Membuka Mata lewat Pameran
Pameran tidak hanya menjadi panggung bagi pelaku usaha untuk mempromosikan produk kreatif dan menjaring pembeli. Peran pameran bisa jauh melampaui itu, yakni menjadi ajang belajar, berbagi ilmu, dan saling mengintip strategi bisnis.
Setidaknya hal itu tecermin dari Pameran Karya Kreatif Indonesia atau KKI 2019 bertema ”Mendorong Pertumbuhan Ekonomi melalui UMKM Go Export dan Go Digital”, di Jakarta, pertengahan Juli 2019. Pameran yang dibuka Presiden RI Joko Widodo tersebut diikuti 370 usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM unggulan binaan dan mitra binaan Bank Indonesia.
Kendati pesertanya adalah UMKM pilihan, berbagi pengalaman antarpeserta merupakan hal yang lumrah di kalangan UMKM. Tampil di pameran tidak hanya membuka peluang agar produk lebih dikenal, tetapi juga menjadi ajang berbagi pengetahuan, bahkan bertukar ide dan strategi menggarap pasar.
”Saya, kalau ke pameran, suka keliling-keliling melihat (karya) UMKM lain. Walaupun jadi peserta pameran, saya juga senang melihat hasil karya peserta lain, sambil belajar,” ujar Zulfayetri, CEO & Founder Kokoci, produk rendang dan camilan Minang yang sudah merambah mancanegara.
Aneka produk rendang yang dikemas dalam kaleng menjadi salah satu produk unggulan Kokoci dalam lima tahun terakhir. Produk rendang yang dihasilkan antara lain rendang runtiah (daging suwir), rendang telur, rendang paru, rendang belut, dan rendang ubi maco (singkong teri). Berbagai produk rendang itu dipasarkan dalam kemasan kaleng, kemasan plastik vakum, dan kemasan kotak.
Zulfayetri mengungkapkan, ide awal menyajikan produk rendang dalam kemasan kaleng muncul dari keikutsertaannya di pameran. Dari pameran, ia bisa bertukar informasi dengan pelaku UMKM lain dan belajar kiat bisnis. Idenya, rendang basah yang daya tahannya bisa satu bulan diolah menjadi rendang kering dan dikemas dalam kaleng sehingga bisa awet sampai dua tahun. Produk rendang dalam kemasan vakum bisa bertahan sekitar 6-12 bulan.
Ia juga banyak mendapat pelatihan dan pembinaan dari pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi. Beberapa pelatihan dan kesempatan mengikuti pameran itu membuka pemahaman dan memacu diri untuk terus berinovasi.
”Pendampingan dan pelatihan bagi UMKM sangat bermanfaat. Saya juga sering diajak ikut pameran. Pameran itulah yang membuka mata untuk terus berinovasi,” kata Zulfayetri, salah satu Wirausaha Binaan Bank Indonesia angkatan pertama (2013-2014) di Sumatera Barat.
Di daerah asalnya, Kabupaten Lima Puluh Kota, produk rendang adalah menu khas Nusantara yang sudah digarap ribuan UMKM. Untuk menembus pasar yang lebih luas, ia menghadirkan produk rendang dalam kaleng sebagai salah satu cara mengangkat merek produk. Di samping itu, produk juga lebih awet.
”Saat UMKM tumbuh menjamur, kompetisi semakin banyak. Enggak mungkinlah saya bersaing dengan teman-teman di lingkungan kampung saya. Maka, saya fokuskan pasar harus ke luar (daerah) sehingga saya membuat rendang (dalam) kaleng,” tuturnya.
Dari keikutsertaannya pada pameran ke pameran, Zulfayetri mengaku belajar satu hal, yakni pameran bukan semata mengejar omzet dan menjual habis produk yang dipamerkan. Lebih penting dari itu, pameran merupakan sarana menjaga keberlanjutan pasar. Maka, setiap kali pameran, ia royal membagi-bagikan kartu nama kepada pengunjung gerainya.
