Masyarakat dunia, termasuk Indonesia, saat ini mulai sering melakukan penerbangan jarak jauh dan menengah ke beberapa wilayah dalam satu kali perjalanan. Tren tersebut pun mulai ditangkap para pelaku pariwisata, termasuk pemerintah, untuk mendongkrak nilai ekonomi dari kegiatan pariwisata.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat dunia, termasuk Indonesia, saat ini mulai sering melakukan penerbangan jarak jauh dan menengah ke beberapa wilayah dalam satu kali perjalanan. Tren tersebut pun mulai ditangkap para pelaku pariwisata, termasuk pemerintah, untuk mendongkrak nilai ekonomi dari kegiatan pariwisata.
Perusahaan teknologi pemesanan jasa pariwisata dan gaya hidup Traveloka mencatat, penerbangan jarak jauh dan menengah tumbuh 70 persen pada triwulan I-2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan itu terjadi pada penerbangan dari Indonesia ke luar negeri, seperti menuju Korea Selatan, Jepang, Belanda, Perancis, Inggris, dan lainnya.
CEO Transport Traveloka Caesar Indra mengatakan, tren yang diprediksi akan terus meningkat itu tumbuh pada pengguna yang kerap bepergian untuk tujuan wisata atau bisnis.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pada April 2019, Traveloka mengeluarkan fitur penerbangan multikota. Fitur itu memungkinkan pemesanan tiket pesawat hingga lima destinasi, baik kota maupun negara, dalam satu kali pemesanan.
”Empat tahun lalu saya punya pengalaman ingin bepergian dari satu kota ke kota lain di Korea Selatan, tetapi sulit mencari agen perjalanan yang bisa mengakomodasi itu, bahkan sampai sekarang. Oleh karena itu, saya pikir kami perlu membuat fitur yang bisa memudahkan kebutuhan itu,” ucap Caesar dalam acara peluncuran fitur ”Multi-Kota” di Traveloka, di Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Pada kesempatan yang sama, Senior Vice President Credit Cards Bank Mandiri Vira Widiyasari mengatakan, inovasi seperti itu akan sangat mendukung kebutuhan masyarakat. Pasalnya, tren penerbangan dari satu kota ke kota lain, atau satu negara ke negara lain, terus meningkat, khususnya di Indonesia. Hal itu terlihat dari pertumbuhan penggunaan kartu kredit, yang kini tidak hanya untuk keperluan berbelanja, tetapi juga untuk perjalanan pariwisata atau bisnis.
Tren penerbangan dari satu kota ke kota lain, atau satu negara ke negara lain, terus meningkat, khususnya di Indonesia. Hal itu terlihat dari pertumbuhan penggunaan kartu kredit, yang kini tidak hanya untuk keperluan berbelanja, tetapi juga untuk perjalanan pariwisata.
”Penggunaan kartu kredit untuk perjalanan sekitar lima tahun ke belakang tumbuh signifikan. Sekarang bisa 25-30 persen dari tahun ke tahun, baik untuk penggunaan domestik maupun internasional. Hal ini saya kira karena penduduk usia produktif semakin besar karena ada bonus demografi. Dari sisi ekonomi, kita juga terus tumbuh, jadi penggunaan kartu kredit meningkat,” tuturnya.
Milenial
Menteri Pariwisata Arief Yahya juga melihat bahwa tren bepergian jarak jauh sudah banyak dilakukan masyarakat dunia, khususnya dari kalangan milenial. Peluang itu pun mulai ditangkap serius oleh Pemerintah Indonesia karena jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia saat ini 51 persennya adalah milenial. Jumlah itu pun terus bertumbuh setiap tahun.
”Saat ini jumlah wisatawan wisata halal sudah mencapai 69 persen. Dari jumlah itu, separuhnya berasal dari kalangan milenial. Jadi, wisatawan sudah bergeser ke milenial. Semuanya harus disesuaikan dengan segmen itu,” ujar Arief, kemarin di Jakarta.
Menurut dia, tren berwisata kaum milenial saat ini sejalan dengan kemajuan teknologi. Sebagai contoh, sebanyak 70 persen di antara mereka melakukan pencarian, pemesanan, dan pembayaran dengan memanfaatkan platform digital dan media sosial.
Berdasarkan laporan penelitian Alvara Research yang berjudul ”Perilaku dan Preferensi Kaum Milenial dalam Bidang Aplikasi E-Commerce pada Tahun 2019”, kelompok milenial Indonesia merupakan generasi melek digital karena 98,2 persen dari mereka sudah memiliki gawai untuk mengakses internet.
Dari penelitian terhadap 1.204 responden generasi milenial, ditemukan bahwa mereka memiliki intensitas penggunaan ponsel pintar yang tinggi, yakni hingga enam jam per hari. Waktu tersebut digunakan untuk menjalankan aktivitas mengirim pesan, jejaring sosial, hingga pembelian layanan jasa dan barang dalam jaringan (daring).