Geliat gerakan Indonesia Berkebaya diharapkan memunculkan lagi kepercayaan masyarakat terhadap Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan bangsa serta Pancasila sebagai rumah bersama bagi warga negara Indonesia.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
KOMPAS/NINA SUSILO
Sebanyak 370 UMKM menampilkan produk-produknya dalam Karya Kreatif Indonesia di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Gerakan Indonesia Berkebaya diharapkan mendorong masyarakat menghargai kekayaan warisan budaya Nusantara.
JAKARTA, KOMPAS — Geliat gerakan Indonesia Berkebaya diharapkan memunculkan lagi kepercayaan masyarakat terhadap Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan bangsa serta Pancasila sebagai rumah bersama bagi warga negara Indonesia. Melalui busana nasional, seluruh masyarakat dipersatukan dalam satu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Gerakan Indonesia Berkebaya mulai disuarakan Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia sejak 2014. Salah satu langkah bersama yang kini sudah mulai berjalan adalah gerakan Selasa Berkebaya. Setiap hari Selasa, berbagai komunitas perempuan mulai membiasakan diri mengenakan kebaya di kantor, pasar, dan tempat-tempat lain.
Hal serupa juga dipraktikkan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setiap hari Selasa, karyawan Kemdikbud wajib mengenakan baju nasional.
”Belakangan, kesadaran kita terhadap kekayaan budaya, salah satunya baju nasional, agak meredup. Oleh karena itu, gerakan-gerakan dan diskusi-diskusi tentang pentingnya pelestarian kebaya sebagai bagian dari budaya Indonesia harus dijalankan terus-menerus. Dengan demikian, kita akan selalu dipersatukan oleh Indonesia,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, Selasa (16/7/2019).
Belakangan, kesadaran kita terhadap kekayaan budaya, salah satunya baju nasional, agak meredup.
Hilmar mengatakan hal tersebut dalam diskusi pelestarian kebaya sebagai bagian dari budaya Indonesia di Museum Nasional, Jakarta. Selain Hilmar, hadir pula sebagai pembicara perancang busana Musa Widyatmodjo dan dosen Program Studi Pendidikan Tata Busana Universitas Pendidikan Indonesia, Suciati. Diskusi dimoderatori dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Dwi Woro Retno Mastuti.
Hilmar berharap, gerakan berbusana nasional seperti Indonesia Berkebaya bisa berkembang semakin luas, termasuk di sekolah-sekolah. ”Belakangan kita menghadapi perkembangan yang kurang mengenakkan. Intoleransi terjadi di beberapa tempat, anak-anak diharuskan memakai pakaian tertentu dan tidak boleh ini itu. Padahal, perintah Presiden Joko Widodo sudah sangat jelas. Indonesia adalah milik semua, rumah bagi semua. Pancasila harus benar-benar dihidupi,” tuturnya.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Diskusi seputar kebaya dilakukan di Jakarta, Selasa (16/7/2019). Diskusi ini juga membicarakan gerakan masyarakat untuk mengenakan kebaya pada hari tertentu. Gerakan ini diinisiasi oleh Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia.
Perlu edukasi
Musa mengatakan, Indonesia memiliki warisan budaya berkain yang sangat beragam. Ironisnya, masyarakat kini justru sering merasa aneh saat mengenakan kain. Menurut dia, kita baru akan bisa menghargai kekayaan warisan budaya tersebut apabila terlebih dulu mengenal, mencintai, mempelajari, dan memahaminya.
”Kesalahan kita adalah, kita tidak pernah mengedukasi dan menurunkan ilmu-ilmu (tentang budaya kain Nusantara) kepada anak-anak kita. Kebaya akan hilang jika tidak ada yang mengedukasi,” katanya.
Hilmar juga mengatakan bahwa kebaya hanya akan lestari selama masih dianggap relevan oleh masyarakat. Agar tetap relevan, peninggalan budaya ini harus dilindungi, dikembangkan, dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama.
Kebaya hanya akan lestari selama masih dianggap relevan oleh masyarakat.
Indonesia perlu belajar dari India yang mengalami kemajuan pesat dalam memproduksi aneka macam kain. Keberhasilan India bermula dari kecintaan mereka terhadap kain yang menjadi gerakan bersama.
Suciati menambahkan, kebaya sebagai busana nasional wanita Indonesia menjadi salah satu penunjuk jati diri bangsa Indonesia. Sepanjang sejarah perjuangan bangsa Indonesia, kebaya sudah menjadi bagian dari tata busana bangsa Indonesia.
Munculnya gerakan Indonesia Berkebaya menjadi salah satu bukti bagaimana kecintaan terhadap warisan budaya Indonesia masih ada. Selain di dalam negeri, gerakan ini sekarang juga sudah dilakukan oleh para diaspora Indonesia di luar negeri, antara lain di Jepang, Hong Kong, Eropa, dan Amerika Serikat.
Pendiri Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia, Rahmi Hidayati, mengungkapkan, gerakan Indonesia Berkebaya diharapkan bisa memperkenalkan kembali kebaya sebagai bagian dari sejarah dan budaya Indonesia kepada generasi muda, meningkatkan kreativitas dalam mendesain kebaya tanpa meninggalkan pakem budaya warisan leluhur, menjadi pemersatu bangsa, dan memunculkan fungsi ekonomi yang bisa memajukan ekonomi kerakyatan.