Ganda putra Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan menjadi wakil Indonesia pertama yang lolos ke semifinal turnamen bulu tangkis Blibli Indonesia Terbuka 2019. Ini menjadi semifinal kelima dua ayah yang karena statusnya itu mendapat julukan ”The Daddies” dari penggemar bulu tangkis Indonesia.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ganda putra Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan menjadi wakil Indonesia pertama yang lolos ke semifinal turnamen bulu tangkis Blibli Indonesia Terbuka 2019. Ini menjadi semifinal kelima dua ayah yang karena statusnya itu mendapat julukan ”The Daddies” dari penggemar bulu tangkis Indonesia.
Pada laga menegangkan selama 1 jam 3 menit di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (19/7/2019), Hendra/Ahsan mengalahkan pasangan Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe, 21-15, 9-21, 22-20, pada perempat final. Lawan mereka pada laga empat besar adalah pemenang antara persaingan pemain Indonesia-Jepang lainnya, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto melawan Takuro Hoki/Yugo Kobayashi. Perempat final Fajar/Rian melawan Hoki/Kobayashi berlangsung Jumat malam.
”Alhamdulillah, kami bersyukur bisa melewati laga krusial,” kata Ahsan. Pemain berusia 31 tahun tersebut menggunakan kata krusial karena harus melewati perempat final yang tak mudah. Mereka, bahkan, berhadapan dengan match point lawan pada gim ketiga. Endo/Watanabe, yang juga dikalahkan Hendra/Ahsan pada final Selandia Baru Terbuka, Mei, meraih match point pada skor 20-19.
Keunggulan yang tinggal membutuhkan satu poin lagi untuk menang itu didapat setelah mereka tertinggal 14-19. ”Saat itu kami ingin cepat-cepat menang, mainnya jadi kurang sabar. Tapi, kami tetap berusaha selama pertandingan belum selesai,” kata Hendra.
Hendra/Ahsan sebenarnya memulai permainan dengan baik. Mereka langsung unggul 5-1, tiga di antaranya melalui kejelian dalam menempatkan pengembalian servis. Pada gim pembuka ini, tujuh poin didapatkan dari pengembalian servis ganda peringkat keempat dunia itu, baik melalui winner maupun pukulan yang tak dapat dikembalikan lawan.
”Kami memanfaatkan itu. Saat bisa meraih poin dengan lebih cepat, kenapa tidak. Apalagi, Jepang memiliki pertahanan kuat saat diajak reli,” ujar Hendra.
Namun, kondisi berbeda terjadi pada gim kedua. Hendra/Ahsan kesulitan keluar dari tekanan lawan yang jarang memberi kesempatan untuk menyerang. Ganda senior Indonesia itu hanya unggul saat meraih poin pertama.
Kami ingin menunjukkan bahwa kami masih bisa bersaing dengan pemain-pemain yang lebih muda.
Istora kembali riuh oleh teriakan ”Indonesia! Indonesia!” diiringi kerasnya suara balon tepuk dari penonton pada gim ketiga. Ini karena juara dunia 2013 dan 2015 itu unggul dengan selisih hingga tujuh poin. Mereka, bahkan, tinggal membutuhkan dua angka untuk menang saat skor 19-14.
Namun, laga tak secepat yang diharapkan pendukung Indonesia. Endo/Watanabe, peringkat keenam dunia, membuat cemas penonton dan tim Indonesia ketika berbalik unggul 20-19.
Harapan melihat Hendra/Ahsan menang muncul kembali ketika kesalahan dibuat Endo. Kok yang diarahkan ke belakang jatuh di luar lapangan. Namun, kepastian perubahan skor ditentukan melalui tayangan ulang karena pemain Jepang meminta ”challenge”.
Saat tayangan ulang memperlihatkan kok jatuh di luar lapangan, teriakan penonton memekakkan telinga. Teriakan yang membuat obrolan dengan penonton yang duduk bersebelahan tak terdengar jelas dan hingga menyakitkan di telinga itu terjadi saat ”The Daddies” berbalik unggul 21-20.
Reli pada perebutan poin tersebut menyuguhkan ketegangan ketika banyak pukulan yang seharusnya mati, tetapi masih dapat dikembalikan oleh keempat pemain. Indonesia memenangi reli tersebut melalui kejelian Ahsan yang menempatkan kok pada tempat kosong di tengah rapatnya pertahanan lawan.
Ketika kok dari pukulan Watanabe, untuk mengembalikan servis dari Hendra, jatuh di luar lapangan, Istora pun bergemuruh. Ahsan meluapkan emosinya sambil berteriak dan mengepalkan tangan, lalu berpelukan dengan Hendra yang selalu bersikap lebih tenang. Hanya senyum yang menggambarkan kegembiraan Hendra.
Ini menjadi semifinal kelima Hendra/Ahsan pada 2019 dari 10 turnamen. Mereka mencapai tahap yang sama atau lebih baik saat tampil pada final Indonesia Masters, juara All England, final Singapura Terbuka, dan juara Selandia Baru Terbuka.
”Kami ingin menunjukkan bahwa kami masih bisa bersaing dengan pemain-pemain yang lebih muda. Lolos ke Olimpiade Tokyo 2020 juga menjadi motivasi,” kata Hendra.
Owi/Winny tersingkir
Indonesia akhirnya tak menyisakan satu wakil pun pada ganda campuran dengan kekalahan Tontowi ”Owi” Ahmad/Winny Oktavina Kandow pada perempat final. Mereka kalah dari unggulan kelima, yang merupakan finalis Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia), 11-21, 21-14, 11-21.
Saya menyiapkan Owi/Winny untuk Olimpiade 2020.
Meski anak didiknya kalah, pelatih ganda campuran pelatnas bulu tangkis Richard Mainaky cukup puas dengan penampilan Winny. Pemain berusia 20 tahun itu mampu mengimbangi permainan pemain top dunia. ”Prospek Winny sangat bagus. Saya menyiapkan Owi/Winny untuk Olimpiade 2020. Kalau Winny, bahkan, bisa sampai 2024 atau 2028. Tetapi, untuk mematangkan kemampuannya memang harus menambah jam terbang,” kata Richard.