PT AirAsia Indonesia Tbk merancang sejumlah strategi bisnis untuk mencetak keuntungan pada tahun ini. Hal utama yang saat ini tengah dikejar AirAsia Indonesia adalah pertumbuhan tingkat keterisian penumpang.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT AirAsia Indonesia Tbk merancang sejumlah strategi bisnis untuk mencetak keuntungan pada tahun ini setelah merugi tahun lalu. Hal utama yang saat ini tengah dikejar AirAsia Indonesia adalah pertumbuhan tingkat keterisian penumpang.
Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan optimistis kinerja maskapainya tahun ini akan lebih baik dibandingkan 2018. Sepanjang tahun lalu, perusahaan merugi Rp 998 miliar. Kerugian disebabkan meningkatnya beban operasional perusahaan.
”Tahun lalu banyak faktor yang menjadi beban operasional perusahaan, di antaranya pelemahan nilai tukar rupiah, melonjaknya harga avtur, dan erupsi Gunung Agung (Bali) yang memengaruhi tingkat ketirisian penumpang,” kata Dendy saat mengunjungi kantor Redaksi Kompas di Jakarta, Selasa (17/7/2019).
Tahun ini, AirAsia Indonesia akan mendatangkan lima pesawat baru sehingga ditargetkan hingga akhir tahun pesawat yang dioperasikan bertambah menjadi 29 unit tipe Airbus A320-200. Hal ini membuat Dendy optimistis tingkat keterisian penumpang bisa mencapai 87 persen hingga akhir tahun ini.
Adapun faktor keterisian penumpang AirAsia pada 2018 tercatat sebesar 85 persen, turun dari 2017 yang sebesar 88 persen. Meski menghentikan kerja sama dengan sejumlah agen perjalanan, baik luring maupun daring, Dendy tetap yakin pemesanan tiket melalui situs resmi airasia.com semakin meningkat.
”Saat ini pemesanan tiket daring melalui situs airasia.com mencapai 65 persen. Diharapkan porsi penjualan melalui situs resmi kami ini bisa naik menjadi 80 persen dalam 2-3 tahun ke depan,” ujarnya.
Tahun ini, AirAsia Indonesia juga akan menggarap rute-rute domestik baru, yang disesuaikan dengan program pemerintah dalam membangun 10 destinasi ”Bali baru”. ”Kami mempertimbangkan rute baru di bagian timur Indonesia, saat ini masih dalam tahap perizinan,” ujar Dendy.
AirAsia menjadi satu dari segelintir maskapai penerbangan di Indonesia yang dinilai memasang tarif tiket dengan harga di bawah tarif maskapai lainnya. Dendy menjelaskan, pemangkasan harga tiket merupakan bagian dari gimik pemasaran yang dapat dilakukan dengan menekan biaya operasional.
”Harga tiket murah itu kan berjenjang, tidak semua kursi harganya sama. Harga tiket yang relatif lebih murah dijual dari jauh-jauh hari, itu juga bisa membantu cash flow (arus kas) perusahaan,” ujarnya.
Pemangkasan harga tiket merupakan bagian dari gimik pemasaran yang dapat dilakukan dengan menekan biaya operasional.
Keterjangkauan harga tiket tersebut terlihat dari indikator biaya dan pendapatan setiap penumpang dalam 1 kilometer atau yang biasa disebut cost per available seat kilometers (CASK). Secara grup, CASK AirAsia pada 2018 mencapai 3,9 sen dollar AS.
Dendy memastikan penekanan biaya operasional sama sekali tidak mengorbankan faktor keselamatan penumpang. Efisiensi biaya operasional dapat dilakukan AirAsia Indonesia karena hanya mengoperasikan satu tipe pesawat Airbus A320-200. Hal ini membuat maskapai bisa lebih irit mengeluarkan biaya suku cadang, sertifikasi pilot, serta sertifikasi kru kabin menjadi lebih efisien.
AirAsia Indonesia yang merupakan bagian dari AirAsia Group yang secara total mengoperasikan sembilan maskapai di enam negara juga membuat posisi tawar perusahaan lebih tinggi di mata mitra bisnis. ”Karena grup ini besar, saat membeli atau menyewa pesawat, misalnya, kami lakukan dalam jumlah yang besar. Jadi, lumrah saja kalau kami mendapatkan diskon dari produsen,” ujar Dendy.
Selain itu, maskapai AirAsia Indonesia juga memaksimalkan pemanfaatan (utilisasi) kerja pesawat agar bisa optimal setiap hari. Dalam sehari rata-rata setiap pesawat terbang selama 12,4 jam. Agar performa maskapai semakin baik, setiap pilot pun dipastikan hanya terbang maksimal selama 30 jam dalam seminggu.
Teknologi finansial
Sebagai penopang ekosistem bisnis daring mereka, AirAsia Indonesia tengah mempersiapkan proses izin operasional dompet digital mereka yang bernama BigPay. Dompet digital ini sendiri sudah beroperasi sebagai sistem pembayaran di sejumlah regional Asia.
”Selain untuk membeli tiket secara daring, BigPay juga dapat digunakan sebagai layanan remitansi pengiriman uang dari sejumlah wilayah Asia,” ujar Group Head Communication AirAsia Indonesia Audrey Progastama Petriny.
Selain untuk membeli tiket secara daring, BigPay juga dapat digunakan sebagai layanan remitansi pengiriman uang dari sejumlah wilayah Asia.
Untuk dapat beroperasi di Indonesia, saat ini AirAsia Indonesia tengah menimbang peluang kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan Tanah Air. Hal ini dilakukan untuk memenuhi peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait batasan kepemilikan perusahaan asing terhadap perusahaan teknologi finansial dalam negeri.