”Buat saya, (target) yang utama setelah pameran selesai dan saya pulang, apakah saya dapat pelanggan baru. Minimal saya dapat calon pelanggan. Dengan bagi-bagi kartu nama, siapa tahu pengunjung akan hubungi saya untuk pesan,” ujarnya.
Efektif
Manfaat keikutsertaan pameran juga dirasakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Surian Permai, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Beberapa kali kesempatan pameran di dalam negeri dan luar negeri menjadi jembatan yang efektif untuk memasarkan hasil panen anggota kelompok petani kopi itu ke pasar internasional.
Ketua Gapoktan Surian Permai Edra Novid menceritakan, kelompok mereka sangat terbantu karena mengikuti ajakan pameran di dalam negeri dan luar negeri yang difasilitasi pemerintah kabupaten, provinsi, dan pemerintah pusat. Dari berbagai pameran, kelompok tersebut memperoleh akses untuk memasarkan produk kopi Solok hingga ke luar negeri.
Dalam ajang Specialty Coffee of America Exhibition 2014, misalnya, kopi Solok terpilih sebagai kopi favorit. Kelompok itu pun menerima pesanan lima kontainer atau 100 ton biji kopi kualitas premium per bulan. ”Namun, kami belum bisa penuhi karena keterbatasan produksi,” kata Edra.
Kopi Solok yang dipasarkan dengan label Sam Coffee (Sumatra Arabica Minang Solok Coffee) dihasilkan kelompok petani kopi yang dibentuk sejak 2009 itu. Saat ini, Sam Coffee secara rutin dipasarkan di dalam negeri sebanyak 1-2 ton per bulan.
Pada pertengahan tahun ini, kelompok yang merupakan mitra binaan Bank Indonesia itu memperoleh pesanan biji kopi sebanyak 1,8 ton untuk dipasok ke Inggris. Seiring akses pemasaran yang semakin luas, nilai jual kopi jauh meningkat dan mendatangkan kesejahteraan bagi petani.
Potensi
Saat membuka pameran, Gubernur BI Perry Warjiyo mengemukakan, UMKM memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara global dan digital. Pembinaan yang dilakukan BI terhadap UMKM binaan tidak hanya untuk menghubungkan pelaku usaha dengan akses pembiayaan. Namun, BI juga ingin agar UMKM bisa merambah pasar ekspor dan platform digital.
”Usaha mikro kecil dan menengah punya potensi besar untuk masuk ke pasar global. Jika ditekuni, UMKM bisa masuk pasar ekspor dan global,” katanya. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah UMKM binaan Bank Indonesia ”naik kelas” dengan merambah pasar digital dan menembus pasar ekspor. Dari 898 UMKM binaan Bank Indonesia, lanjut Perry, sebanyak 173 UMKM di antaranya sudah memperoleh akses pembiayaan dari perbankan dengan plafon pembiayaan 22,6 miliar dollar AS dan outstanding kredit 42,4 miliar dollar AS.
Sementara itu, sebanyak 91 UMKM sudah masuk pasar ekspor dengan nilai transaksi Rp 1,37 triliun dalam setahun terakhir. Selain itu, sebanyak 355 UMKM binaan BI sudah masuk pasar digital kendati sebagian masih sebatas melalui media sosial, Youtube, Instagram, dan Facebook. Pihaknya sudah memfasilitasi UMKM agar terhubung dengan kanal perdagangan elektronik atau e-dagang dengan nilai transaksi mencapai Rp 30 miliar.
Upaya untuk mendorong UMKM masuk ke pasar ekspor tak henti dilakukan. Namun, kualitas dan kuantitas produk menjadi kunci. Oleh karena itu, UMKM diharapkan mampu memenuhi permintaan pasar. BI berusaha menempuh pendekatan hulu-hilir berupa pembinaan kualitas dan kuantitas produksi, pelatihan manajemen dan kewirausahaan, serta akses digital.