Petani di Subang dan Karawang Bergantung Varietas Butuh Banyak Air
Para petani kembali mengeluarkan ongkos tambahan untuk bahan bakar pompa dan sebagian terancam merugi di musim kemarau kali ini. Ironisnya, petani masih bergantung menanam varietas padi yang membutuhkan banyak air.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
SUBANG, KOMPAS—Para petani kembali mengeluarkan ongkos tambahan untuk bahan bakar pompa di musim kemarau kali ini. Ironisnya, petani masih bergantung menanam varietas padi yang membutuhkan banyak air.
Hingga Rabu (17/7/2019), lahan terancam kekeringan di Subang seluas 2.656 hektar yang tersebar di 12 kecamatan. Kecamatan itu antara lain Sagalaherang, Cibogo, Cipunagara, Binong, Dawuan, Serangpanjang, Cikaum, hingga Patokbeusi.
Berdasarkan pantauan Kompas, lahan persawahan di Desa Tanjungrasa dan Tanjungrasa Kidul, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, tanahnya kering. Beberapa petak tanaman padi pada bagian batang warnanya menguning. Deretan pompa terpasang di tepi sungai Cilamaya, para petani mengupayakan air untuk mengairi sawahnya dengan pompa.
Abdul (55), petani Desa Tanjungrasa mengatakan, sawah garapannya seluas dua hektar seharusnya diolah pada pertengahan Mei lalu. Namun, ia menundanya hingga tiga minggu karena air dari irigasi dan hujan belum mencukupi kebutuhan pengolahan sawah, penyemaian, dan penanaman bibit.
Untuk meminimalkan kerugian, ia lantas menyiapkan selang plastik untuk mendistribusikan air hasil pompa menuju sawah garapannya. Saat ini usia tanaman padi miliknya berusia sekitar 40 hari dan akhir September diperkirakan panen. Ia menanam padi jenis Ciherang. Menurut dia, jenis itu membutuhkan banyak air.
"Jikat idak mendapat air yang cukup, akan terjadi penyusutan bobot padi sekitar sepuluh persen. Padahal, idealnya sehektar sawah menghasilkan 7 ton gabah," kata dia yang harus mengeluarkan biaya tambahan untuk bahan bakar pompa sebanyak Rp 70.000 per hari.
Petani lainnya, Santa (64), menyebutkan, kekeringan kali ini datang lebih awal dibandingkan tahun lalu. Ancaman kekurangan air diatasinya dengan menyiapkan pompa dan selang sepanjang 200 meter untuk mengairi sawah. Ia mengeluarkan ongkos bahan bakar pompa Rp 50.000 per hari.
Hal yang sama juga terjadi di Karawang. Sejumlah kecamatan terancam kekeringan seperti Tegalwaru, Pangkalan, Pakisjaya, Batujaya, Cibuaya, dan Cilamaya Wetan. Berdasarkan data Dinas Pertanian Karawang, di awal musim gadu (kemarau) hingga pertengahan akhir Juni, dari 78.482 hektar target tanam musim ini, baru sekitar 14.735 hektar sawah di Karawang yang sudah ditanami.
Solehudin (35), petani Desa Ciranggon, Kecamatan Majalaya, Karawang, menunda masa tanam padi sawahnya karena jumlah air yang irigasi belum mencukupi. Ia khawatir, jika mengolah padinya sekarang, tanaman padinya akan kekurangan air di puncak musim kemarau. Solehudin sudah dua kali berturut-turut gagal panen pada musim kemarau. Biaya produksi sawah dari masa tanam hingga panen sekitar Rp 10 juta per hektar.
Solehudin sudah dua kali berturut-turut gagal panen pada musim kemarau. Biaya produksi sawah dari masa tanam hingga panen sekitar Rp 10 juta per hektar
Kondisi serupa juga dialami Deden (33), petani di Desa Kiara, Kecamatan Cilamaya Kulon, Karawang. Menurut dia, debit irigasi yang minim membuatnya harus menunda pengolahan sawah sehingga mundur tiga minggu. Saat ini, sawah seluas 8.200 meter persegi miliknya telah memasuki masa penyemaian bibit.
Baik Solehudin dan Deden, keduanya selama ini menggantungkan hidup pada varietas Ciherang dan Inpari-32. Potensial saat musim hujan tapi kesulitan tumbuh dengan baik saat musim kemarau tanpa air melimpah.
Upaya pemerintah
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Subang Asep Heryana mengatakan, target panen untuk musim ini dengan lahan seluas 93.891 hektar. Hingga saat ini, Dinas Pertanian Subang telah menyalurkan pompa sebanyak 20 unit yang tersebar di Kecamatan Compreng, Cipunagara, Pabuaran, Cikaum, Patokbeusi, dan Binong.
Untuk menjaga panen dan kesejahteraan petani, tahun 2019, Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,44 miliar untuk program asuransi usaha tani padi untuk mengasuransikan 40.000 hektar lahan sawah.
Sasaran program ini adalah petani yang kepemilikan lahannya maksimal satu hektar. Pembayaran premi asuransi sebesar Rp 180.000 per hektar. Petani yang ikut asuransi akan mendapat ganti rugi Rp 6 juta rupiah per hektar jika mengalami gagal tanam atau gagal panen.