Ribuan Ton Limbah Berisiko Mencemari Daratan dan Perairan Indonesia
Isu impor sampah bukan baru kali ini saja. Ribuan ton limbah, di antaranya terkontaminasi bahan beracun dan berbahaya, mencemari daratan dan perairan Indonesia. Sebagian limbah diimpor dari sejumlah negara, yang berisiko bagi lingkungan dan kesehatan.
Oleh
GSA/RAZ/ATO/ENY/OSA/MHF
·4 menit baca
Catatan Redaksi: Berita ini terbit di halaman 1 harian Kompas edisi 1 Mei 2012 dengan judul “Ribuan Ton Limbah Berisiko: Pemerintah Berkomitmen Melindungi Warga”.
Jakarta, Kompas - Ribuan ton limbah, di antaranya terkontaminasi bahan beracun dan berbahaya, mencemari daratan dan perairan Indonesia. Sebagian limbah diimpor dari sejumlah negara, yang berisiko bagi lingkungan dan kesehatan.
Di perairan utara Jakarta, misalnya, gumpalan minyak secara berkala mengapung di laut terbawa angin ke pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Tak hanya mengganggu pemandangan, limbah cucian lambung kapal tanker itu juga merusak lingkungan dan mengancam biota laut.
Hal yang sama ditemui di perairan sekitar Pulau Batam, Kepulauan Riau. Batam tergolong rentan dimasuki limbah karena posisinya yang terbuka dan berbatasan langsung dengan negara lain.
Salah satu kasus yang hingga kini belum tuntas adalah timbunan 3.800 ton ampas tembaga di samping Kantor Camat Sagulung, Batam, yang diimpor dari Korea Selatan tahun 2009. Dua warga negara Korsel dan satu warga negara Indonesia menjadi tersangka. Hingga kini, pihak perusahaan bersikukuh limbah itu adalah pasir besi, bahan pembersih karat kapal.
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Batam Dendi Purnomo mengatakan, tumpukan limbah ditangani Kejaksaan Agung dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). ”Kami hanya menunggu,” katanya, akhir pekan lalu.
Pihak KLH sudah menyatakan, ampas tembaga itu terkontaminasi limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) yang harus direekspor. Material itu bukan pasir besi. ”Rembesannya berwarna biru kehijauan. Jelas limbah B3,” kata Deputi Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah KLH Masnellyarti Hilman, Senin (30/4), di Jakarta.
Hal itu senada dengan ungkapan warga di sekitar tempat penimbunan material itu. Lapangan penimbunan limbah dipagari batako setinggi 2 meter.
Risiko kesehatan
Paparan limbah B3 berisiko bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Di lingkungan, kontaminasi merkuri, misalnya, bisa tertransportasi ke tubuh manusia secara langsung ataupun tidak. ”Jika akumulasi berlebih di tubuh manusia, saraf dan otak bisa terganggu,” kata Masnellyarti.
Akumulasi merkuri ke dalam tubuh manusia di antaranya melalui rantai makanan, seperti pada hewan-hewan laut.
Sementara kandungan timbal berlebih di alam akan mengganggu kualitas air dan udara. Kadar timbal berlebih dalam darah manusia di antaranya menyebabkan gangguan kecerdasan dan secara langsung memengaruhi tinggi badan seseorang.
Pada kasus impor limbah B3, limbah yang sering kali dijumpai adalah sirkuit elektronik, seperti PCB. Di lingkungan industri, PCB relatif mudah dijumpai teronggok di tanah. Secara langsung, pembakaran PCB bisa menghasilkan dioksin yang mengganggu pernapasan.
Secara perlahan, material dalam PCB yang terurai dan terakumulasi bisa bersifat karsinogen atau memicu kanker.
Menurut Masnellyarti, masih banyak jenis limbah beracun dan berbahaya yang harus dikelola secara benar. Persoalannya, karena dampaknya yang kadangkala perlahan-lahan, masyarakat tidak menyadari bahwa penyakit tertentu yang mereka alami terkait dengan keberadaan limbah di sekitar mereka.
Mempertimbangkan dampak serius limbah B3 di dunia, maka disepakati keberadaan Konvensi Basel. Konvensi tersebut merupakan perjanjian internasional yang mengatur perpindahan limbah B3 antarnegara.
Proses dan pelaksanaan reekspor limbah B3, seperti yang sudah dan sedang dilakukan pemerintah saat ini, terikat dengan Konvensi Basel itu. Negara pengirim wajib memberitahukan isi dan jalur lewat kapal kepada negara-negara yang dilintasi.
Seruan Menperin
Di Jakarta, Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat menegaskan, pemeriksaan dan penahanan ribuan kontainer berisi besi bekas oleh KLH dan Kantor Bea dan Cukai hendaknya tak mengganggu proses produksi industri besi baja domestik. Salah satu caranya adalah memeriksa dengan cepat.
Ia menanggapi penahanan ribuan peti kemas rongsokan besi baja yang diduga mengandung B3 di pelabuhan besar di Tanah Air.
Beberapa kali, KLH serta Bea dan Cukai menegaskan bahwa mereka tak bermaksud memperlambat proses, apalagi mematikan industri baja Indonesia. ”Kami melepaskan ribuan kontainer yang terbukti bersih,” kata Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok Agus Yulianto.
Menurut Hidayat, ketentuan impor limbah non-B3, termasuk scrap besi baja, diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 Tahun 2009 yang mengikat tanggung jawab. Importir di dalam negeri wajib mengirim kembali dan eksportir bersedia menerima kembali apabila terjadi kesalahan. Pihak surveyor, dalam hal ini kerja sama operasional (KSO) PT Sucofindo, bertanggung jawab terhadap hasil verifikasi.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Perindustrian Benny Soetrisno yang juga Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia mengatakan, hingga kini belum ada kesepakatan tentang definisi produk terkontaminasi B3. Bukan sekadar zero tolerance yang dipegang KLH.
”Seharusnya ada kesepakatan Kemenperin dan KLH tentang apa itu deskripsi B3. Bagaimana aturan internasionalnya? Jadi, tidak sekadar berhenti pada perdebatan saja,” ujar Benny.
Di halaman Istana Negara, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, pemerintah berkomitmen mencegah masuknya limbah bahan beracun dan berbahaya ke Indonesia. Namun, perlu disadari tidak semua kontainer berisi besi bekas mengandung limbah berbahaya.