Diskriminasi terhadap Penderita Hepatitis Jadi Sorotan
Masih adanya diskriminasi terhadap penderita hepatitis menjadi sorotan saat peringatan Hari Hepatitis Sedunia tahun ini, 28 Juli 2019. Diskriminasi harusnya tidak terjadi jika masyarakat memahami hepatitis, jenis-jenis hepatitis, berikut cara penularannya.
Oleh
Fajar Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masih adanya diskriminasi terhadap penderita hepatitis menjadi sorotan saat peringatan Hari Hepatitis Sedunia tahun ini, 28 Juli 2019. Diskriminasi harusnya tidak terjadi jika masyarakat memahami hepatitis, jenis-jenis hepatitis, dan cara penularannya.
Ketua Yayasan Komunitas Peduli Hepatitis Marzuarita saat dihubungi Kompas, di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan, ketakutan masyarakat terhadap cara penularan hepatitis hendaknya tidak berlebihan. Selama ini, masih banyak beredar informasi tentang cara penularan hepatitis yang salah kaprah.
”Kalau kita lihat, banyak isu yang aneh-aneh tentang penularan hepatitis, melalui sentuhanlah, keringatlah. Itu semua stigma yang salah,” katanya.
Bahkan, Ita menyayangkan kasus-kasus diskriminasi yang dilakukan oleh pihak keluarga penderita sendiri. Misalnya, ada istri yang tega memisahkan suaminya dari anak-anaknya dengan menempatkannya pada rumah yang berbeda. Hal itu terjadi karena adanya ketakutan yang terlalu berlebihan.
Kasus diskriminasi juga sering dialami oleh para penderita hepatitis di lingkungan kerja. Menurut Ita, tidak sedikit penderita yang mengaku dikucilkan. Selain itu, ada kecenderungan perusahaan menolak calon pekerja yang terbukti menderita hepatitis B atau hepatitis C dari pemeriksaan HBsAg.
”Banyak perusahaan berdalih, pengobatannya akan menghabiskan banyak anggaran perusahaan dan akan sering meninggalkan pekerjaan,” katanya.
Menurut Ita, pada kondisi tersebut, para penderita hendaknya tidak menyerah. Mereka harus mampu menunjukkan bahwa dirinya masih bisa optimal bekerja. Dari situ, perusahaan diharapkan tetap punya alasan untuk menerimanya di lingkungan perusahaan.
Ia mencontohkan, ada seorang pekerja di salah satu perusahaan maskapai yang mampu menunjukkan potensinya meskipun menderita hepatitis B. Alhasil, atasannya mau memperjuangkannya hingga meminta surat rekomendasi kerja dari Aliansi Hepatitis Dunia di Amerika Serikat.
Dua berbahaya
Ketua Perhimpunan Penelitian Hati Indonesia Irsan Hasan menjelaskan, ada dua jenis hepatitis yang membahayakan, yakni hepatitis B dan hepatitis C. Penularan hepatitis B umumnya terjadi dari ibu ke anak, sedangkan hepatitis C melalui jarum suntik, terutama marak ditemui dalam penggunaan narkotika.
Adapun penularan keduanya melalui kontak fisik mustahil terjadi. Irsan menegaskan, diskriminasi kepada para penderita hepatitis B dan hepatitis C sangat tidak berasalan. Oleh sebab itu, ia mendorong agar perusahaan menghapus stigma tersebut saat akan menerima karyawan baru.
”Perusahaan tidak perlu khawatir, masih banyak pasien yang kondisinya stabil sehingga tidak perlu mengonsumsi obat,” katanya.
Menurut dia, masyarakat perlu mengetahui bahwa jenis hepatitis yang bisa menular melalui kontak fisik atau makanan ialah hepatitis A dan hepatitis E.
Namun, Irsan mengatakan bahwa penderita hepatitis tersebut 99 persen akan sembuh sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
Menurut Irsan, penularan hepatitis B dan hepatitis C sangat bisa dicegah. Untuk bayi bisa diberikan vaksin pada 12 jam pertama setelah lahir. Itulah pentingnya pemeriksaan hepatitis bagi pasangan yang hendak menikah agar vaksin bisa diberikan kepada anak jika orang tua menderita hepatitis B.
”DKI Jakarta dan Bali sudah menerapkan aturan tersebut. Diharapkan bisa diterapkan di seluruh Indonesia,” kata Irsan.
Saat ini, jumlah penderita hepatitis B di Indonesia sebanyak 7-8 persen dari jumlah penduduk. Adapun jumlah penderita hepatitis C sekitar 1 persen dari jumlah penduduk.
Kedua jenis hepatitis tersebut bisa berkembang menjadi sirosis atau kanker hati. Kanker hati saat ini menjadi penyakit keenam yang paling banyak menyedot anggaran Jaminan Kesehatan Nasional. Kanker hati terjadi akibat terjadinya pengerasan dan pengerutan hati akibat hepatitis. Salah satu pengobatan yang bisa dilakukan ialah cangkok hati.
”Biaya cangkok hati Rp 3miliar sampai dengan Rp 4 miliar. Jadi bisa dibayangkan berapa banyak anggaran yang harus dikeluarkan BPJS Kesehatan,” ujarnya.