JAKARTA, KOMPAS - Sebagian permohonan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU tingkat pemilihan legislatif diperkirakan tidak akan dapat diteruskan. Hal itu menyusul kualitas sejumlah permohonan, dicabutnya beberapa permohonan, dan ketidakhadiran pemohon dalam sidang pendahuluan.
Salah seorang kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ali Nurdin, Rabu (17/7/2019) memperkirakan sekitar 30 persen permohonan akan rontok dalam sidang putusan dismissal pada pekan depan.
Ia menambahkan, selain itu terdapat pula sebagian permohonan caleg perseorangan yang tidak melampirkan surat persetujuan dari ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik bersangkutan. Padahal berdasarkan hal itu diatur dalam Pasal 3 Ayat 1 huruf b Peraturan MK Nomor 2/2018 tentang tata beracara dalam perkara PHPU DPR dan DPRD.
Ali mengatakan, sejumlah persetujuan tersebut memang belakangan diberikan. Namun, sudah melewati batas waktu tiga kali 24 jam setelah obyek sengketa ditetapkan oleh KPU pada 21 Mei lalu di pukul 01.46 WIB. Ali menilai, jika pedoman dalam Peraturan KPU tersebut dipakai, maka akan ada banyak calon peseorangan yang perkaranya di beberapa daerah pemilihan tidak akan berlanjut.
Ia mengatakan, sejauh ini KPU sudah memetakan jumlah perkara yang perlu beroleh perhatian khusus terkait dengan daerah-daerah tertentu. Misalnya saja perkara dimana selisih suara antara pemohon dan pihak terkait sedikit dan dengan demikian membutuhkan dibukanya kembali formulit C1 plano, perkara yang sebelumnya telah ada rekomendasi Bawaslu, dan perkara yang terkait dengan keberadaan dokumennya.
Menurut Ali, perkara yang beroleh perhatian khusus dari pihaknya dengan sejumlah karakteristik itu jumlahnya sekitar 10 persen. Akan tetapi ia memastikan bahwa pada prinsipinya, semua perkara dihadapi dengan serius.
Menurut Ali, kecilnya persentase sengketa yang dianggap signifikan tersebut menunjukkan KPU relatif telah melakukan tugas dengan baik. Hal yang sebaliknya akan terjadi bilamana kinerja KPU cenderung tidak baik.
Tunggu Persidangan
Ketua KPU Arief Budiman pada hari yang sama mengatakan bahwa dirinya menunggu putusan sidang dismissal untuk memastikan ada berapa banyak permohonan yang tidak dapat diteruskan. “Sidang dismissal kan direncanakan tanggal 22 (Juli), ya nanti kita lihat putusan sidang,” sebut Arief.
Ia menambahkan, sepertinya memang akan ada sejumlah permohonan yang tidak akan berlanjut. Sejumlah penyebab menjadi alasannya. Termasuk yang paling sederhana yakni karena keterlambatan waktu.
Namun, ia belum bisa memperkirakan berapa persen dari keseluruhan permohonan itu yang nantinya bakal tidak berlanjut. “Saya kan tidak boleh mendahului putusan majelis (hakim konstitusi)," ujar Arief.
Adapun Ketua Bawaslu Abhan di hari yang sama mengatakan bahwa sejauh ini ada sekitar sepuluh perkara yang sebelumnya sudah diputus Bawaslu dan kini disengketakan juga di MK. Abhan mengatakan, terhadap sejumlah perkara yang sudah diputus Bawaslu dan belum dieksekusi KPU tersebut, pihak pemohon belum dilakukan pencabutan permohonan
Menurut Abhan, pihaknya menyerahkan pada KPU terkait eksekusi perkara tersebut nantinya. Ini terkait dengan apakah nantinya putusan oleh MK bakal berbeda dengan putusan Bawaslu ataukah sebaliknya.
Jumlah Perkara
Sementara itu, dalam persidangan di Ruang Sidang Panel 1 yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman serta didampingi hakim konstitusi Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih, terdapat 24 perkara yang diperiksa. Masing-masing dari Sumatera Utara dan Papua Barat dengan agenda mendengar jawaban termohon, keterangan pihak terkait, keterangan Bawaslu, serta pengesahan alat bukti.
Adapun di Panel 2, pemeriksaan dilakukan terhadap 14 perkara dari Gorontalo, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, dan Bali. Sementara di Panel 3, ada 15 perkara yang diperiksa dari Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tenggara.