WAMENA, KOMPAS Jumlah penduduk Kabupaten Nduga, Papua, yang mengungsi ke luar daerah belum terdata, begitu juga lokasi sebarannya. Di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, pengungsi sejauh ini diketahui tersebar di 36 tempat dan memerlukan bantuan segera.
Dalam siaran pers, Senin (22/7/2019), Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan telah menerima laporan dari tim Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial yang menyebut semua bantuan diterbangkan ke Wamena, pekan ini.
Penduduk Nduga meninggalkan daerah mereka menyusul tindakan tegas petugas keamanan terhadap kelompok kriminal bersenjata Egianus Kogoya sejak Desember 2018. Seperti diberitakan, beberapa informasi menyebut sejumlah pengungsi meninggal karena kelaparan. Namun, tak ada
kejelasan mengenai jumlahnya.
Bersama anggota tim sukarelawan Kabupaten Nduga dan para pegiat hak asasi manusia (HAM), Kompas mengunjungi sejumlah lokasi pengungsian warga Nduga di Wamena, Senin. Kompas juga mendatangi tujuh kuburan yang dilaporkan berisi jenazah pengungsi.
Pantauan bersama tokoh Gereja Katolik Pastor John Jonga Pr serta Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem, ada sekitar 40 warga asal Nduga di Distrik Walesi, Wamena. Mereka tinggal berdesakan di tiga rumah nonpermanen milik kerabat.
Di Kampung Pintas, Distrik Napua, ada sekitar 100 warga di sembilan rumah. Setiap rumah diisi 3-4 keluarga, sedangkan setiap keluarga terdiri dari 6-12 orang.
Gilion Kogoya, pengungsi, mengatakan, ia bersama 72 orang berjalan kaki sebulan dari Distrik Mugi, Nduga, menuju Wamena. Di perjalanan, seorang warga lanjut usia meninggal akibat kelelahan dan lapar. ”Kami tak tahan konflik kedua pihak. Kami berjalan kaki melewati hutan dan mendaki gunung menyelamatkan diri ke Wamena,” tuturnya.
Kones Kogoya, tokoh agama asal Distrik Mugi yang turut mengungsi ke Wamena, mengatakan, pengungsi perlu makanan, kebutuhan ibu dan anak, obat-obatan, serta selimut. ”Selama ini minim bantuan dari Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Nduga. Kami sering harus menahan rasa lapar dan hanya mengonsumsi air putih,” ungkapnya.
Paket bantuan
Menurut Menteri Sosial, bantuan yang akan diterbangkan ke Wamena, pekan ini, meliputi 250 paket perlengkapan bermain, 250 paket perlengkapan belajar anak, 30 paket perlengkapan olahraga, dan 850 paket barang kebutuhan kelompok rentan (anak balita, lansia, kebutuhan khusus).
Agus menjelaskan, penanganan korban konflik Nduga harus melibatkan pemerintah pusat, pemda, dan TNI-Polri. Pemerintah berhati-hati karena penanganannya berbeda dengan penanganan korban bencana alam.
Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat mengakui, pemerintah terkendala mendata pengungsi. Banyak pengungsi tinggal di rumah kerabat.
Menurut data Kemensos, diperkirakan 2.000 pengungsi tersebar di Distrik Mbua, Distrik Yal, dan Distrik Mbulmu Yalma di Kabupaten Nduga serta sejumlah distrik di Jayawijaya. Lebih dari 600 siswa SD, SMP, dan SMA terdata di Distrik Mbua, Yal, dan Mbulmu Yalma. Jumlah siswa pengungsi di Jayawijaya belum diketahui.
Hingga kemarin, Pemkab Jayawijaya belum mengetahui masalah pengungsi Nduga. ”Kami belum menerima laporan,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jayawijaya Ernawati Tappi.
John Jonga berharap pemerintah pusat dan daerah segera turun tangan. Jangan sampai ada kesan warga Nduga yang mengungsi tak tertangani. ”Jika tak ada bantuan pemerintah, kian banyak warga Nduga meninggal karena kondisi tubuh mereka melemah. Hal ini akan menjadi sorotan publik internasional,” kata penerima Yap Thiam Hien Award 2009 itu.
Theo Hesegem berharap pemerintah tak melihat pengungsi itu secara politis, tetapi sebagai masalah kemanusiaan yang perlu ditangani. ”Penanganan masalah pengungsi Nduga harus independen dan tak boleh bermotif politik. Mereka juga bagian dari NKRI yang harus diperhatikan,” ujarnya. (FLO)