Swedia sangat memuliakan sepak bola. Lapangan ada di setiap sudut kota. Untuk negara yang luasnya sekitar 450.000 kilometer persegi, mereka tergolong punya lapangan sepak bola yang padat. Lapangan sepak bola yang ada pun sangat terawat dan sebagian gratis.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH dari Gothenburg, Swedia
·4 menit baca
Swedia sangat memuliakan sepak bola. Lapangan ada di setiap sudut kota. Untuk negara yang luasnya sekitar 450.000 kilometer persegi, mereka tergolong punya lapangan sepak bola yang padat. Lapangan sepak bola yang ada pun sangat terawat dan sebagian gratis. Tak heran, negara Nordik itu melahirkan banyak pesepak bola top dan negaranya langganan lolos ke Piala Dunia.
Kondisi lapangan yang terawat dan banyak itu membuat para pemain tim LKG-SKF Indonesia bersemangat. Mereka semakin tidak sabar untuk bertanding di kategori Boys 15 Piala Gothia, 14-20 Juli, yang merupakan Piala Dunia-nya sepak bola kelompok usia.
Gairah bertanding itu juga terpancar dari wajah penyerang Muhammad Rido Julian yang sebenarnya belum pulih dari sakit. Setiba di Gothenburg, setelah menempuh perjalanan 16 jam dari Jakarta, Sabtu (13/7/2019), wajah Rido yang sebelumnya pucat menjadi berseri-seri.
Bahkan, wajahnya kian segar ketika melihat lapangan sepak bola di Heden, Gothenburg, dalam sesi latihan yang dilakukan dua jam setelah tim mendarat di kota terbesar kedua di Swedia itu. Padahal, Rido dan rekan-rekannya belum beristirahat setiba di Gothenburg, kecuali makan nasi goreng buatan warga Indonesia di sana.
Itu berbeda jauh dengan kondisi Rido saat masih di Jakarta. Matanya sayup dan tubuhnya terlihat lunglai. Dia seperti tak ada gairah. Semangatnya memang tergolong kendur dibandingkan 17 pemain lainnya. Rido memang baru saja sembuh dari sakit. Kata dokter, dia mengalami kelelahan setelah ikut pemusatan latihan tim di kawasan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, 4-7 Juli.
Bahkan, penyerang dari SSB Buperta Cibubur, Jakarta Timur, itu melewatkan acara resmi pelepasan tim di Jakarta yang dilepas langsung oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Duta Besa Swedia untuk Indonesia Marina Berg, Presiden Direktur SKF Industrial Indonesia Ola Jernberg, dan Pemimpin Redaksi Kompas Ninuk Mardiana Pambudy, Rabu (10/7/2019).
Ya, sepak bola memang punya daya bius yang kuat bagi penikmatnya. Orang-orang yang tadinya pendiam bisa jingkrak-jingkrak dan teriak kencang ketika seru menonton bola. Pera pesepak bola yang sedang cedera bisa sembuh seketika saat melihat timnya bertanding.
Tak terkecuali Rido, sakitnya seolah hilang ketika melihat lapangan bola yang memikat di Gothenburg. ”Lapangannya bagus banget. Ngiler lihatnya. Jadi, enggak tahan pingin nendang-nendang bola di sini,” ujar Rido yang asli Sukabumi, Jawa Barat, itu.
Lapangan bola di Gothenburg memang memikat. Sebagian lapangan berumput alami dan sebagian lagi berumput sintetis. Kondisi lapangannya jangan ditanya, sangat terawat. Rumputnya bak karpet, datar, rata, mulus, dan bersih.
Tersebar
Kata warga negara Indonesia, Reza Talberg (38), yang sudah bermukim sekitar 26 tahun di Swedia, lapangan bola seperti itu ada di setiap sudut kota. ”Kalau sedang ramai kegiatan, biasanya lapangan disewakan Rp 200.000-Rp 300.000 per tiga jam. Tapi, kalau sepi, siapa pun bisa pakai tanpa bayar,” ujar pria yang aslinya dari Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, itu.
Diperkirakan ada 7.900 lapangan bola yang tersebar di seluruh Swedia. Lapangan sebanyak itu memfasilitasi 8.500 tim untuk berlatih dan bertanding. Stadion bola bertaraf internasional ada 39. Dengan fasilitas yang ada, Swedia bisa menggelar kompetisi sepak bola sebanyak sepuluh strata, dari divisi paling top bernama Allsvenskan hingga terbawah bernama Divisi 8.
Dengan fasilitas mumpuni dan kompetisi yang banyak, tak heran banyak lahir pesepak bola top dari Swedia. Mulai dari penyerang haus gol di era 1950-an, Gunnar Nordahl, penyerang nyentrik di era 1990-an Henrik Larsson, hingga bintang era 2000-an Zlatan Ibrahimovic. Timnas Swedia yang berjuluk ”Blagulet” (The Blue and Yellow) juga langganan Piala Dunia, ikut 12 kali dari 21 kali penyelenggaraan.
Bandingkan dengan Indonesia. Jangan banyak berharap menemukan banyak lapangan bola yang bagus, mencari lapangan untuk main bola saja susah. Kalaupun ada, rumputnya bolong-bolong. Stadion bola mungkin banyak. Bahkan, setiap ibu kota provinsi sekarang berlomba buat stadion bola besar. Tapi, kondisinya tidak lebih baik dibandingkan rumput-rumput lapangan bola tingkat kecamatan di Swedia.
Bicara sepak bola memang kompleks. Tapi, sepak bola tidak akan maju kalau tidak ada fasilitas yang bagus, terutama lapangan bola. ”Kita jangan dulu ngomong Piala Dunia. Lebih baik fokus dulu memperbanyak lapangan bola berkualitas dan memperbaiki rumput lapangan yang ada saat ini. Kalau fasilitasnya bagus begitu, dijamin lahir pesepak bola-pesepak bola hebat,” tutur Pelatih LKG-SKF Indonesia Jumhari Saleh.