Suhu bumi terus bertambah panas mencapai rekor tertinggi. Sejalan dengan kondisi global, suhu udara di Indonesia pada Juni meningkat dan terjadi kekeringan di sejumlah daerah.
JAKARTA, KOMPAS Suhu bumi bertambah panas. Data global yang dirilis sejumlah lembaga meteorologi dunia menunjukkan, suhu pada Juni 2019 mencapai rekor tertinggi dengan selisih 1,7 derajat celsius lebih panas daripada 140 tahun lalu.
Sejalan dengan data global, rekam data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan suhu di Indonesia pada Juni lebih tinggi ketimbang rata-rata tahunan. ”Pada Juni, suhu di Indonesia lebih tinggi 1,25 derajat celsius daripada periode 1981-2010. Itu terpantau di Jakarta, Sumatera, sebagian besar Kalimantan, dan Sulawesi,” kata Kepala Subbidang Informasi Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto, Senin (22/7/2019), di Jakarta.
Fenomena peningkatan rata-rata suhu terkait erat perubahan iklim global. ”Temperatur global ialah rerata dari semua tempat pengamatan di bumi, maka nilai suhu suatu tempat bisa lebih panas atau lebih dingin daripada global. Suhu Indonesia pada Juni sejalan dengan kondisi global,” katanya.
Menurut laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), dengan mengacu data lembaga meteorologi sejumlah negara, suhu di darat dan laut pada Juni mencapai rekor tertinggi sejak ada pencatatan. Suhu Juni 1,7 derajat celsius lebih panas daripada 140 tahun lalu.
Rekor suhu terpanas Juni ini terekam di Asia, Afrika, Amerika Selatan, utara Samudra Hindia, serta sebagian Samudra Pasifik dan Atlantik. Di Eropa, suhu harian 10 derajat celsius lebih panas daripada kondisi normal. India Meteorological Department melaporkan, India mengalami kekeringan dan suhu panas parah, bahkan suhu di Delhi 48 derajat celsius.
Tren kenaikan suhu terlihat dari data bahwa 9 dari rekor 10 suhu tertinggi terjadi sejak 2010. Kenaikan suhu global bukan satu-satunya penanda pemanasan global. Data Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional AS (NOAA) mencatat tutupan es di Antartika Juni 2019 lebih kecil 8,5 persen dibandingkan dengan tahun 1981-2010.
Kekeringan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, 1.821 desa di 75 kabupaten dan kota kini terdampak kekeringan. Ada 55 area di antaranya menetapkan status siaga darurat kekeringan, di antaranya di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pelaksana Harian Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo mengatakan, lebih dari 70 kabupaten terdampak kekeringan. Di antaranya Jabar 21 wilayah, Jawa Tengah (21), NTT (15), Jatim (10), dan Nusa Tenggara Barat 9 wilayah.
BNPB, BMKG, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menyiapkan operasi teknologi modifikasi cuaca bagi daerah yang kekeringan serta terancam gagal panen. Potensi awan hujan kurang dari 70 persen sehingga modifikasi cuaca belum bisa dilakukan.
Di Ponorogo, Jatim, misalnya, permintaan bantuan air bersih meningkat pada kemarau ini. Menurut Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Ponorogo Setyo Budiono, empat desa minta bantuan air bersih, yakni Desa Duri, Caluk, Gabel, dan Pandak. Adapun 10 kecamatan rawan kekeringan.
Sementara itu, kebakaran lahan di Kalimantan Tengah menghanguskan kebun sayur dan buah milik warga. Data Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana Kalteng menunjukkan, Juli ini terjadi 159 kali kebakaran di Kalteng seluas 418,96 hektar. Stasiun Meteorologi BMKG Kota Palangkaraya menunjukkan 21 titik panas di sejumlah daerah. (AIK/NIK/IDO)