JAKARTA, KOMPAS — Sehari sebelum gelombang pertama pemberangkatan jemaah haji berakhir, sudah ada 80.198 orang yang diberangkatkan dari Indonesia ke Arab Saudi. Sebanyak 77.447 orang sudah sampai di sana. Pemerintah menjamin fasilitas bagi mereka di Tanah Suci akan lebih baik karena sejumlah inovasi telah dilaksanakan.
Sekretaris Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Ramadhan Harisman di Jakarta, Kamis (18/7/2019), mengatakan, hingga pukul 11.25 WIB hari ini, sudah ada 198 kelompok terbang (kloter) jemaah haji yang diberangkatkan dari Indonesia menuju Arab Saudi. Dari total tersebut, 191 kloter telah tiba di Madinah, sedangkan 7 kloter lainnya masih dalam perjalanan.
”Jumlah jemaah dari seluruh kloter tersebut adalah 80.198 orang. Sebanyak 77.447 orang telah tiba. Sementara itu, 2.751 orang masih dalam perjalanan. Jumlah total yang akan diberangkatkan tahun ini adalah 231.000 orang,” kata Ramadhan.
Ia menambahkan, hingga saat ini, terdapat tujuh jemaah meninggal. Sebanyak dua orang berasal dari Embarkasi Batam dan dua orang dari Embarkasi Solo. Selain itu, satu orang meninggal dunia berasal dari Embarkasi Jakarta—Bekasi, satu orang dari Embarkasi Jakarta—Pondok Gede, dan satu orang dari Embarkasi Surabaya.
Mereka meninggal karena sakit, sebagian besar mengidap penyakit kardiovaskular. Sebanyak dua orang meninggal di pesawat dari Indonesia ke Madinah, Arab Saudi.
”Lima orang lainnya meninggal di rumah sakit di Madinah. Seluruhnya dimakamkan di pemakaman Baqi, di belakang Masjid Nabawi,” katanya.
Hingga saat ini, terdapat tujuh orang meninggal. Mereka meninggal dunia karena sakit, sebagian besar karena mengidap penyakit kardiovaskular.
Gelombang pertama pemberangkatan yang telah dimulai sejak 6 Juli akan berakhir pada 19 Juli. Mereka berangkat dari Indonesia menuju Madinah.
Setelahnya, pemberangkatan akan memasuki gelombang kedua, yaitu pada 20 Juli-5 Agustus pukul 24.00 waktu Arab Saudi. Jemaah yang berangkat pada gelombang kedua akan diterbangkan dari Indonesia dan mendarat di Jeddah.
”Sejauh ini tidak ada kendala berarti dalam pemberangkatan jemaah,” kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Nizar Ali.
Ia melanjutkan, jemaah haji akan melaksanakan wukuf pada 10 Agustus sehingga mereka akan mulai bergerak ke Padang Arafah pada 9 Agustus. Adapun Idul Adha jatuh pada 11 Agustus.
Fasilitas ditingkatkan
Nizar mengatakan, tahun ini sejumlah fasilitas untuk jemaah ditingkatkan. Peningkatan tersebut didasarkan pada beberapa masalah dalam penyelenggaraan ibadah haji 2018 yang telah dievaluasi.
Pertama, peningkatan layanan diinisiasi Pemerintah Arab Saudi, yaitu memberlakukan layanan jalur cepat atau fast track keimigrasian bagi jemaah. Dengan sistem tersebut, jemaah tidak perlu mengikuti pemeriksaan di negara tujuan karena pemeriksaan keimigrasian sudah dilakukan di negara asal.
”Sistem tersebut sudah dinikmati jemaah haji yang diberangkatkan dari Embarkasi Jakarta pada Minggu lalu. Petugas imigrasi di bandara hanya memeriksa paspor mereka karena pemindaian biometrik, verifikasi persyaratan medis, dan penyortiran bagasi sudah dilakukan di asrama haji dan bandara keberangkatan,” katanya.
Nizar menambahkan, sesampainya di Arab Saudi, jemaah juga tidak perlu repot membawa barang bawaannya menuju pemondokan. Kementerian Agama telah bekerja sama dengan sejumlah yayasan untuk menyediakan jasa pengangkutan barang dari bandara ke pemondokan.
Pada penyelenggaraan haji sebelumnya, jemaah juga kerap bermasalah karena tersasar dari pemondokan ke lokasi ibadah saat berada di Mekkah. Sebab, jarak dari hotel sampai ke lokasi ibadah cukup jauh, salah satunya mencapai tujuh kilometer.
Mereka yang tersasar semakin kesulitan karena harus melalui proses panjang agar bisa kembali ke pemondokan. ”Kami membuat sistem zonasi khusus ketika jemaah berada di Mekkah,” kata Nizar.
Wilayah yang masuk ke dalam zonasi itu jarak terjauhnya dari lokasi ibadah hanya 1 kilometer. Sistem zonasi tersebut mengelompokkan jemaah berdasarkan embarkasi asal. Terdapat tujuh zona, yaitu Azizia untuk jemaah dari Embarkasi Lombok, Raudhah untuk jemaah dari Embarkasi Palembang, dan Jakarta-Pondok Gede. Ada pula zona Misfalah untuk jemaah dari Embarkasi Jakarta-Bekasi, dan Jarwal untuk jemaah dari Embarkasi Solo.
Selain itu, jemaah dari Embarkasi Surabaya menempati zona Mahbas Jin, dari Embarkasi Banjarmasin dan Balikpapan menempati zona Rei Bakhsy, serta jemaah dari Embarkasi Aceh, Medan, Batam, Padang, dan Makassar menempati zona Syisyah.
Menurut Nizar, zonasi itu juga ditetapkan berdasarkan kesamaan latar belakang budaya Jemaah. Kesamaan tersebut membantu mereka meningkatkan kenyamanan selama berada di Tanah Suci.
”Pembagian zona itu juga menjadi dasar penentuan menu masakan yang disediakan untuk jemaah. Setiap zona akan mendapatkan masakan bercita rasa daerah masing-masing,” katanya.
Nizar menambahkan, Kementerian Agama juga menomori tenda-tenda yang ada di Mina. Penomoran itu penting karena pada tahun-tahun sebelumnya, jemaah kerap keluar, masuk, dan meninggalkan barang di tenda yang semestinya ditempati orang lain. Di Mina pula, Kementerian Agama juga akan menambah urinoir dari lima unit di setiap toilet menjadi delapan unit di setiap toilet.