Pemerintah membutuhkan dukungan swasta untuk menurunkan jumlah kasus anak balita tengkes (stunting) di Indonesia. Melalui dana tanggungjawab sosial, swasta diharapkan berkontribusi menangani masalah ini hingga ke pelosok daerah.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
GUNUNG SUGIH, KOMPAS - Pemerintah membutuhkan dukungan swasta untuk menurunkan jumlah kasus anak balita tengkes (stunting) di Indonesia. Melalui dana tanggungjawab sosial, swasta diharapkan berkontribusi menangani masalah ini hingga ke pelosok daerah.
Hal tersebut dikatakan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan di Kementerian Kesehatan Irmansyah disela-sela peresmian Program Percepatan Pencegahan Stunting Great Giant Foods (GGF), Rabu (17/7/2019), di Lampung Tengah. Acara tersebut dihadiri juga Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Reihana dan Senior Manager Departement Sustainability GGF Arief Fatullah.
“Saat ini, belum banyak perusahaan yang fokus pada isu stunting. Kontribusi swasta akan berdampak besar karena dana pemerintah juga terbatas,” kata Irmansyah.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi balita tengkes secara nasional mencapai 30,8 persen. Adapun aprevalensi balita tengkes di Lampung mencapai 27 persen.
Lampung Tengah merupakan satu dari 100 kabupaten/kota di Indonesia yang mendapat prioritas penanganan tengkes. Di kabupaten tersebut, ada 10 desa yang menjadi sasaran penanganan tengkes oleh pemerintah pusat.
Dia menyatakan, pemerintah pusat mengapresiasi dan mendukung program percepatan pencegahan tengkes yang dilaksanakan GGF. Inisiatif itu dapat membantu pemerintah mencapai target penanganan tengkes di bawah 20 persen pada 2025.
Dalam kesempatan itu, Arief menjelaskan, GGF akan mendampingi lima desa yang memiliki jumlah kasus tengkes terbesar di Lampung Tengah. Selain edukasi dengan pola hidup sehat, masyarakat juga akan diberikan makanan sehat setiap hari. Perusahaan akan menyiapkan, antara lain buah segar, daging, dan susu segar, untuk warga.
Selain balita, program ini juga akan menyasar perempuan. Khususnya, kalangan muda dan ibu rumah tangga yang sedang hamil. Mereka dinilai berperan penting mencetak generasi yang sehat.
Pada tahap awal, program ini akan berlangsung selama setahun ke depan. Namun, pihaknya menargetkan program ini bisa menjadi agenda tahunan dan diadopsi di daerah lain. “Kami memiliki komitmen bersama pemerintah dan masyarakat dalam kampanye kesehatan mengenai isu stunting dan obesitas,” katanya.
Sementara itu, Reihana menjelaskan, upaya pencegahan tengkes penting agar Lampung dapat menikmati bonus demografi pada tahun 2030. Jika tidak ditangani dengan baik, generasi muda yang tidak produktif justru akan menjadi beban.
Dia menambahkan, penanganan dan pencegahan stunting tidak cukup dengan pemenuhan gizi. Akses sanitasi dan sumber air yang bersih juga perlu diperhatikan. Ketiadaan sumber air bersih dan sanitasi layak menyebabkan bayi dan anak-anak terkena diare, cacingan, hepatitis A, dan tifoid. Diare kronis menghambat tumbuh kembang anak akibat kerusakan dinding usus. Hal itu memperbesar risiko anak tengkes.
“Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak memiliki akses sanitasi menjadi tidak produktif. Dalam jangka panjang, hal ini juga mengancam bonus demografi,” katanya.