Situasi di Mesuji Berangsur Normal Pascabentrokan Dua Kelompok Warga
Situasi di kawasan hutan Register 45, Kabupaten Mesuji, Lampung, berangsur normal pascabentrokan antarwarga, Rabu, 17 Juli. Konflik antarwarga yang menewaskan tiga orang tersebut dipicu sengketa pengolahan lahan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi di kawasan hutan Register 45, Kabupaten Mesuji, Lampung, berangsur normal pascabentrokan antarwarga, Rabu, 17 Juli. Konflik antarwarga yang menewaskan tiga orang tersebut dipicu sengketa pengolahan lahan.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra menyatakan, dua kelompok massa yang bertikai diketahui mengelola tanah yang berada di kawasan hutan lindung. Kedua kelompok itu adalah Kelompok Makar Jaya dan Kelompok Mesuji Raya. Kelompok terakhir mengklaim hak atas tanah di kawasan hutan Register 45.
”Kami sedang mendalami seperti apa regulasi yang diterapkan di sana,” kata Asep di Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, bentrokan bermula saat massa dari Kelompok Mekar Jaya menyandera alat pembajak lahan milik massa dari Kelompok Mesuji Raya. Massa dari Kelompok Mesuji Raya yang tidak terima dengan hal itu bermaksud merebut kembali alat bajak. Bentrokan kedua kelompok massa yang berujung pada penganiayaan dan pembunuhan tidak bisa dihindarkan (Kompas, 17/7/2019).
”Berdasarkan data terbaru, ada 10 orang luka-luka dan 3 orang tewas,” lanjutnya.
Saat ini, kata Asep, Kepolisian Daerah Lampung mendalami peran kedua kelompok itu. Tidak tertutup kemungkinan, mereka yang berstatus korban bisa menjadi tersangka.
”Pemulihan situasi dan penegakan hukum kami kerjakan secara paralel,” ujarnya.
Guru Besar Sosiologi Universitas Andalas, yang juga menulis Sosiologi Konflik: Pola, Penyebab dan Mitigasi Konflik Agraria Struktural di Indonesia, Afrizal menjelaskan, persoalan agraria cenderung dipicu oleh hak atas tanah yang tidak jelas. Dalam peristiwa Mesuji, katanya, bentrokan itu hanyalah kelanjutan dari bentrokan yang pernah terjadi sebelumnya.
Di lokasi yang sama pada Maret 2016, dua kelompok massa juga saling baku hantam. Hal itu juga dipicu sengketa lahan. Satu orang tewas dalam peristiwa tersebut (Kompas, 29/3/2016).
Afrizal berpendapat, pemerintah perlu menyiapkan tim mediasi yang membuka perundingan bagi kedua kelompok. Dari perundingan itu, didata sumber masalah yang diributkan. ”Setelah itu, baru dipelajari peluang-peluang hukum yang tersedia,” katanya.