Kemristek dan Dikti Usulkan Kampus Pantau Media Sosial Sivitas Akademika
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi melalui lembaga rektor diminta agar rutin mengawasi penggunaan media sosial oleh mahasiswa, dosen, dan staf. Tujuannya agar terjadi pencegahan penyebaran ideologi radikalisme dan ekstremisme yang bertentangan dengan prinsip kebangsaan Indonesia.
Demikian dikatakan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir ketika memberi keterangan pers terkait Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) di Jakarta, Jumat (25/7/2019). Program itu menggantikan orientasi mahasiswa baru yang kerap diasosiasikan dengan perploncoan dan di beberapa kasus berujung kepada kekerasan dan penghilangan nyawa.
"Salah satu materi yang diberikan kampus di PKKMB selain kehidupan akademik dan pedoman antiplagiasi adalah mengenai nasionalisme. Dalam hal ini, mahasiswa harus diberi tahu mengenai etika pemakaian media sosial secara positif," tutur Nasir.
Ia memaparkan, kaidah pengawasan media sosial disesuaikan dengan aturan di Indonesia. Hal-hal yang diminta diawasi dalam penggunaan media sosial adalah ujaran kebencian, diskriminasi yang bersifat SARA (seks, agama, dan rasialisme), serta ajakan untuk bergabung dengan ideologi anti Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 atau pun prinsip kemajemukan bangsa.
Bebas mengkritisi
"Mimbar akademik tetap dibuka luas. Kami tidak melarang ekspresi kritis sivitas akademika secara langsung di depan publik maupun di media sosial selama bukan berupa hasutan dan hujatan," ujar Nasir.
Kami tidak melarang ekspresi kritis sivitas akademika secara langsung di depan publik maupun di media sosial selama bukan berupa hasutan dan hujatan
Sivitas akademika bebas berdiskursus mengenai berbagai topik mulai dari politik, keragaman jender dan seksualitas, hingga kritik terkait penafsiran agama. Menurut Nasir, syaratnya adalah disertai dengan argumentasi ilmiah dan apabila ada pihak yang tidak setuju dengan pernyataan yang disampaikan, harus melawannya dengan bukti-bukti akademik.
Pihak kampus turut diminta menjaga agar mimbar bersikap transparan. Artinya, dalam berjalannya perdebatan harus ada dosen yang mengawasi untuk memoderasi dan mengarahkan diskusi jika melenceng ke arah kekerasan verbal, sosial, dan psikis.
"Dosen juga aktif bermedia sosial, demikian pula pihak rektorat. Meskipun begitu, apabila ada anggota sivitas akademika yang dinilai kerap mengunggah hal-hal yang terafiliasi dengan paham ekstrem jangan langsung diberi sanksi. Silakan dipanggil dan diajak diskusi dulu," tuturnya.
Ia juga meminta pihak perguruan tinggi untuk tidak melarang berbagai diskusi mengenai topik-topik yang dianggap sensitif selama penyelenggara bisa menjamin kritik yang disampaikan berlandaskan norma akademik.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristek dan Dikti Rina Indiastuti menambahkan, dalam pemastian berjalannya kebebasan mimbar akademik dan diskusi mengenai nasionalisme turut melibatkan kelompok Cipayung Plus. Syaratnya adalah mereka tidak boleh melakukan pengkaderan anggota di dalam kampus, serupa dengan organisasi mahasiswa terafiliasi kelompok agama maupun partai politik. Keberadaan organisasi adalah untuk menjaga keberlangsungan diskusi keberagaman.
Dalam pemastian berjalannya kebebasan mimbar akademik dan diskusi mengenai nasionalisme turut melibatkan kelompok Cipayung Plus
Materi kuliah
Pengawasan media sosial sudah dilakukan oleh Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Rektor UNY Sutrisna Wibawa dikenal aktif bermedia sosial dan sering berkomunikasi dengan mahasiswa melalui Instagram. Ia mengimbau agar para dosen juga memanfaatkan media sosial untuk menjaga hubungan dengan mahasiswa sehingga memudahkan kampus memantau perkembangan tren isu.
Menurut dia, sejauh ini belum ada gejolak di media sosial mahasiswa. Meskipun begitu, kampus secara rutin memantau.
"Pendekatan yang kami ambil jika muncul kecenderungan ke arah ekstremisme seperti beredarnya ujaran kebencian di unggahan mahasiswa bukan dengan menegur atau memanggilnya. Kami memilih melangsungkan kegiatan seperti diskusi yang mempertemukan berbagai pihak dengan pandangan berbeda untuk mengadu ide," ucapnya.