Warga sejumlah desa di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, masih bertahan di pengungsian, Senin (15/7/2019), setelah diguncang gempa bumi bermagnitudo M 7,2 pada Minggu (14/7) sore.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Warga sejumlah desa di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, masih bertahan di pengungsian, Senin (15/7/2019), setelah diguncang gempa bumi bermagnitudo M 7,2 pada Minggu (14/7/2019) sore. Badan Penanggulangan Bencana Daerah belum bisa menjangkau semua desa yang terdampak gempa karena keterbatasan akses jalur udara ataupun darat.
Warga Desa Ranga-Ranga, Kecamatan Gane Timur Selatan, Kabupaten Halmahera, Roy Kotu (42), mengatakan, mayoritas warga masih mengungsi di perbukitan Desa Matuting, Kecamatan Gane Timur Tengah. Letaknya sekitar 40 kilometer dari Desa Ranga-Ranga.
”(Desa Matuting) jauh dari desa sehingga belum ada warga yang pulang. Warga masih takut ada tsunami, makanya mengungsi di sini. Sama-sama daerah pesisir pantai, tapi ada bukitnya sehingga lebih aman,” kata Roy, ketika dihubungi dari Manado, Sulawesi Utara.
Meskipun juga terkena gempa, kerusakan di Desa Matuting tidak seburuk di desa tempat Roy tinggal. Ia mengatakan, sekitar 10 rumah di desanya rusak parah, sementara lebih dari 50 rumah rusak sebagian. Sekitar 50 rumah lainnya rusak ringan. Tembok rumah Roy roboh, sedangkan sebagian yang masih berdiri retak-retak.
Petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Halmahera Selatan datang ke lokasi pada Senin sore. ”Untungnya tidak banyak korban luka. Hanya ada anak 10 tahun yang luka ringan karena terkena runtuhan tembok,” kata Roy.
Menurut peta guncangan gempa (shake map) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), daerah Gane merasakan dampak VI sampai VII skala Modified Mercalli Intensity (MMI). Artinya, potensi tingkat kerusakan ringan hingga sedang.
Di Desa Bisui, Kecamatan Gane Timur Tengah, sebagian besar warga juga masih mengungsi di perbukitan belakang desa pesisir itu. Salah satu warga, Irwan Amin (28), mengatakan, gempa itu menjadi pengalaman pertama bagi sebagian besar warga.
”Makanya, warga masih banyak yang shock dan takut pulang ke rumah. Untungnya, warga langsung tanggap untuk mengungsi dan mendirikan tenda di bukit,” kata Irwan.
Belum ada bantuan. Listrik di sini mati sejak gempa kemarin. Kami mengisi baterai dengan power bank.
Dari sekitar 240 rumah di Desa Bisui, hanya 6 rumah yang rusak parah, sementara 17 rumah lainnya rusak ringan. Kerusakan berupa robohnya dinding. Tidak ada korban luka ataupun meninggal karena tertimpa reruntuhan.
Hingga kini, warga masih menunggu bantuan dari BPBD Halmahera Selatan. ”Belum ada bantuan. Listrik di sini mati sejak gempa kemarin. Kami mengisi baterai dengan power bank,” katanya.
Sementara itu, di Kecamatan Obi Selatan, kondisi masih aman meskipun merasakan dampak sebesar V MMI, yakni getaran gempa cukup kuat. Ama Kelen, warga di Obi Selatan, mengatakan, warga masih tinggal di rumah seperti biasa. Tidak ada kerusakan bangunan ataupun korban jiwa.
Gempa mengguncang Halmahera Selatan pada Minggu (14/7/2019) sekitar pukul 18.10 WIT dengan pusat gempa di sekitar Kecamatan Gane Barat, 62 km arah timur laut Labuha, ibu kota kabupaten. Gempa dengan kedalaman 10 kilometer itu disebabkan aktivitas sesar Sorong-Bacan. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Senin siang, tercatat terjadi gempa susulan sebanyak 66 kali.
Dua meninggal
Dalam konferensi pers BNPB di Jakarta, Pelaksana Harian Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Agus Wibowo mengatakan, dua orang terkonfirmasi meninggal akibat gempa di Halmahera Selatan. Salah satu korban jiwa, Aisyah (51), meninggal karena tertimpa reruntuhan rumahnya saat sedang berlari menyelamatkan diri.
”Kami belum menerima informasi tentang korban luka. Yang pasti, pengungsi banyak, termasuk di Labuha. Ini dikarenakan warga yang menjadi korban mungkin masih panik sehingga menyelamatkan diri sendiri-sendiri. Pendataan jadi terhambat,” kata Agus.
BNPB mencatat, sekitar 2.000 orang mengungsi di 14 lokasi pengungsian. Dua lokasi berada di Desa Saketa, Kecamatan Gane Barat, Pulau Halmahera, sedangkan 12 tempat pengungsian yang lain tersebar di Pulau Bacan.
Sejauh ini, baru 59 rumah di empat desa yang terkonfirmasi rusak, yaitu 28 rumah di Desa Saketa, 20 di Ranga-Ranga, 6 unit di Desa Dolik (Gane Barat Utara), dan 5 rumah di Desa Kluting Jaya (Kecamatan Weda Selatan, Halmahera Tengah). Dua jembatan di Desa Saketa juga dilaporkan rusak.
Agus membenarkan masih banyak warga yang belum mendapatkan bantuan sebab akses menuju lokasi gempa hanya bisa melalui laut. Namun, tim reaksi cepat BNPB telah dikirim dari Jakarta menuju Ternate. Dari situ, tim akan diberangkatkan dengan kapal cepat menuju Sofifi di daratan Pulau Halmahera, kemudian dilanjutkan perjalanan darat ke Saketa.
”Penerbangan dari Ternate ke Labuha hanya ada satu kali sehari dan selalu penuh. Dari Labuha ke Desa Saketa hanya bisa lewat jalur laut dengan feri selama 10 jam atau perahu cepat selama 5 jam. Makanya, kami lewat jalur darat (dari Sofifi ke Desa Saketa),” kata Agus.
Di samping itu, BNPB juga akan menurunkan tim pesawat nirawak (drone) untuk mengamati dan mendata kerusakan lewat jalur udara. ”Inventarisasi rumah yang rusak dan kerusakan lainnya akan lebih mudah,” kata Agus.