Provinsi Lampung diusulkan menjadi calon ibu kota negara pengganti Jakarta. Usulan itu muncul dalam acara ”Penandatanganan Kajian dan Deklarasi Lampung sebagai Alternatif Ibu Kota oleh Seluruh Elemen Masyarakat Lampung, Kamis (25/7/2019), di Bandar Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Provinsi Lampung diusulkan menjadi calon ibu kota negara pengganti Jakarta. Selain ketersediaan lahan, Lampung dinilai memenuhi kriteria sebagai ibu kota negara karena memiliki aksesibilitas dan infrastruktur yang memadai.
Usulan itu muncul dalam acara ”Penandatanganan Kajian dan Deklarasi Lampung sebagai Alternatif Ibu Kota oleh Seluruh Elemen Masyarakat Lampung”, Kamis (25/7/2019), di Bandar Lampung. Acara itu dihadiri Ketua MPR Zulkifli Hasan dan sejumlah rektor perguruan tinggi di Lampung.
Rektor Institut Teknologi Sumatera Ofyar Z Tamin memaparkan, dari hasil kajian sejumlah pakar, kawasan yang akan diajukan sebagai wilayah pengembangan ibu kota negara berada di wilayah timur Lampung. Selain aman dari bencana, terdapat kawasan hutan produksi Gedong Wani seluas 30.243 hektar yang dinilai dapat dikonversi dan dimanfaatkan untuk pembangunan.
Kawasan itu juga berdekatan dengan lahan milik Pemprov Lampung seluas 1.500 hektar dan PTPN VII seluas 15.000 hektar. Ketersediaan lahan di Lampung dinilai cukup untuk pengembangan ibu kota yang membutuhkan lahan sekitar 40.000 hektar.
Menurut Ofyar, Lampung juga memiliki bentang alam yang lengkap. Selain gunung dan laut, terdapat juga sungai dan pulau-pulau kecil. Kondisi masyarakat Lampung yang heterogen juga dinilai dapat mendukung stabilitas dan keamanan wilayah. ”Masyarakat Lampung terbuka dan dapat menerima warga pendatang,” kata Ofyar.
Tak hanya itu, Lampung juga memiliki infrastruktur pendukung yang lengkap, yakni jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Aksesibilitas dari dan menuju Lampung ke daerah lain semakin mudah dan cepat. Ketersediaan air juga dinilai memadai karena Lampung memiliki bendungan yang dapat dimanfaatkan untuk irigasi, konsumsi air, dan pembangkit listrik.
Usulan Lampung sebagai calon ibu kota negara juga telah mendapat dukungan daru gubernur se-Sumatera. Pemindahan ibu kota negara ke Sumatera juga diyakini berdampak positif bagi kemajuan Sumatera.
Ketua MPR Zulkifli Hasan yang hadir dalam acara itu menyatakan dukungan terkait usulan Lampung sebagai ibu kota negara pengganti Jakarta. Selain dekat dengan Jakarta, sumber daya alam di Lampung juga dinilai memadai.
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Lampung Taufik Hidayat mengatakan, usulan Lampung sebagai calon ibu kota negara juga telah mendapat dukungan daru gubernur se-Sumatera. Pemindahan ibu kota negara ke Sumatera juga diyakini berdampak positif bagi kemajuan Sumatera.
Tisnanta, pakar hukum agraria dari Universitas Lampung, menilai, pemerintah perlu mempertimbangkan banyak hal jika ingin memindahkan ibu kota ke Sumatera, khususnya di Lampung. Beberapa hal itu antara lain dampak lingkungan dan konflik sosial.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 256 Tahun 2000, kawasan hutan di Lampung seluas 1.004.735 hektar. Kawasan hutan itu terbagi menjadi hutan konservasi (462.030 hektar), hutan lindung (317.615 hektar), dan hutan produksi (225.090 hektar). Sisa kawasan hutan di Lampung itu hanya sekitar 28,45 persen.
Pembangunan yang memanfaatkan kawasan hutan produksi dinilai akan berdampak pada masyarakat yang lebih dulu bermukim dan mengelola kawasan hutan. Masyarakat dikhawatirkan akan pindah dan merambah kawasan hutan lain, seperti hutan lindung dan hutan konservasi.
”Pastinya akan terjadi pembangunan secara besar-besaran. Jangan sampai pembangunan itu justru menimbulkan masalah baru dan masyarakat kecil hanya menjadi penonton,” kata Tisnanta.
Selain memikirkan nasib masyarakat, pemerintah juga perlu mengkaji daya dukung lingkungan karena luasan hutan akan semakin berkurang. Kajian itu tidak cukup hanya dilakukan untuk 5-10, tetapi hingga 100 tahun mendatang.