JAKARTA, KOMPAS — Banjir masih berpotensi mengancam wilayah DKI Jakarta saat musim penghujan tiba. Salah satu potensi banjir berasal dari Sungai Ciliwung yang belum dinormalisasi karena terkendala pembebasan lahan.
Padahal, pada bulan April 2019 lalu, ada 21 titik banjir di sekitar bantaran Ciliwung yang menyebabkan ribuan rumah warga terendam banjir.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Bambang Hidayah, di Jakarta, Jumat (19/7/2019), mengatakan, normalisasi Sungai Ciliwung tidak dapat dilaksanakan pada musim kemarau ini. BBWSCC masih menunggu proses pembebasan lahan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
"Kami akan mengajukan normalisasi kalau lahannya sudah dibebaskan," kata Bambang.
Lahan yang sudah dibebaskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru 271 bidang atau hanya cukup untuk menormalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 2 kilometer (km). Secara keseluruhan, panjang Sungai Ciliwung yang perlu dinormalisasi mencapai 19,9 km.
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali, menambahkan, belum selesainya pembebasan lahan di bantaran Ciliwung menyebabkan banjir masih akan mengancam Jakarta saat musim penghujan nanti. Padahal, normalisasi Sungai Ciliwung berperan untuk mencegah longsor yang mengancam properti di bantaran sungai.
"Normalisasi juga untuk mengembalikan kapasitas angkut sungai. Targetnya kalau terlaksana, kapasitas tampung Ciliwung akan meningkat dari 250 meter kubik per detik menjadi 570 meter kubik per detik," kata Firdaus.
Belum selesainya pembebasan lahan di bantaran Ciliwung menyebabkan banjir masih akan mengancam Jakarta saat musim penghujan nanti.
Peningkatan kapasitas tampung Sungai Ciliwung berperan mencegah luapan banjir di sejumlah tempat yang biasanya terendam banjir saat terjadi curah hujan ekstrem. Normalisasi juga bertujuan memperlebar aliran Sungai Ciliwung yang menyempit dan mendangkal karena masalah sampah dan endapan.
Firdaus menambahkan, normalisasi Sungai Ciliwung sudah terhenti sejak 2017. Padahal, sesuai kesepakatan, tanggungjawab pembebasan lahan dibebankan kepada Pemprov DKI Jakarta.
"Gubernur (DKI Jakarta) tidak mampu membebaskan lahan sehingga terhenti. Jadi antisipasi untuk menghadapi banjir ke depan tidak sesuai rencana," kata Firdaus.
Sementara, Kepala Dinas Sumber Daya Air Pemprov DKI Jakarta Juaini Yusuf, saat dihubungi terpisah, mengakui kalau pembebasan lahan memang menjadi tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta. "Saya mau cek datanya dulu," kata Juani.
Warga khawatir
Di bantaran Sungai Ciliwung, sebagian warga berharap ada solusi dari pemerintah agar luapan banjir yang sering terjadi saat musim hujan bisa diminimalisir. Harapan itu disampaikan warga yang pernah terdampak luapan sungai Ciliwung pada April 2019, yaitu di daerah Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Nurhayati (24), warga RT 005 RW 008, Kelurahan Pejaten Timur, Pasar Minggu, masih ingat kejadian banjir kiriman yang merendam sejumlah rumah warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung pada 26 April silam.
“Saat itu, bersama anak saya yang berumur 4 tahun dan beberapa warga harus mengungsi karena daerah kami salah satu yang paling parah. Tinggi air bisa sampai 3 meter lebih,” ujarnya.
Rani (30), warga lain menambahkan, akibat luapan sungai Ciliwung, salah satu bagian rumahnya rusak. Ia mengaku sudah lelah mengungsi.
Hal itu karena setiap kali Sungai Ciliwung meluap, dia harus mengungsi. Banjir juga membuat warga menderita karena mereka kesulitan mendapatkan air bersih.