Singapura Diminta Berhenti Menerima Benur Selundupan
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta pemerintah Singapura untuk tidak lagi mengizinkan benur atau benih lobster dari Indonesia masuk ke wilayahnya.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta pemerintah Singapura untuk tidak lagi mengizinkan benur atau benih lobster dari Indonesia masuk ke wilayahnya. Sejak lama, Singapura diketahui menjadi tempat transit para penyelundup benur sebelum menuju Vietnam.
“Pemerintah Singapura seharusnya tidak boleh mengizinkan barang hidup ini masuk. Bagaimana balai karantina Singapura bisa mengizinkan bibit (lobster) ini masuk tanpa ada surat keterangan kesehatan, saya tidak habis mengerti,” kata Susi, di Batam, Kepulauan Riau, Senin (15/7/2019).
Produksi lobster budidaya di Vietnam selama ini bergantung pada benur dari Indonesia yang diselundupkan lewat Singapura. Benur itu kemudian dibesarkan dan dijual kembali dengan harga yang berlipat-lipat lebih tinggi. Hal ini sangat merugikan negara dan masyarakat Indonesia.
Dulu kita punya banyak lobster di laut, sekarang yang besar sudah tidak ada karena yang kecil-kecil diambil semua untuk dijual ke luar negeri.
Susi menegaskan, jika benur terus diselundupkan ke luar negeri, lobster di Indonesia akan punah. “Dulu kita punya banyak lobster di laut, sekarang yang besar sudah tidak ada karena yang kecil-kecil diambil semua untuk dijual ke luar negeri,” ujarnya.
Kebijakan pemerintah untuk produksi lobster dalam negeri bertumpu pada tangkapan langsung di laut. Sementara, budidaya lobster baru sebatas pembesaran benur. Adapun pemijahan lobster masih sulit untuk dilakukan.
Negara penghasil lobster lain, misalnya India dan Australia, sudah lama berhenti menjual benih lobster. "Cuma Indonesia yang masih jual (benur). Padahal, sayang sekali kalau dijual kecil-kecil, karena kalau besar laku sampai jutaan rupiah,” kata Susi.
Sepanjang 2019, tercatat sebanyak 39 upaya penyelundupan benur yang digagalkan. Benur yang diselamatkan jumlahnya mencapai 3,1 juta ekor. Adapun nilainya ditaksir lebih kurang Rp 474,6 miliar. Dua kasus terakhir di Lampung dan Jambi digagalkan pada waktu yang bersamaan.
Tim Direktorat Kriminal Khusus Polda Lampung, Kamis (11/7), menggagalkan penyelundupan 366.650 ekor benih lobster pasir dan 27.100 ekor benih lobster mutiara. Dengan penangkapan itu, kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 56,3 miliar.
Pada waktu yang bersamaan, tim Direktorat Kriminal Khusus Polda Jambi juga menggagalkan penyelundupan 542.200 ekor benih lobster pasir dan 28.350 ekor benih lobster mutiara senilai Rp 87 miliar. Selain itu, ditemukan pula 75.000 benih sidat yang nilainya mencapai Rp 100 juta.
Penyelundupan benur diperkirakan akan lebih marak pada Agustus hingga Desember. “Masa itu adalah waktunya lobster bertelur di laut selatan yang ombaknya besar dan banyak karang,” ujar Kepala Polda Lampung Inspektur Jenderal Purwadi Arianto.
Menurut dia, penyelundup biasanya membawa benur tangkapan dari pantai selatan Jawa melalui Lampung menuju Jambi dengan menggunakan jalur darat. Dari Jambi, benur itu akan diselundupkan menuju Singapura melalui jalur laut untuk selanjutnya dikirim ke Vietnam.
“Setiap 8 jam sekali mereka harus berhenti untuk mengisi oksigen, biasanya titiknya itu di Lampung dan Jambi. Saat itulah pelaku kami tangkap,” kata Purwadi.
Para penyelundup membeli benur seharga Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per ekor dari pengepul. Mereka lalu menjualnya kembali seharga Rp 150.000 per ekor untuk jenis lobster pasir dan Rp 200.000 jenis lobster mutiara. Dengan modal yang sedikit, keuntungan yang didapat paling kecil 10 kali lipat.
Susi mengatakan, sejumlah mafia penyelundupan benur saat ini sudah ditangkap. Meskipun begitu, menurut dia, ada juga sebagian lainnya yang masih beraksi. Keuntungan yang besar diduga menjadi penyebab utama penyelundupan benur masih marak terjadi hingga kini.
“Salah satu penangkapan (mafia), ya dalam kasus penyelundupan di Lampung dan Jambi itu. Sekarang kita harus melakukan koordinasi antaraparat penegak hukum agar oknum-oknum yang membekingi bisnis (penyelundupan) itu bisa segera dihentikan,” kata Susi.