Fotografer harian Kompas, Hendra A Setyawan, memotret kondisi SDN Kertajaya 2, Rumpin, Bogor, Jawa Barat. Kondisi sekolah yang hanya berjarak sekitar 50 kilometer dari pusat Ibu Kota ini rusak serta kekurangan meja dan kursi. Foto ini kemudian menyentuh hati pembaca dan menggerakkan sebuah korporasi untuk langsung menyalurkan bantuan.
Oleh
HENDRA A SETYAWAN
·4 menit baca
Berawal dari sebuah pesan Whatsapp yang saya terima hari Kamis (17/7/2019) pukul 10.30. Pesan berupa screenshoot (tangkapan layar) kliping koran dari seorang teman pewarta foto Bogor itu mengabarkan kondisi sebuah sekolah dasar negeri yang memprihatinkan.
Teman ini mengabarkan, sebenarnya pada tahun 2018, ia dan rekan-rekan wartawan Bogor telah memotret sekolah itu. Tahun ini bisa dibilang sama saja kondisinya ketika belum lama ini kembali dikunjungi.
Berbekal dorongan akan mendapat ”foto bagus”, saya bergegas mengecek posisi sekolah tersebut di aplikasi Google Maps untuk memperkirakan jarak dan waktu tempuhnya.
Setelah melakukan kalkulasi perjalanan, saya langsung tancap gas menuju SD Negeri Kertajaya 2 yang terletak di Desa Kertajaya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ini.
Rumpin dikenal sebagai daerah tambang galian C. Ratusan truk hilir mudik menyesaki jalanan beton yang berdebu tebal. Kondisi jalan yang berlubang sedikit menghambat perjalanan saya ke sekolah tersebut.
Setelah hampir satu jam perjalanan, barulah saya tiba di tujuan. Saya juga harus bertanya ke sana kemari untuk menemukan lokasi sekolah yang di pelosok. Namun, mendekati sekolah, perasaan mulai tidak enak karena dalam perjalanan beberapa kali berpapasan dengan para siswa yang pulang sekolah.
Benar saja, sampai di sekolah keadaan sepi. ”Anak-anak sudah pulang, Mas,” ujar seorang penjual gorengan di depan sekolah.
Meski sadar hari itu tidak bisa mendapatkan foto, ditemani seorang guru, saya menyempatkan berkeliling melihat ruangan-ruangan sekolah yang terkesan seadanya itu.
Plafon ambrol, penyekat dinding antarkelas bolong-bolong, banyak bangku rusak teronggok di pojok kelas, dan dinding tampak kotor dan penuh coretan.
Saya bertekad harus kembali ke sekolah itu hari Senin (22/7/2019). Kenapa Senin dan bukan hari Jumat, lebih pada pertimbangan visualisasi karena di hari Jumat mereka sedang tidak mengenakan seragam sekolah.
Hari Senin, saya berangkat pagi-pagi. Jalanan masih agak sepi karena truk-truk pengangkut pasir belum beroperasi. Tidak sampai satu jam, saya tiba di sekolah itu.
Setelah kulonuwun kepada beberapa guru, saya mulai memotret kegiatan belajar mengajar di kelas V. Sebab, kelas itulah yang kondisinya paling memprihatinkan.
Saya ”menikmati” frame demi frame yang saya rekam. Momen itu mengingatkan saya saat bertugas di Malang tahun 2005-2011. Ketika itu, saya cukup sering memotret kondisi sekolah-sekolah yang rusak.
Hampir satu jam saya merekam suasana belajar-mengajar di sekolah itu. Setelah cukup, saya pun berpamitan agar dapat segera mengirimkan foto-foto tersebut ke kantor. Sebelumnya, saya melapor kepada editor tentang foto yang baru saja saya dapat.
Sorenya, saya mendapat kabar bahwa foto itu masuk nominasi halaman 1. Keesokannya, harian Kompas terbitan Selasa (23/7/2019) memasang foto siswa-siswa SD Kertajaya 2 yang sedang belajar dalam kondisi seadanya itu menghiasi halaman 1.
Alhamdulillah, batin saya. Harapannya, foto ini mampu memberikan fakta masih adanya kondisi sarana-prasarana pendidikan yang memprihatinkan, bahkan di daerah yang tidak begitu jauh dari Ibu Kota.
Tidak sampai 24 jam sejak pemuatan foto itu, dampaknya mulai terasa. Sekitar pukul 20.30, telepon seluler saya berdering. Sebuah panggilan datang dari seorang kolega humas Bank BNI.
Dia mengabarkan bahwa foto saya menjadi perbincangan di kalangan mereka. Rupanya, pihak Bank BNI kemudian bergerak cepat. Hari itu juga, mereka mengirimkan 80 set meja-kursi baru untuk SDN Kertajaya 2.
Selain itu, mereka juga berkomitmen akan membantu renovasi sekolah dan membangun toilet karena sekolah tersebut tidak memiliki toilet. Wow, saya gembira bercampur haru mendengar kabar baik itu.
Saya kemudian berkoordinasi dengan editor untuk memotret suasana terbaru sekolah keesokan paginya.
Hari Rabu (24/7/2019) pagi, saya meluncur kembali ke Rumpin. Kali ini, saya bersama-sama dengan kolega dari BNI. Sesampai di sekolah, kondisi kelas V terlihat kontras dibandingkan dua hari sebelumnya.
Anak-anak belajar dengan kursi dan meja yang kinclong dan masih ”bau pabrik”. Tidak ada lagi yang berdesakan saat menulis. Mereka kini bisa duduk sendiri-sendiri tanpa harus berebut kursi.
Para guru yang saya temui juga merasakan kebahagiaan yang sama seperti saya. Mereka tampak bersemangat menjalankan tugasnya meski terselip juga ungkapan miris namun ”lucu” dari mereka.
Mereka bingung soal penyimpanan meja dan kursi itu karena kondisi ruang-ruang kelas yang tidak terkunci. Mereka khawatir meja kursi itu bisa hilang.
Saya kemudian berusaha memotret dengan sudut pemotretan (angle) yang sama persis seperti memotret dua hari sebelumnya, dengan tujuan untuk membuat perbandingan.
Berkat semua pihak, kondisi SDN Kertajaya 2 kini lebih nyaman untuk belajar, setidaknya untuk siswa kelas V.
Pihak sekolah sebenarnya sejak 2017 telah mengajukan proposal renovasi kepada Pemerintah Kabupaten Bogor. Namun, rupanya belum ada respons positif.
Bagi saya pribadi, kebahagiaan sejati menjadi pewarta foto adalah saat karya kita migunani tumraping liyan atau berguna bagi orang lain. Ini menjadikan jurnalisme lebih bermakna bagi sesama.