Pansel Beri Sinyal Loloskan Calon dari Kepolisian dan Kejaksaan
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panitia seleksi calon pimpinan KPK memberi sinyal akan meloloskan calon dari kepolisian dan kejaksaan. Panitia seleksi beralasan mereka harus memperhatikan komposisi pimpinan KPK berdasarkan hasil seleksi yang sedang berjalan, termasuk memberi kesempatan lolos calon dari unsur penegak hukum yang disebut mewakili pemerintah.
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Ganarsih mengatakan, tim pansel akan bekerja sesuai dengan UU KPK dalam menentukan komposisi pimpinan KPK. Ia mengatakan, memang harus ada unsur pemerintah dan masyarakat dalam komposisi pimpinan KPK nanti.
”Unsur pemerintah itu juga terdiri dari unsur penegak hukum. Jika memang para penegak hukum tersebut memenuhi syarat dan lolos seleksi, tentunya mereka akan masuk dalam posisi pimpinan KPK,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Menurut Yenti, pada 30 Agustus 2019, tim pansel sudah bisa menetapkan 10 nama calon pemimpin KPK. Kemudian, pada 2 September 2019, nama-nama tersebut akan diserahkan terlebih dahulu kepada presiden.
”Saat ini, saya belum bisa memastikan, berapa jumlah jaksa, kepolisian, dan masyarakat sipil yang akan masuk ke dalam 10 calon pimpinan KPK ini karena proses seleksi masih berjalan. Kami juga terus meminta masukan dari masyarakat,” ujarnya.
Saya belum bisa memastikan berapa jumlah jaksa, kepolisian, dan masyarakat sipil yang akan masuk ke dalam 10 calon pemimpin KPK ini karena proses seleksi masih berjalan. Kami juga terus meminta masukan dari masyarakat.
Sementara itu, mantan Ketua KPK Antasari Azhar mengatakan adanya indikasi pelanggaran hukum dalam susunan pimpinan KPK periode 2015-2019. Menurut dia, ketiadaan unsur penyidik dan unsur penuntut umum dalam pimpinan KPK periode saat ini bertentangan dengan UU KPK Pasal 21 Ayat 4 yang berbunyi ”Pimpinan KPK sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1) Huruf a adalah penyidik dan penuntut umum.”
”Dari lima orang pemimpin KPK saat ini, tidak ada unsur jaksa yang masuk dalam jajaran pimpinan. Oleh sebab itu, saya berpesan kepada panitia seleksi calon pimpinan KPK agar hal ini jangan sampai terjadi lagi,” ucapnya.
Menurut Antasari, idealnya komisioner KPK diisi jaksa, polisi, dan masyarakat. Ia menilai unsur-unsur tersebut dapat memperkuat kinerja KPK, khususnya dalam masalah penegakan hukum.
”Pimpinan KPK tidak boleh hanya memahami teori saja, tetapi juga teknis hukum,” katanya.
Uji kepatutan
Anggota Komisi III DPR, Trimedya Pandjaitan, mengatakan, DPR berharap nantinya uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK bisa dilaksanakan pada periode kepengurusan DPR saat ini. Ia menjelaskan, kepengurusan DPR akan berakhir pada 30 September 2019.
”Kami berharap agar bisa dilaksanakan pada periode sekarang karena kami yang mengawal kinerja KPK periode 2014-2019 sehingga kami paham apa saja yang kira-kira dibutuhkan oleh institusi ini ke depannya,” ujarnya.
Menurut Trimedya, pimpinan KPK saat ini harus punya kemampuan keilmuan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Selain itu, pimpinan KPK harus bisa mengonsolidasikan kekuatan, mulai dari penyidik yang ada di bawah sehingga bisa menjadi konduktor yang baik bagi lembaga tersebut.
Terkait waktu uji kepatutan dan kelayakan, Yenti mengatakan, tim pansel tentunya bekerja sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Namun, ia mengatakan, keputusan untuk waktu uji kelayakan tersebut tergantung oleh Presiden Joko Widodo.
”Kami selesai melakukan seleksi pada 30 Agustus 2019, dan hasilnya kami serahkan kepada Presiden tanggal 2 Agustus 2019. Terkait waktu uji kepatutan dan kelayakan, semua tergantung Presiden,” ujarnya.