YOGYAKARTA, KOMPAS — Imajinasi adalah inti dari kebudayaan. Suatu bangsa tidak akan bisa melahirkan kebudayaan dan peradaban tanpa imajinasi.
Penegasan ini disampaikan Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia Budiman Sudjatmiko dalam Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) di Candi Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (23/7/2019). “Apabila hari ini Indonesia tidak mempunyai imajinasi, maka 1000 tahun lagi tak ada budaya lagi di Indonesia,” ujarnya.
Budiman memberikan contoh bagaimana Ronggowarsito menghasilkan tulisan-tulisan legendaris, Homerus menciptakan puisi-puisi besar, manusia-manusia prasejarah melukis di dinding-dinding Goa Leang-leang di Sulawesi Selatan, atau nenek moyang kita membangun Candi Borobudur dan Prambanan. Semua itu bisa terwujud karena imajinasi.
Dengan segala macam peninggalan artefak bersejarah di atas, bangsa Indonesia memiliki torehan-torehan yang khas Nusantara. Pertanyaan yang kemudian dilontarkan Budiman adalah, di era teknologi 4.0 hari ini masihkah Indonesia mampu menciptakan torehan-torehan khas Nusantara?
“Pancasila bisakah memberikan nilai-nilai dan kontribusi-kontribusi teknologi yang bisa kita kembangkan? Kewirausahaan sosial berbasis teknologi apa yang bisa kita kembangkan? Kalau di Amerika Serikat bisa dikembangkan private base technopreneurship dan di China dikembangkan state base technopreneurship, di Indonesia mungkin bisa dikembangkan community base technopreneurship. Mungkin inovasi-inovasi yang bisa dimunculkan di Indonesia bukanlah inovasi yang didukung korporasi besar, bukanlah inovasi yang didukung negara, tetapi kreativitas komunitas,” kata dia.
Masalah pendidikan
Pianis Ananda Sukarlan di hadapan kaum muda mengatakan, ada masalah serius dalam pendidikan di Indonesia di mana kita terlalu menerapkan metode yang hitam putih dan kaku, yang tidak membebaskan imajinasi anak tetapi cenderung mencekoki mereka dengan aneka macam pelajaran. Menurutnya, seharusnya imajinasi anak-anak dikembangkan secara bebas.
“Kita harus punya revolusi pendidikan, di mana pendidikan seni mesti diutamakan. Pendidikan di Indonesia itu merangsang otak kiri saja, semua harus logis. Kalau semua harus logis, maka akhirnya kita enggak punya imajinasi, kalau kita enggak punya imajinasi, maka kita tidak bisa menemukan hal-hal baru. Imajinasi jauh lebih penting daripada ilmu pengetahuan,” tegasnya.
Kita harus punya revolusi pendidikan, di mana pendidikan seni mesti diutamakan
Penyelenggaraan KBKM hari ketiga diisi dengan presentasi dari kelompok-kelompok. Terdapat empat kelompok besar yang mewakili ide besar yang diharapkan dapat diwujudkan sebagai solusi atas tantangan dalam pemajuan kebudayaan, yakni: purwarupa aplikasi (46 kelompok), purwarupa fisik (31 kelompok), aktivasi kajian (25 kelompok), dan aktivasi kegiatan (31 kelompok).
Kegiatan pada hari ketiga dilanjutkan dengan kuliah umum tentang sains (science), teknologi (technology), rekayasa (engineering), seni (art), dan matematika atau STEAM dan pemajuan kebudayaan yang dipaparkan oleh Budiman Sudjatmiko. Kuliah umum ini menjadi semacam panduan bagaimana inovasi-inovasi dari para peserta KBKM agar bisa diwujudkan guna mendorong pemajuan kebudayaan melalui STEAM.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berharap agar KBKM dapat diselenggarakan secara rutin dan terus dievaluasi. KBKM disebutnya menjadi salah satu upaya pemerintah untuk membudayakan STEAM khususnya di kalangan kaum muda, generasi penerus bangsa. "Mendarahdagingkan STEAM kepada masyarakat kita merupakan bagian dari gerakan budaya," ujarnya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengungkapkan, meskipun seleksi peserta KBKM mengakomodasi unsur representasi. Namun, proses seleksi peserta diupayakan obyektif dan memenuhi standar agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
"Kita berupaya mendorong inovasi teman-teman kaum muda ini. Karena mereka nantinya akan bertemu dengan teman-teman yang kurang lebih memiliki gairah dan kepedulian yang sama terkait pemajuan kebudayaan," ungkapnya.
KBKM merupakan inisiatif dan upaya yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan untuk mendorong dan sekaligus memperkuat upaya pemajuan kebudayaan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, melalui generasi muda. Sebagai generasi penerus dan pelaku kebudayaan di masa mendatang, para peserta ditantang untuk mengeksplorasi kreativitas dan kearifan-kearifan di sekitarnya untuk memajukan kebudayaan dengan cara-cara yang berorientasi dengan era kekinian.