Setelah berunding berbulan-bulan, perwakilan kelompok sipil dan militer akhirnya mencapai kesepakatan, Rabu (16/7/2019). Meskipun demikian, sejumlah isu belum disepakati para pihak.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
KHARTOUM, RABU — Setelah berunding berbulan-bulan, perwakilan kelompok sipil dan militer akhirnya mencapai kesepakatan, Rabu (16/7/2019). Meskipun demikian, sejumlah isu belum disepakati para pihak.
Dalam kesepakatan yang ditandatangani di kompleks hotel mewah di tepian Sungai Nil itu, perwakilan kelompok sipil dan militer menyepakati pembentukan pemerintah sipil. Komandan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) sekaligus Wakil Ketua Dewan Transisi Militer (TMC) Sudan, Jenderal Hamdan Dagalo, menyebut penandatanganan kesepakatan itu sebagai saat bersejarah. ”Penandatanganan ini membuka era baru kemitraan yang menjanjikan di antara angkatan bersenjata, RSF, dan para pemimpin revolusi Sudan yang gemilang,” ujarnya.
”Hari ini kami melengkapi deklarasi politik,” kata Ibrahim al-Amin, salah satu tokoh pengunjuk rasa.
”Kami ingin negeri yang stabil karena kita sudah mengalami kesepakatan hebat. Kita mengejar era baru. Pemerintahan mendatang akan menjadi pemerintahan bagi seluruh warga Sudah. Kita sudah cukup menderita oleh rezim totaliter,” katanya.
Kelompok sipil dan TMC sudah berunding sejak Presiden Sudan Omar al-Bashir mengundurkan diri pada April 2019. Para pengunjuk rasa meminta pemerintahan sipil dibentuk segera. TMC setuju dengan permintaan itu. Akan tetapi, TMC berkeras harus memegang kendali selama pemerintahan sipil belum terbentuk melalui proses demokratis.
Hal itu memicu kebuntuan selama berbulan-bulan. Unjuk rasa panjang berlangsung. Pada Juni 2019, tentara Sudan berusaha membubarkan unjuk rasa. Akibatnya, banyak orang tewas dan terluka. Pengunjuk rasa mengklaim total 128 orang tewas. Sementara Kementerian Kesehatan Sudan menyebut korban tewas 61 orang.
Kebuntuan itu akhirnya diselesaikan dengan pembentukan dewan transisi yang terdiri dari unsur sipil dan militer. Saat ini, dewan transisi disepakati beranggotakan enam warga sipil dan lima perwakilan militer. Wakil dari sipil terdiri atas lima anggota Aliansi untuk Kebebasan dan Perubahan. Adapun satu kursi perwakilan sipil akan disepakati oleh TMC dan aliansi.
Dewan transisi akan bekerja selama 39 bulan atau 3,3 tahun. Selama 21 bulan pertama, dewan itu akan dipimpin perwakilan militer. Untuk 18 bulan selanjutnya, dewan itu akan dipimpin perwakilan militer.
Dewan itu akan mengawasi pembentukan pemerintahan sipil. Pemilu untuk membentuk pemerintahan sipil diharapkan digelar dalam tiga tahun mendatang. Pemerintahan sipil diharapkan diisi para teknokrat.
Amin menyebut, perundingan sipil dan militer akan terus berlanjut meski sudah ada kesepakatan awal. Kesepakatan lebih lanjut, antara lain, untuk membahas perincian pembagian kekuasaan di dewan transisi. ”Pembicaraan akan berlanjut lagi Jumat,” katanya.
Sambutan Afrika
Kesepakatan itu adalah buah mediasi oleh Etiopia dan Persatuan Afrika. ”TMC dan aliansi telah mencapai kesepakatan yang sangat penting yang menetapkan tahap krusial menuju rekonsiliasi komprehensif,” kata mediator Persatuan Afrika, Mohamed El Hacen Lebatt.
Sementara mediator Etiopia, Mahmud Dirir, mengatakan, Sudan perlu mengatasi kemiskinan. Ia juga meminta Sudan dikeluarkan dari daftar negara pendukung terorisme versi Amerika Serikat.
Ia menyebut kesepakatan itu sebagai peristiwa besar bagi warga Sudan. ”Saya memuji kesatuan dari militer Sudan yang gagah, TMC, dan tentu saja para pemuda revolusioner, para intelektual yang turun ke jalan demi membela demokrasi,” ujarnya selepas penandatanganan kesepakatan. Labat dan Dirir sama-sama menghadiri penandatanganan kesepakatan TMC dan perwakilan sipil. (AFP/REUTERS)