Pemkot Tangerang dan Kemenkumham Cabut Laporan
TANGERANG, KOMPAS - Kepolisian Metro Tangerang menghentikan proses hukum kasus sengketa lahan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Kota Tangerang, setelah Pemerintah Kota Tangerang dan Kementerian mencabut laporan gugatan masing-masing.
Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang telah mencabut aduannya, Kamis (18/7/2019). Adapun Kemenkumham melakukan hal sama, Jumat (19/7).
Pencabutan berkas laporan pengaduan sesuai kesepakatan bersama yang difasilitasi Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Kamis.
"Jadi, adanya pencabutan laporan ini, selanjutnya akan dilakukan penghentian penyelidikan. Sejauh ini, kasus konflik lahan dan adanya saling lapor ini baru dalam tahap penyelidikan, belum penyidikan," kata Kepala Bagian Humas Polres Metro Tangerang, Komisaris Abdul Rachim kepada wartawan di Kantor Polres Metro Tanggerang, Jalan Daan Mogot, Kota Tangerang, Jumat.
Dalam pencabutan laporan gugatan, Pemkot Tangerang diwakili oleh Kepala Bagian Hukum, Budi Arief. Pemkot memasukkan laporan gugatan pada Rabu (17/7/2019). Pemkot Tangerang mencabut laporan dengan alasan permasalahan telah diselesaikan dengan cara mediasi di Kementerian Dalam Negeri, Kamis sore. Surat pernyataan pencabutan laporan ditandatangani Yudith Daryadi, Budhi Dharmawanto Arief, serta Titto Chairil Yustiadi.
Sebaliknya, Kemenkumham melaporkan Pemkot Tangerang, Selasa (16/7/2019). Dalam surat pernyataan, Kemenkumham menyatakan pencabutan laporan itu lantaran permasalahan telah diselesaikan secara mufakat. Surat pernyataan pencabutan Kemenkumham itu ditandatangani Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerjasama selaku kuasa Menkumham, Bambang Wiyono.
Kepada wartawan di Polres Metro Tangerang, Jumat, Bambang menjelaskan, sejak awal pihaknya tidak ingin lahan Kemenkumham tidak berlarut-larut sampai menjadi polemik dan segera selesai.
Bambang menjelaskan, lahan yang dikuasai pihak lain juga harus sesuai prosedur, jika mekanisme pelimpahan lahan melalui hibah harus sesuai dengan aturan hibah. Begitu juga dengan pelimpahan lahan dengan mekanisme lainnya.
"Jadi itu harus sesuai ketentuan. Jangan sampai timbul temuan, menjadi catatan buruk bagi Kumham. Masa Kumham tidak taat pada hukum," papar Bambang.
Kasus konflik dengan Pemkot Tangerang, lanjut Bambang setidaknya menjadi introspeksi untuk kedua pihak.
Lahan Kemenkumham di Tangerang, menurut Bambang harus sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum.
"Dari peristiwa ini, penting untuk introspeksi seluruh aset-aset Kemenkumham yang ada di wilayah Tangerang ini. Semua harus ditata dengan baik sesuai dengan administrasi negara," ujar Bambang.
Begitu juga, lanjut Bambang, tanah Kemenkumham yang dikuasai oleh pihak lain harus sesuai prosedur.
"Baik itu melalui mekanisme hibah atau apapun, jadi harus sesuai ketentuan. Jangan sampai timbul temuan, menjadi catatan buruk bagi Kemenkumham. Masa Kemenkumham tidak taat pada hukum," kata Bambang.
Sengketa bermula karena Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan meresmikan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dan Politeknik Imigrasi milik Kemenkumham di Jalan Satria Sudirman, Tanah Tinggi, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Sabtu (9/7/2019). Dalam sambutannya, Menhukham sempat mengatakan, IMB bangunan itu belum dikantongi karena Wali Kota Tangerang belum memberikannya.
Berdasarkan peraturan tata ruang, lahan itu merupakan lahan pertanian.
Pemkot Tangerang juga memboikot pelayanan lampu penerangan jalan umum, perbaikan jalan dan drainase, serta pengangkutan sampah di perkantoran Kemenkumham di wilayah itu karena sejauh ini mereka belum pernah membayar retribusi ke Pemkota Tangerang.
Perhatikan RTRW dan RDTR
Pemerhati masalah perkotaan dari Universitas Trisakti Jakarta, Nirwono Joga mengapresiasi upaya damai dengan saling mencabut laporan di Polres Metro Tangerang.
"Tentunya diapresiasi perdamaian yang terjadi antara Pemkot Tangerang dan Kemenkumham. Akan tetapi, hal ini menunjukkan rencana tata ruang, baik RTRW dan RDTR) gagal menjadi panduan bersama yang harus dipatuhi oleh seluruh pihak, termasuk pemerintah pusat dan lembaga hukum tanpa terkecuali karena pada akhirnya justru RTRW dan RDTR nya yang harus direvisi. Artinya, memutihkan pelanggaran," kata Nirwono, Jumat.
Jika hal tersebut terjadi, lanjut Nirwono, menjadi preseden buruk dalam penataan kota di daerah. Nirwono prihatin karena hal tersebut dapat menjadi contoh ke daerah lainnya.
Nirwono mengatakan, perdamaian atas penyelesaian sengketa lahan di Kota Tangerang ini dan koordinasi yang disepakati tersebut seharusnya berupa evaluasi kembali rencana pembangunan politeknik terhadap tata ruang Kota Tangerang.
Kalau memang peruntukannya untuk ruang terbuka hijau berarti tetap harus ditaati dan Pemerintah Kota Tangerang tidak boleh menerbitkan IMB.
Selanjutnya, Pemkot Tangerang dapat menawarkan kerjasama membangun Politeknik dan sesuai RTRW dan RDTR.