Industri Perlu Tingkatkan Daya Saing Angkatan Kerja
Pelibatan dunia industri dalam pelatihan vokasi sangat penting sebagai bagian dari kolaborasi untuk menyiapkan angkatan kerja yang adaptif terhadap kebutuhan pasar kerja.
Oleh
Erika Kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, terus mendorong dunia industri agar menyerap lebih banyak angkatan kerja Indonesia. Untuk mewujudkannya, pemerintah bersama dunia industri bertanggung jawab memberikan pelatihan kerja agar angkatan kerja memiliki keterampilan dan kompetensi sesuai kebutuhan pasar kerja.
Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Bambang Satrio Lelono, di Jakarta, Kamis (18/7/2019), mengatakan, baru 70-80 persen dari sekitar 130 juta angkatan kerja yang diserap pasar kerja. Angka itu terus berubah sesuai jumlah lapangan kerja yang dibuka dan angkatan kerja yang siap bekerja.
”Sebagai upaya untuk mengoptimalkan penyerapan angkatan kerja, pemerintah perlu melibatkan pihak industri (dalam pelatihan kerja) agar ada kesesuaian keahlian dan keterampilan pekerja yang dibutuhkan industri,” ujarnya dalam penandatanganan kerja sama pelatihan dan sertifikasi 1.000 pencari kerja antara Balai Latihan Kerja (BLK) Kemnaker dan perusahaan teknologi Huawei Tech Investment, di Jakarta, Kamis.
Salah satu bentuk pelibatan industri adalah merealisasikan kerja sama pelatihan dan sertifikasi pada angkatan kerja. Pelatihan kerja penting untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing angkatan kerja.
Menurut laporan International Institute for Management Development (IMD), tingkat daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia pada 2018 masih berada di urutan ke-45 dari 63 negara. Belum lagi, 42,23 persen angkatan kerja per Februari 2019 hanya lulusan sekolah dasar (SD).
Untuk menjawab tantangan tersebut, Huawei Indonesia mengadakan program sertifikasi bagi 1.000 pencari kerja atau Smart Generation (SmartGen). Program tersebut akan diberikan dalam bentuk pelatihan instalasi perangkat base transceiver station (BTS) dan gelombang mikro (microwave).
Adapun target peserta program pelatihan adalah pencari kerja lulusan dari tingkat SD, sekolah menengah kejuruan (SMK), hingga sarjana strata 1 di bawah binaan BLK Kemnaker.
”Program SmartGen ini merupakan komitmen Huawei dalam mengembangkan SDM terampil Indonesia guna meningkatkan kompetensi dan daya saing mereka dalam menghadapi ketatnya persaingan pasar tenaga kerja di industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK),” kata CEO Huawei CNBG Indonesia Andy Ma Hui.
Ia melanjutkan, sejak 2009, Huawei Indonesia konsisten dalam mengembangkan SDM di sektor TIK. Hingga 2018, sejumlah program pengembangan kapasitas SDM Indonesia telah menyentuh sedikitnya 12.000 insinyur dan 5.000 siswa atau mahasiswa di bidang TIK. Selain itu, Huawei juga menggelar pelatihan bagi sedikitnya 1.000 tenaga profesional dari mitra industri setiap tahun.
Program SmartGen ini merupakan komitmen Huawei dalam mengembangkan SDM terampil Indonesia guna meningkatkan kompetensi dan daya saing mereka dalam menghadapi ketatnya persaingan pasar tenaga kerja di industri teknologi informasi dan komunikasi.
Untuk menggairahkan industri dalam mendukung peningkatan kompetensi dan daya saing pencari kerja atau tenaga kerja, Bambang mengatakan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif. Salah satu insentif yang disiapkan bagi industri adalah insentif pajak, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019.
Kebijakan yang mulai diberlakukan akhir Juni ini akan mengurangi penghasilan kena pajak hingga 200 persen bagi pelaku usaha yang melakukan riset, inovasi, dan investasi di bidang pendidikan dan pelatihan kerja. Menurut Satrio, itu adalah solusi yang menguntungkan bagi industri dan pemerintah. Investasi pendidikan bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri dan mengurangi pengangguran.
”Untuk mendapatkan insentif pajak, industri dapat mengajukan, lalu pemerintah akan memverifikasi dan mengakreditasi sarana prasarana dan pengajarnya seperti apa. Kalau mereka asal mengajukan dan pelatihannya tidak berdampak pada pengurangan pengangguran, buat apa,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Satrio, Kemnaker juga bertanggung jawab untuk terus memperkuat mutu dan akses pelatihan, termasuk menguatkan akses dengan merevitalisasi BLK Kemnaker untuk memperluas kapasitasnya.
Pada 2018, sekitar 300 BLK tersedia di sejumlah wilayah. Sampai akhir 2019, pemerintah memiliki target untuk mendirikan 1.000 BLK Komunitas yang melatih 100.000 orang.
Kolaborasi
Secara terpisah, Ketua Komite Pelatihan Vokasi Nasional (KPVN) Anton J Supit menyambut baik kerja sama tersebut. Menurut dia, pelibatan dunia industri dalam pelatihan vokasi sangat penting sebagai bagian dari kolaborasi untuk menyiapkan angkatan kerja yang adaptif terhadap kebutuhan pasar kerja.
KPVN merupakan kolaborasi Kemnaker, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, serikat pekerja, akademisi, serta masyarakat sipil untuk menyiapkan sistem pelatihan vokasi bagi angkatan kerja. Kolaborasi yang berjalan sejak tahun 2017 tersebut bertujuan membangun sistem penyiapan angkatan kerja yang efektif dan efisien sesuai kebutuhan pasar kerja, untuk mendukung produktivitas dunia usaha dan dunia industri.
”Kolaborasi, komunikasi, dan fleksibilitas menjadi kunci penting dalam menyiapkan sistem pelatihan vokasi terintegrasi dan komprehensif. Globalisasi dan kompetisi yang semakin ketat membuat kita membutuhkan angkatan kerja yang kompeten dan berdaya saing tinggi sehingga produktivitas nasional pun meningkat,” tutur Anton, yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial.