Prospek Ekonomi Positif Jadi Magnet Instrumen Portofolio
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Prospek ekonomi nasional yang positif membuat instrumen portofolio di pasar modal dalam negeri tetap menarik untuk investasi. Aliran modal mampu menstabilkan neraca modal dan pembayaran, sehingga akan mendukung stabilitas eksternal ekonomi Indonesia.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), aliran modal asing yang masuk ke instrumen portofolio sejak awal Januari 2019 hingga 25 Juli 2019 mencapai Rp 192,5 triliun.
Aliran modal ini masuk ke instrumen Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 119,3 triliun, dan pasar saham sebesar Rp 72,2 triliun. Adapun sisanya sekitar Rp 1 triliun di kelola di instrumen surat berharga BI (SBI).
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, derasnya aliran modal asing masuk ke dalam negeri disebabkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif. Bila kinerja ekonomi dipertahankan, maka hasil positif juga akan berimbas di semester II-2019.
“Selain imbal hasil portofolio Indonesia masih menarik, aliran modal asing menunjukkan kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi dan proyeksi kebijakan ekonomi Indonesia,” kata dia di Jakarta, Jumat (26/7/2019).
Menurut Perry, perkembangan positif terlihat pada neraca perdagangan Indonesia Juni 2019 yang kembali mencatat surplus sebesar 196 juta dolar AS, setelah pada bulan sebelumnya juga mencatat surplus 22 juta dolar AS.
Aliran modal asing yang masuk ke Indonesia diharapkan akan mendorong kinerja neraca pembayaran Indonesia pada triwulan II-2019. Terjaganya neraca pembayaran ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
"Hal ini membuktikan aliran modal asing masuk ke Indonesia khususnya dalam bentuk portofolio bisa menambah surplus neraca modal dan pembayaran, sehingga akan mendukung stabilitas eksternal ekonomi Indonesia,” kata Perry.
Derasnya aliran modal asing masuk ke dalam negeri disebabkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif.
Untuk menghindari aliran dana asing keluar, analis PT Capital Asset Management, Desmon Silitonga, menilai pemerintah perlu mendorong kepemilikan investor asing pada SBN di seri-seri tenor panjang. Pasalnya, lebih dari 60 persen seluruh aliran dana asing yang masuk sejak awal tahun, tertanam di instrumen SBN.
Pemerintah mesti mengkaji kembali porsi kepemilkan asing pada seri SBN tenor pendek dan tenor panjang. “Kalau lebih banyak seri tenor pendek, artinya investor asing belum sepenuhnya tenang dengan kondisi pasar dan tetap ada potensi keluar,” ujarnya.
Pemerintah mesti mengkaji kembali porsi kepemilkan asing pada seri SBN tenor pendek dan tenor panjang. Kalau lebih banyak seri tenor pendek, artinya investor asing belum sepenuhnya tenang dengan kondisi pasar dan tetap ada potensi keluar.
Menurut Desmon, upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuka keran yang lebih besar bagi investor asing untuk membeli sukuk negara. Sukuk memiliki keunggulan berupa tawaran imbal hasil yang umumnya lebih tinggi dibandingkan surat utang konvensional.
“Tantangan pemerintah untuk membuat struktur pasar SBN menjadi lebih ideal bagi investor asing masih cukup besar,” ujar Desmon.
Inflasi rendah
Berdasarkan hasil survei pemantauan harga sampai minggu keempat Juli 2019, Perry memperkirakan, laju inflasi sepanjang Juli akan mencapai 0,23 persen atau lebih rendah dari periode Juni yang tercatat sebesar 0,45 persen. Bila dihitung sejak Juli 2018, maka laju inflasi mencapai 3,23 persen.
Tingkat inflasi pada Juli 2019 masih dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan seperti cabai rawit yang menyumbang inflasi sebesar 0,12 persen. Di sisi lain, beberapa komoditas tercatat mengalami deflasi di antaranya bawang merah, tomat sayur, daging dan ayam.
Untuk keseluruhan tahun, laju inflasi pada akhir 2019 masih berada di titik tengah kisaran 2,5 persen-4,5 persen. ”Kita yakin inflasi kita akan tetap terkendali dalam sasaran tahun ini 3,5 persen plus minus 1 persen, kemudian di tahun berikutnya (2020), bisa 3 persen,” ujar Perry.
Adapun posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2019 tercatat sebesar 123,8 miliar dolar AS. Jumlah ini setara dengan pembiayaan 7,1 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Posisi ini juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.