Kejuaraan-kejuaraan besar mengasah mental pemain menjadi lebih kuat, sekaligus mampu membenahi kesalahan dalam hitungan detik. Dalam bulu tangkis, yang berlangsung sangat cepat, kemampuan itu menjadi faktor penting untuk memetik kemenangan dalam situasi sulit dan tertekan.
JAKARTA, KOMPAS - Berjuang terus saat pertandingan belum selesai dan punya mental juara menjadi prinsip Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan saat menghadapi momen kritis dalam pertandingan. Untuk melakukan itu, mereka pun harus punya kemampuan untuk melupakan kesalahan hanya dalam beberapa detik.
Itu dilakukan ganda putra berjulukan “The Daddies” tersebut untuk lolos ke semifinal kejuaraan bulu tangkis Blibli Indonesia Terbuka 2019 di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta. Kemenangan, 21-15, 9-21, 22-20, atas Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe (Jepang) pada perempat final, Jumat (19/7/2019), didapat setelah Hendra/Ahsan menggagalkan match point lawan pada gim ketiga.
Ketika tinggal membutuhkan dua poin lagi untuk menang, 19-14, Hendra/Ahsan justru berada di ambang kekalahan. Endo/Watanabe mendapat match point, 20-19, dengan merebut enam poin beruntun.
Suasana gembira yang tadinya terasa di Istora, dengan teriakan “Indonesia!” dan lagu-lagu perjuangan diiringi tabuhan kendang, berubah menjadi tegang. Mereka yang tak dapat menahan ketegangan, bahkan, memilih keluar stadion.
Teriakan penonton, yang membuat obrolan dengan orang yang duduk bersebelahan tak terdengar, memuncak pada perebutan tiga poin terakhir. Hendra/Ahsan merebut tiga poin itu dan menjadi wakil pertama Indonesia untuk semifinal.
Ahsan melampiaskan emosinya dengan berteriak sambil mengepalkan tangan, sementara Hendra yang berkarakter lebih tenang hanya tersenyum. Ahsan pun menyebut hasil itu sebagai kemenangan krusial.
“Saya yakin, pengalaman kami cukup berpengaruh pada momen seperti tadi. Selama pertandingan belum selesai, kami tetap berjuang,” kata Hendra yang menjadi pemain pelatnas sejak 2002 dan berpasangan dengan Ahsan pada 2012. Sebelumnya, ayah dari tiga anak ini bermain bersama Markis Kido.
Bersama dua rekannya itu, Hendra mengharumkan nama Indonesia dengan meraih emas Olimpiade Beijing 2008 (bersama Kido), juara dunia 2007 (Kido), juara dunia 2013 dan 2015 (Ahsan), serta juara All England 2014 dan 2019 (Ahsan).
Pengalaman menjuarai ajang-ajang besar itu pun membuat mereka belajar mengatasi momen kritis. Dalam posisi tertekan, mereka harus cepat melupakan kesalahan, bahkan, dalam hitungan detik.
Hendra misalnya, segera melupakan kesalahan ketika kok dari smes ketujuh yang dilakukan secara beruntun jatuh di luar lapangan. Ini membuat Endo/Watanabe mendapat match point. “Saya harus langsung fokus lagi pada perebutan poin berikutnya, jangan mengingat yang sebelumnya,” katanya.
Cara mengatasi tekanan itu tak muncul begitu saja. Pemain berusia 34 tahun itu juga pernah mengalami masa sulit ketika dihadapkan pada momen kritis, terutama saat perebutan poin berjalan ketat menjelang akhir permainan. Seiring bertambahnya pengalaman, dia pun bisa mengatasi kesulitan itu.
“Jangan takut kalah,” kata Hendra. “Saat pertandingan belum berakhir, jangan berpikir tentang skor. Jangan mikir, ‘Bagaimana kalau saya salah?’. Dulu saya seperti itu hingga tidak bisa fokus pada permainan. Saat ini, saya punya prinsip jangan takut kalah selama pertandingan belum selesai”.
Pelatih ganda putra pelatnas bulu tangkis, Herry Iman Pierngadi, mengatakan, kemampuan pemain mengatasi momen kritis tak muncul begitu saja. Pengalaman bertanding yang menempa semua sisi kekurangan dan kelebihan atlet menumbuhkan kemampuan itu.
Ketenangan, seperti karakter yang dimiliki Hendra, bisa menjadi salah satu keuntungan, tetapi bukan satu-satunya modal. Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, dengan karakter yang lebih meledak-ledak, dinilai Herry, punya kemampuan yang sama untuk mengatasi situasi sulit.
“Kuncinya adalah mental juara, jangan berhenti mencoba sebelum pertandingan selesai. Hendra/Ahsan dan Kevin/Marcus punya kemampuan itu meski dengan karakter berbeda. Ini yang masih harus dipelajari pemain lain” kata Herry.
Tinggal ganda putra
Ganda putra menjadi satu-satunya nomor yang masih menyisakan wakil Indonesia melalui kemenangan Hendra/Ahsan dan Kevin/Marcus. Setelah menang atas Ou Xuan Yi/Zhang Nan (China), 21-12, 21-16, Kevin/Marcus akan berhadapan dengan pemain China lainnya, Li Junhui/Liu Yuchen.
Akan tetapi, langkah mereka tak dapat diikuti Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang kalah dari Takuro Hoki/Yugo Kobayashi (Jepang), 19-21, 12-21. Padahal, semifinal sesama Indonesia sebenarnya berpeluang terjadi jika Fajar/Rian menang. Undian bisa mempertemukan mereka dengan Hendra/Ahsan di semifinal.
Wakil pada tunggal putra, Jonatan “Jojo” Christie, dan Tontowi “Owi” Ahmad/Winny Oktavina Kandow (ganda campuran), yang juga tampil pada perempat final, tersisih. Jojo dihentikan Chou Tien Chen (Taiwan), 21-16, 18-21, 14-21, hingga gagal mengulangi sukses ketika menang atas Chou pada final Asian Games Jakarta Palembang 2018.
Adapun Owi/Winny kalah dari unggulan kelima, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia), 11-21, 21-14, 14-21.