Foto cantik calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Nusa Tenggara Barat, Evi Apita Maya, yang diperkarakan oleh calon anggota DPD petahana Farouk Muhammad, disebut KPU bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadilinya.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Legislatif 2019 dengan agenda mendengarkan jawaban termohon dan pihak terkait, Jumat (12/7/2019).
Salah satu sengketa yang disidangkan terkait foto rekayasa calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Nusa Tenggara Barat, Evi Apita Maya.
Sidang sengketa tersebut digelar oleh panel tiga yang dipimpin hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna didampingi dua anggota Suhartoyo dan Wahiduddin Adams.
Hadir pula dari pihak pemohon calon anggota DPD petahana Farouk Muhammad yang diwakili kuasa hukum Happy Hayati Helmi. Kemudian pihak termohon, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang diwakili kuasa hukum Rio Ahmad Effendi, dan pihak dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) NTB.
Dari hasil rekapitulasi suara Pemilu 2019, Farouk Muhammad tidak ditetapkan KPU sebagai calon anggota DPD terpilih karena hanya meraih 188.687 suara. Adapun Evi meraih suara terbanyak, yakni 283.932 suara.
Farouk pun mempersoalkan raihan suara Evi dengan dalil Evi menggunakan foto rekayasa yang membuatnya terlihat cantik dan menarik selama masa kampanye Pemilu 2019 sehingga dia mendulang banyak suara dan terpilih.
Foto rekayasa disebut Farouk termasuk pelanggaran administrasi karena mengubah identitas dari Evi.
Saat memberikan jawaban, pihak termohon, yakni KPU, menilai bahwa pokok permohonan yang disampaikan pemohon bukanlah kewenangan MK, melainkan Bawaslu. Sebab, dalil tersebut tidak merujuk ke persoalan hasil pemilu, tetapi ke dugaan pelanggaran administrasi dan pelanggaran proses pemilu.
”Sebagaimana Pasal 10 angka (1) huruf d jo Pasal 75 UU Mahkamah Konstitusi maka jelas pemohon di dalam surat perbaikan atas pemohonan tertanggal 31 Mei 2019 adalah dalil permohonan yang tidak relevan, tidak berdasar serta bertentangan,” ujar Rio.
Rio juga menyatakan bahwa termohon atau KPU telah melakukan tahapan dan proses pemilu sesuai undang-undang dengan melakukan validasi hingga meminta masukan masyarakat mengenai calon DPD.
Ini sekaligus menjawab dalil pemohon yang mempermasalahkan foto Evi di surat suara yang dinilai direkayasa dan diedit berlebihan.
”Tidak ada satu pun masukan dan tanggapan masyarakat yang masuk ke KPU NTB, apalagi terkait foto caleg DPD nomor urut 26 (Evi Apita Maya),” katanya.
Agenda pembuktian
Sebelum menutup sidang, Palguna menyatakan bahwa tahap selanjutnya adalah sidang dengan agenda pembuktian. Namun, dengan catatan perkara tersebut diloloskan oleh majelis hakim ke tahap selanjutnya.
”Perkara-perkara mana yang akan diteruskan ke fase berikutnya baru bisa ditentukan setelah sembilan hakim melakukan rapat permusyawaratan hakim. Nanti dapat diketahui melalui panggilan sidang dan ada hari tertentu untuk mengumumkannya,” ujarnya.
Perkara Farouk Muhammad merupakan bagian dari total 44 perkara untuk delapan provinsi yakni Jambi, Bangka Belitung, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat, yang disidangkan MK hari ini.
Perkara tersebut terdiri dari 42 permohonan partai politik, 1 permohonan sengketa hasil DPD dan 1 permohonan perorangan.
Pada sengketa PHPU Pemilu Legislatif 2019, MK telah meregistrasi 260 sengketa yang terdiri dari 250 perkara PHPU DPR/DPRD dan 10 perkara PHPU DPD RI. Dari 250 perkara PHPU Pileg DPR/DPRD, terdapat 249 perkara yang diajukan partai politik dan satu perkara diajukan masyarakat adat Papua.