengaruhi lingkungannya.
”Biasanya ditawari dulu untuk konsumsi. Setelah ketagihan, baru disuruh menjual dengan imbalan diberikan gratis. Kalau dari kalangan yang mampu, biasanya yang direkrut adalah mereka yang bisa memengaruhi teman-temannya,” ucapnya.
Persuasif
Pimpinan perguruan tinggi telah mengetahui bahwa peredaran narkoba di kampus bukanlah hal baru.
”Nah, jika kami merazia di kampus atau sekitar kampus termasuk kos, pasti banyak yang tertangkap. Langkah yang dilakukan tidak bisa seperti itu, tidak bisa ujuk-ujuk langsung merazia karena ini terkait nama baik kampus. Bayangkan, kami langsung merazia dan pasti banyak yang tertangkap. Itu jadi preseden buruk kampus, dan dunia pendidikan di Indonesia bisa tercemar,” tutur Arman.
Oleh karena itu, ada langkah persuasif untuk memberantas narkoba di lingkungan kampus. Salah satunya, dengan membentuk satgas pemberantasan yang diisi para mahasiswa. Arman menuturkan, BNN sudah bekerja sama dengan kampus untuk menekan, bahkan mengikis, memberantas peredaran narkoba di kampus.
Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III Imam Yuwono mengakui, kampus menjadi sasaran empuk bagi jaringan pengedar narkoba.
Salah satu upaya kementerian untuk melawan peredaran narkoba di kampus adalah membentuk Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba. Kementerian juga menyosialisasikan tentang narkoba terutama kepada mahasiswa baru.
Adapun pengawasan kampus dipercayakan sepenuhnya kepada setiap perguruan tinggi. Sementara kementerian bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga terkait dalam rangka kegiatan pemberantasan narkoba. ”Ada 316 perguruan tinggi di Jakarta. Kampus-kampus diberikan peringatan bahwa pembinaan mahasiswa harus lebih intens. Pembinaan agar mahasiswa tidak terjerumus narkoba,” lanjutnya.
”Muda-mudi jaman sekarang
Pergaulan bebas nian
Tiada lagi orang yang melarang
Tapi sayang banyak salah jalan
...
Tapi sayang banyak salah jalan”
Demikianlah penggalan lirik lagu ”Muda Mudi” karya Koes Plus tahun 1973. Liriknya terasa relevan dengan kondisi generasi muda saat ini. Generasi yang sedang salah jalan sehingga tersesat dalam lingkaran narkoba.