Badan Narkotika Nasional (BNN) melacak aliran dana pencucian uang hasil kejahatan narkoba senilai Rp 60 miliar. Uang hasil kejahatan 22 tersangka sejak Januari hingga Juli 2019 diduga mengalir ke sejumlah pejabat daerah.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
[caption id="attachment_10655347" align="alignright" width="1024"] Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) mengawal sejumlah tersangka saat berlangsung rilis pengungkapan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari hasil perdagangan narkoba di Gedung BNN, Jakarta, Kamis (25/7/2019). BNN menyita aset sebesar Rp 60 miliar. Aset tersebut berasal dari hasil ungkap 20 kasus narkotika dari Januari hingga Juli 2019.[/caption]
JAKARTA, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional melacak aliran dana pencucian uang hasil kejahatan narkoba senilai Rp 60 miliar. Uang hasil kejahatan 22 tersangka sejak Januari hingga Juli 2019 diduga mengalir ke sejumlah pejabat daerah.
Upaya pelacakan ini disampaikan Direktur Tindak Pidana Pencucian Uang BNN Brigadir Jenderal (Pol) Bahagia Dachi di Kantor BNN, Jakarta, Kamis (25/7/2019). BNN mensinyalir aliran dana hasil penjualan narkoba mengalir tidak hanya di dalam negeri tetapi ke luar negeri.
Dachi memastikan, uang dari hasil transaksi narkoba atau pencucian uang ke luar negeri dikendalikan sindikat di dalam lapas yang bekerja sama dengan sindikat luar negeri. ”Kami akan mendalami dan selidiki kasus pencucian uang hasil bisnis narkoba ini hingga tuntas. Besar kemungkinan hasil pencucian uang lebih besar dari temuan Rp 60 miliar,” kata Dachi.
Pencucian uang hasil bisnis narkoba terbongkar dari penyitaan telepon genggam para tersangka. ”Kami melakukan kloning handphone para tersangka. Dari situ kami lacak dan temukan beberapa nomor rekening yang melakukan transaksi dengan aliran dana yang besar,” katanya.
Baca juga : Rp 60 Miliar Harta Hasil Kejahatan Narkoba Disita BNN
Lebih besar
BNN menduga kuat hasil pencucian uang lebih besar dari nilai harta yang telah disita. Ini memperlihatkan jaringan sindikat narkoba masih sangat kuat menjerat Indonesia. BNN merilis penyitaan harta hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) kejahatan narkoba itu.
Harta yang disita di antaranya 41 bidang tanah dan bangunan senilai lebih kurang Rp 34 miliar, 1 pabrik senilai Rp 3 miliar, 2 mesin potong padi senilai Rp 1 miliar, puluhan kendaraan bermotor senilai sekitar Rp 8 miliar, 440 batang kayu jati gelondongan senilai Rp 90 juta, perhiasan senilai Rp 617 juta, dan uang tunai sebesar sekitar Rp 11 miliar.
”Selain itu, para tersangka memiliki beberapa rekening bank, baik atas nama mereka sendiri, keluarga, maupun orang lain, untuk dijadikan sebagai tempat penampungan uang dalam bisnis gelap tersebut,” kata Kepala BNN Komisaris Jenderal Heru Winarko.
Karena itu, Heru meminta warga agar tidak mudah memberikan KTP atau nomor rekening kepada sembarang orang. Ia pun meminta bank mengecek benar asal-usul pemohon yang ingin membuat tabungan baru.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Heru Winarko (ketiga dari kanan) beserta jajarannya merilis pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang dari hasil perdagangan narkoba di Gedung BNN, Jakarta, Kamis (25/7/2019). BNN menyita aset sebesar Rp 60 miliar. Aset tersebut berasal dari hasil ungkap 20 kasus narkotika dari Januari hingga Juli 2019.Dari 22 tersangka, sebagian besar merupakan narapidana narkoba yang sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan (lapas). Salah satu yang terbanyak berada di Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara. Sebab, menurut Heru, banyak pengendali narkoba dari Jakarta, Sumatera, dan Kalimantan yang ditahan di Lapas Tanjung Gusta.
”Makanya, saya bicara dengan Dirjen Lapas untuk memindahkan para bandar dan pengendali dipindahkan ke (Lapas) Nusakambangan,” kata Heru. Sementara sebagian tersangka lain baru saja ditangkap. Selain itu, ada pula pelaku yang sudah berulang kali terjerat tindak pidana narkoba.
Atas perbuatannya, 22 tersangka tersebut diancam dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 3, 4, dan 5 tentang TPPU dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 137 tentang narkotika.
Heru menambahkan, fokus BNN tidak hanya memutus peredaran narkoba yang masuk ke Indonesia melalui perbatasan. Namun, BNN juga fokus mengungkap jaringan sindikat narkoba yang tindak pidana melakukan pencucian uang. Upaya ini dilakukan untuk memiskinkan mereka.
Karena itu, kata Heru, BNN terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, para duta besar Indonesia di luar negeri. ”Saat ini kami menyelidiki tindak pidana pencucian uang hasil transaksi narkoba di 12 negara,” kata Heru.
Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kata Heru, perlu lebih mengawasi aliran dana yang jumlahnya besar. PPATK yang memiliki jaringan internasional bisa berperan sebagai intelijen keuangan.
”Pengungkapan kasus aset Rp 60 miliar ini juga atas kerja sama PPATK dan OJK. Kami (OJK dan BNN) sudah menyiapkan database jaringan sindikat narkoba yang ada di BNN untuk disebarkan kepada bank-bank. Hal ini dilakukan untuk melihat transaksi dari para sindikat. OJK dan PPATK memiliki peran untuk saling melengkapi,” kata Heru.
Sementara itu, Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal Arman Depari mengatakan, tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 60 miliar terhitung angka yang kecil. Namun, yang perlu diperhatikan adalah pengendalian narkoba hingga pencucian uang dikendalikan di dalam lapas menandakan lapas belum aman dan steril.
”Ini sudah bolak-balik terjadi, padahal ada pengawasan. Namun, tetap saja terjadi. Pertanyaannya ke mana para pengawas itu ? Tidak mungkin mereka tidak tahu. Ada kerja sama. Artinya, baik dari hasil pencucian uang Rp 60 miliar atau dari peredaran narkoba memperlihatkan Indonesia belum masih dalam jerat narkoba, kondisi yang memperlihatkan kita masih darurat,” kata Arman.
Ia melanjutkan, dari pengungkapan Rp 60 miliar, ada uang yang jauh lebih besar hingga triliun lari ke luar negeri. ”Yang kami amankan itu sangat sedikit. Jaringan sindikat narkoba itu luar biasa, narkoba menjadi bisnis yang sangat besar dan berefek luar biasa buruk untuk masa depan Indonesia,” lanjutnya.