Lima Caleg Gerindra Cabut Gugatan ke Partainya Sendiri
Seusai ramai diberitakan oleh media, lima dari 14 calon anggota legislatif dari Partai Gerindra yang menggugat secara perdata partainya sendiri, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, memilih untuk mencabut gugatan. Namun sidang tetap lanjut. Saat ini masuk tahapan penyampaian replik.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sidang perdata para calon anggota legislatif dari Partai Gerindra yang menggugat partainya sendiri kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019). Namun, sidang kedua dengan agenda replik tersebut ditunda oleh majelis hakim karena adanya pengajuan permohonan sebagai tergugat intervensi terhadap kasus ini.
Yang juga menarik dari perkara ini, lima dari 14 calon anggota legislatif (caleg) Gerindra yang mengajukan gugatan, memutuskan untuk mencabut gugatannya, setelah gugatan caleg ke partainya sendiri itu ramai diberitakan media.
Sidang kedua gugatan dari calon anggota legislatif (caleg) Partai Gerindra itu dipimpin oleh Zulkifli dan dua hakim anggota Mery Taat Anggarasih serta Krisnugroho.
Adapun sidang perdana dengan nomor perkara 520/Pdt.Sus.Parpol/2019/PN JKT.SEL tersebut, telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) pada 10 Juli 2019 dengan agenda pembacaan gugatan dan jawaban.
Namun dalam sidang tersebut, pihak penggugat belum menyampaikan replik atau jawaban terhadap keterangan tergugat. Tergugat dalam hal ini adalah Dewan Pembina Partai Gerindra dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerindra serta Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Penggugat belum menyampaikan replik karena salah satu caleg DPR Gerindra dari daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta 3, Kamrussamad mengajukan permohonan untuk menjadi tergugat intervensi.
Majelis hakim kemudian memberikan waktu kepada pihak penggugat dan tergugat mempelajari berkas pengajuan permohonan dari Kamrussamad. Dengan demikian, sidang dengan agenda replik ditunda hingga Senin (22/7/2019).
Seusai sidang, kuasa hukum Kamrussamad, Dede Agung Wardana menilai gugatan dari para caleg Gerindra itu telah mencemarkan nama baik Gerindra dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Selain itu, gugatan yang muncul berkaitan dengan kliennya yang berhasil meraih suara terbanyak di antara caleg Gerindra di dapil DKI Jakarta 3.
Untuk diketahui, di antara 14 caleg dari Gerindra yang mengajukan gugatan, terdapat nama R Wulansari atau lebih dikenal dengan nama Mulan Jameela yang merupakan caleg DPR dapil Jawa Barat 11.
Selain itu, nama caleg DPR dapil DKI Jakarta 3 Rahayu Saraswati Djodjohadikusumo yang merupakan keponakan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Sementara 12 caleg lainnya adalah Seppalga Ahmad (caleg dapil 7 DPRD Provinsi DKI Jakarta), Nuraina (dapil 8 DPRD Provinsi DKI Jakarta), Pontjo Prayogo (dapil 1 DPRD Kota Tangerang), Adnani Taufiq (dapil IV DPRD Provinsi DKI Jakarta), dan Adam Muhammad (dapil II DPRD Provinsi Sulawesi Selatan).
Kemudian, Prasetyo Hadi (dapil VI DPR Jawa Tengah), Siti Jamaliah (dapil DPR Sumatera Utara I), Sugiono (dapil I DPR Jawa Tengah), Katherine A Oe (dapil DPR Kalimantan Barat I), Li Claudia Chandra (dapil I DPRD Tangerang Selatan 1), Bernas Yuniarta (dapil 3 DPRD Kota Bandar Lampung), dan dr Irene (dapil DPR Papua).
Cabut gugatan
Namun, Rahayu sebelumnya menegaskan bahwa namanya hanya dicatut dan tidak pernah menyetujui pengajuan sengketa perdata terhadap partainya sendiri. Dia juga menyatakan telah menarik diri dari daftar penggugat.
Selaih Rahayu, kuasa hukum penggugat Yuniko Syahrir mengatakan empat caleg Gerindra lain juga mencabut gugatan. Keempatnya, Li Claudia Chandra, Bernas Yuniarta, Prasetyo Hadi, dan Seppalga Ahmad.
Namun, Yuniko enggan menyebutkan alasan kelima caleg itu mencabut gugatan.
Materi gugatan
Berdasarkan berkas gugatan, inti dari gugatan para caleg Gerindra tersebut karena mereka menilai telah terjadi pelanggaran hak para penggugat selaku anggota dan kader Gerindra, yaitu hak untuk menentukan kebijakan serta hak untuk dipilih oleh para tergugat karena tidak menetapkan para penggugat sebagai anggota legislatif dari Gerindra.
Mereka menilai Partai Gerindra memiliki hak absolut untuk menentukan caleg mana yang pantas dijadikan anggota legislatif terpilih dengan mempertimbangkan kualitas kader serta rekam jejak pengabdian caleg.
Ini terutama di dapil di mana suara pemilih yang memilih Partai Gerindra jauh lebih besar daripada pemilih yang memilih langsung caleg. Sebab, jika dihitung dengan sistem penghitungan suara sainte lague yang diberlakukan saat Pemilu 2019, maka tidak ada satupun caleg Gerindra yang bisa mendapatkan kursi tanpa adanya suara pemilih yang memilih Partai Gerindra saja.
Hak absolut Gerindra menentukan caleg mana yang pantas dijadikan anggota legislatif terpilih dinilai tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 422 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di mana penentuan penetapan calon terpilih anggota legislatif salah satunya didasarkan pada suara terbanyak yang diperoleh masing-masing caleg di satu dapil yang tercantum pada surat suara. Alasannya, di dapil-dapil yang mereka persoalkan, suara terbanyak adalah suara partai bukan caleg.
Sebagai contoh, di dapil DKI Jakarta 3, suara tertinggi yang diperoleh caleg Gerindra hanya 83.562 suara, sedangkan suara partai, 117.089 suara.
Selain itu, hak absolut Partai Gerindra menentukan caleg mana yang pantas dijadikan anggota legislatif terpilih sejalan dengan ketentuan Pasal 172 UU 7/2017 yang mengatur jika peserta pemilu legislatif adalah Partai Politik dan bukan calon anggota legislatif.
Berdasarkan dalil-dalil itu, mereka menuntut para tergugat berhak untuk menetapkan para penggugat sebagai anggota legislatif dari Gerindra.