TANGERANG, KOMPAS -- Konflik lahan antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Pemerintah Kota Tangerang membuka mata atas potensi kasus serupa bisa terjadi di daerah lain.
Sebagai sesama instansi pemerintah, kementerian maupun pemerintah kota diharap bersandar pada aturan dan menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin. Jangan sampai sebagai sesama pelayan publik, justru mengumbar ego sektoral dan merugikan rakyat.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng, Rabu (17/7/2019) mengatakan, prinsip utama dalam penerapan otonomi daerah adalah tata ruang. Polemik yang terjadi antara daerah otonomi dengan lembaga sektoral atau kementerian/pemerintah pusat adalah puncak gunung es yang sewaktu-waktu mencair.
"Peruntukan (lahan) ini dapat dilihat dari rencana tata ruang wilayah (RTRW) suatu daerah dan dalam rencana detil tata ruang (RDTR). Dalam prinsip otonomi, hal-hal yang tidak sesuai atau tidak berbasis pada tata ruang, tidak sesuai dengan peruntukan, itu tidak boleh terjadi," kata dia.
Dalam sebuah daerah otonomi, jelas Endi, tata ruang menjadi basis pegangan dari pemerintah setempat.
"Pemerintah daerah otonom memiliki kewenangan mengatur peruntukan lahan wilayanya. Ini prinsip Otda (otonomi daerah). Kalau tidak sesuai peruntukan, siapapun tidak bisa memaksakan suatu pembangunan atau invenstasi di daerah itu," ujar Endi.
"Pemerintah daerah otonom memiliki kewenangan mengatur peruntukan lahan wilayanya. Ini prinsip Otda (otonomi daerah). Kalau tidak sesuai peruntukan, siapapun tidak bisa memaksakan suatu pembangunan atau invenstasi di daerah itu," ujar Endi.
Ia berharap, kementerian terkait harus mendesak agar semua daerah di Indonesia memiliki RDTR dan RTRW. "Dari 542 daerah se Indonesia hanya ada 52 daerah yang sudah memiliki RDTR. Masih kecil," kata Endi.
Hal senada sebelumnya diungkapkan juga oleh pemerhati masalah perkotaan dari Universitas Trisakti Jakarta Nirwono Joga.
Perseteruan antara Pemerintah Kota Tangerang dan Kemenkumham memanas serta menyita perhatian publik setelah Pemkot menyegel Kampus Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dan Politeknik Imigrasi di Jalan Satria Sudirman, Kelurahan Tanah Tinggi yang berada di lahan Kemenkumham. Penyegelan dilakukan karena kedua politeknik belum memiliki IMB dan peruntukan lahan, sesuai aturan berlaku, masih sebagai lahan pertanian.