Pemberhentian 1.692 guru SD dan SMP di Kabupaten Simalungun tidak saja meresahkan dan mengganggu aktivitas belajar, tetapi juga mengusik rasa kemanusiaan.
PEMATANG RAYA, KOMPAS Berbagai pihak mendesak Bupati Simalungun JR Saragih mencabut surat keputusan pemberhentian 1.692 guru SD dan SMP dari jabatan fungsionalnya karena belum bergelar S-1. Pemberhentian itu meresahkan dan membuat aktivitas belajar- mengajar di Simalungun, Sumatera Utara, terganggu.
Beberapa guru yang ditemui Kompas mengaku tidak berani terbuka. Mereka mengaku terkejut karena SK pemberhentian itu begitu mendadak dan keluar saat menjelang libur sekolah. Pemberhentian tersebut efektif berlaku 26 Juni 2019.
Mereka bingung karena banyak di antara para guru sudah S-1. Para guru kini menyiapkan berkas-berkas yang dianggap perlu untuk diserahkan ke dinas agar pendidikan S-1 mereka diakui. Sesuai dengan SK, para guru mendapat kesempatan untuk mengurus gelar pendidikan S-1-nya hingga November 2019.
Guru SD kurang
Ketua Fraksi Nasional Demokrat DPRD Simalungun Bernard Damanik mengatakan, SK terbit tiga kali. Dari 1.692 guru yang diberhentikan, terdapat 703 guru yang diberhentikan permanen dan 992 guru yang diberhentikan sementara.
Guru yang diberhentikan permanen adalah guru yang baru menamatkan pendidikan SMA. Guru yang diberhentikan sementara adalah yang menempuh pendidikan diploma.
Namun, ternyata 75 persen guru yang diberhentikan sudah menempuh pendidikan S-1. Mereka juga sudah mengikuti sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi, tetapi belum mencantumkan gelarnya.
Pendamping guru dari Aliansi Mahasiswa Siantar-Simalungun, Alboin Samosir, mengatakan, para guru ketakutan untuk berbicara soal ini. Banyak yang tidak lagi mengajar, terutama guru-guru SD. Dampaknya, banyak SD yang kini kekurangan guru.
Belakangan, muncul edaran dari dinas pendidikan meminta kepala SD yang kekurangan guru untuk memenuhi kebutuhan guru dengan menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
”Kami menyayangkan penghentian ini karena mengabaikan profesionalitas dan pengabdian guru. Rata-rata guru yang diberhentikan sudah berusia 55 tahun lebih,” katanya.
Dalam Rapat Paripurna DPRD Simalungun, Rabu lalu, Bupati Simalungun diminta membatalkan SK tersebut. Sekretaris Daerah Kabupaten Simalungun Gideon Purba, saat dikonfirmasi, belum bersedia memberikan tanggapan. Pihaknya akan berkoordinasi dulu dengan dinas terkait.
”Saya akan memanggil kepala dinas pendidikan untuk menjelaskan hal ini,” ujarnya. (WSI/NSA)