Pemerintah siap merespons secara terukur untuk melindungi pertumbuhan ekonomi domestik dari perlambatan ekonomi global. Untuk mengejar pertumbuhan investasi, kebijakan fiskal akan diramu untuk mengimbangi stimulus moneter dari bank sentral.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah siap merespons secara terukur untuk melindungi pertumbuhan ekonomi domestik dari perlambatan ekonomi global. Untuk mengejar pertumbuhan investasi, kebijakan fiskal akan diramu untuk mengimbangi stimulus moneter dari bank sentral.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Kementerian Keuangan akan berbenah untuk meningkatkan daya saing investasi. Selain memperbaiki unsur-unsur kemudahan investasi, pemerintah siap menambah insentif untuk mendukung pelaku usaha dan industri di dalam negeri.
”Kebijakan fiskal akan fokus mendukung momentum pertumbuhan investasi di semester II-2019,” ujarnya saat menyampaikan laporan Semester I dan Prognosis Semester II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, di Kompleks DPR, Jakarta, Senin (22/7/2019).
Dalam laporan semester I APBN 2019, investasi di Indonesia tumbuh 5,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada semester II-2019, pemerintah mengejar pertumbuhan investasi hingga mencapai 6,1 persen. Hal ini dilakukan agar sepanjang 2019 pertumbuhan dapat mencapai 5,7 persen.
Sri Mulyani optimistis target pertumbuhan investasi dapat dicapai mengingat pemerintah telah mengeluarkan sejumlah stimulus fiskal berupa insentif bagi industri.
Saat ini, berbagai langkah untuk mendorong masuknya investasi telah dilakukan, mulai dari insentif perpajakan hingga kemudahan izin berinvestasi melalui Online Single Submission (OSS). Bahkan, pemerintah juga rela memotong pajak industri hingga 300 persen, dengan syarat, industri tersebut terlibat dalam pengembangan vokasi dan inovasi.
”Kombinasi antara penyesuaian dari sisi kebijakan investasi dan penurunan suku bunga acuan BI diharapkan mampu meningkatkan realisasi investasi di sepanjang semester II-2019,” kata Sri Mulyani.
Kombinasi antara penyesuaian dari sisi kebijakan investasi dan penurunan suku bunga acuan BI diharapkan mampu meningkatkan realisasi investasi di sepanjang semester II-2019.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 0,25 persen menjadi 5,75 persen pada pekan lalu akan menarik kembali investasi yang sempat mandek pada semester I-2019.
”Penurunan suku bunga acuan BI dapat memantik investasi ke dalam negeri karena biaya peminjaman dana bagi swasta dan pemerintah akan turun,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang triwulan I-2019, total realisasi investasi tercatat hanya Rp 195,1 triliun atau tumbuh 5,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Angka pertumbuhan investasi itu lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan I-2018 yang tumbuh 11,8 persen secara tahunan.
Pemangkasan suku bunga acuan BI pada Juli 2019 adalah yang pertama kali sejak delapan bulan lalu atau November 2018 ketika suku bunga kebijakan secara bertahap naik 1,75 persen ke level 6 persen. Waktu itu kenaikan suku bunga acuan salah satunya untuk membendung keluarnya aliran modal asing dari pasar portofolio.
Potensi penurunan
Di tempat yang sama, Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan sinyal, BI dapat menurunkan suku bunga acuan pada sisa tahun ini jika laju inflasi terkendali. Kebijakan suku bunga acuan tetap akan berpihak untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
”Untuk pelonggaran kebijakan moneter tetap terbuka, baik itu dari kebijakan likuiditas maupun penurunan suku bunga acuan lebih lanjut,” kata Perry.
Reaksi pelaku pasar terhadap keputusan BI untuk memangkas suku bunga acuan pada pekan lalu cukup positif.
Hal tersebut terlihat dari pergerakan kurs rupiah yang berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menguat 13 poin ke posisi Rp 13.963 per dollar AS. Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terapresiasi 30,25 poin dari posisi Kamis lalu ke posisi 6.433,54 pada perdagangan Senin ini.
Perry mengatakan, pada semester II-2019, proyeksi parameter ekonomi makro BI tidak jauh berbeda dengan pemerintah. ”Pertumbuhan ekonomi di semester II-2019 akan lebih baik, inflasi rendah, kurs rupiah menguat, suku bunga akan lebih rendah,” ujarnya.
Pertumbuhan meleset
Secara keseluruhan, pemerintah dan Badan Anggaran Dewan DPR menyepakati pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan mencapai 5,2 persen. Proyeksi tersebut lebih rendah daripada asumsi dalam APBN yang mencapai 5,3 persen.
Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan DPR menyepakati pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan mencapai 5,2 persen. Proyeksi tersebut lebih rendah daripada asumsi dalam APBN yang mencapai 5,3 persen.
Sri Mulyani mengakui, faktor pendorong pertumbuhan dari sisi ekspor berat untuk dipacu tetap tinggi. Meski pemerintah berusaha mendorong daya saing, kinerja ekspor masih akan sangat dipengaruhi kondisi perekonomian global yang memang diperkirakan lebih lesu.
”Adapun di sisi produksi, kondisi kapasitas produksi Indonesia semakin mengecil sehingga diperlukan upaya untuk menambah kapasitas agar momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga,” ucapnya.
Anggota Badan Anggaran DPR, Iskandar Syaichu, mengatakan, dukungan pemerintah untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi diharapkan dapat mendorong perekonomian pada semester II-2019.
”Terjaganya stabilitas makro juga diharapkan dapat tetap menjaga pertumbuhan ekonomi dalam negeri di tengah risiko ketidakpastian ekonomi global,” ujarnya.