Di antara pemain dan ofisial tim nasional Senegal, hanya ada satu orang yang berlari dengan tegar mengumpulkan mereka di tengah lapangan dan memberikan motivasi. Dia adalah Cisse.
Oleh
prayogi dwi sulistyo
·3 menit baca
KAIRO, SABTU — Pelatih Senegal Aliou Cisse tetap tegar saat timnya kebobolan di menit ke-2 dari Aljazair pada final Piala Afrika 2019 di Stadion Internasional, Kairo, Mesir, Sabtu (20/7/2019). Ia tetap memimpin anak asuhnya yang berusaha mengatasi ketertinggalan walaupun pada akhirnya Aljazair yang berhak mengangkat piala setelah unggul dengan skor 1-0.
Cisse pernah mengalami pengalaman menyakitkan saat masih menjadi pemain Senegal ketika timnya kalah dari Kamerun di partai final Piala Afrika 2002 melalui adu penalti. Pengalaman tersebut membuatnya tegar dan berusaha menenangkan para pemainnya yang terlihat putus asa dengan tatapan kosong.
”Kami kebobolan gol sangat awal dan secara keseluruhan saya pikir kami pantas menyamakan kedudukan, tetapi itu tidak terjadi,” kata kapten Senegal pada tahun 2002 itu.
Aljazair mencetak gol cepat pada menit ke-2 melalui tendangan jarak jauh Baghdad Bounedjah yang gagal dihadang Salif Sane. Tendangan Bounedjah membentur kaki Sane dan melintasi kiper Alfred Gomis yang hanya melihat bola masuk ke gawangnya.
Sejak gol tersebut, ”Singa Teranga” menggempur habis-habisan pertahanan ”Rubah Gurun” yang kokoh. Senegal menguasai bola hingga 63 persen dan melepaskan 12 tendangan. Tiga di antaranya mengarah ke gawang. Sebaliknya, gol tersebut adalah satu-satunya peluang yang diciptakan Aljazair.
Senyum pemain dan pendukung Senegal merekah saat wasit asal Kamerun, Neant Alioum, menunjuk titik penalti pada menit ke-59 setelah bola mengenai tangan Adlene Guedioura. Keputusan tersebut diprotes para pemain Aljazair dan Alioum berlari melihat tayangan VAR (video assistant referee). Setelah melihat dengan saksama, ia berlari ke tengah lapangan dan membatalkan penalti.
Raut wajah kecewa pun terpancar lagi dari para pemain dan pendukung Senegal. Hanya Cisse yang tampak paling tegar. Ia meminta para pemainnya kembali fokus ke permainan.
Singa Teranga kembali mengepung pertahanan Aljazair. Namun, Riyad Mahrez mampu memimpin rekan-rekannya menjaga keunggulan hingga peluit akhir dibunyikan Alioum.
Pemain Senegal pun berjatuhan. Penyerang Liverpool, Sadio Mane, hanya bisa menatap kosong sekelilingnya. Ia gagal meraih ambisinya untuk mengawinkan trofi Piala Afrika dengan Liga Champions yang sudah diraihnya pada bulan lalu.
Di antara pemain dan ofisial tim nasional Senegal, hanya ada satu orang yang berlari dengan tegar mengumpulkan mereka di tengah lapangan dan memberikan motivasi. Dia adalah Cisse. ”Saya ingin memberi selamat kepada para pemain saya. Kami telah bekerja sama sejak lama untuk Piala Afrika ini dan kami menginginkannya, tetapi tidak berjalan sesuai keinginan kami,” ujar Cisse.
Di antara para pemain dan ofisial tim nasional Senegal, hanya ada satu orang yang berlari dengan tegar mengumpulkan mereka di tengah lapangan dan memberikan motivasi. Dia adalah Cisse.
Para pemain Senegal pun tampak lebih tegar dari sebelumnya. Mereka berjalan ke podium menerima medali perak dengan lapang dada. Mereka juga menghampiri para pemain Aljazair yang tampil gemilang sepanjang turnamen berlangsung.
Dari tujuh pertandingan yang dilakoni Aljazair, mereka belum terkalahkan. Rubah Gurun hanya mengalami satu kali seri saat melawan Pantai Gading pada babak perempat final. Dalam pertandingan tersebut, Aljazair menang adu penalti dengan skor 4-3.
Penampilan Aljazair juga mengagumkan. Mereka mampu mencetak 13 gol dan hanya kebobolan dua gol. Trofi Piala Afrika tahun ini menjadi gelar kedua setelah berhasil meraihnya pada 1990 lalu.
”Saya sangat senang. Seluruh bangsa kita, orang-orang kita, sudah menunggu bintang kedua ini untuk waktu yang lama,” kata Pelatih Aljazair Djamel Belmadi.
Perjuangan Belmadi membangun tim nasional Aljazair cukup keras. Ia mengambil alih tim dalam keadaan kacau pada Agustus lalu. Dalam tiga tahun terakhir, Aljazair telah mempekerjakan tujuh pelatih.
Belmadi mewarisi tim yang gugur di babak penyisihan Piala Afrika 2017 dan hancur pada kualifikasi Piala Dunia 2018. Ia juga hanya memiliki waktu selama 10 bulan untuk persiapan Piala Afrika.
”Saya mengambil alih tim yang benar-benar berjuang untuk melakukan apa yang mampu kami lakukan dan menempatkan diri di puncak Afrika dalam 10 bulan, sungguh luar biasa,” ujar pelatih kelahiran Perancis yang memilih kewarganegaraan Aljazair tersebut. (AFP/AP/REUTERS)