JAKARTA, KOMPAS—Belajar dan mempraktikkan kewirausahaan sejak dini akan mendidik siswa SMA dan SMK untuk bisa mencari serta mengembangkan solusi bagi permasalahan di sekitar. Ilmu tersebut merupakan modal agar bisa menjadi mahasiswa maupun warga negara yang mampu berkontribusi kepada bangsa.
"Selama ini, ketika siswa diwawancara, mereka menargetkan suatu saat bisa bekerja sebagai pegawai negeri sipil karena terjamin secara keuangan. Kalaupun ada yang bercita-cita membuka usaha mayoritas masih fokus kepada mencari keuntungan," kata pendiri sekaligus Penasehat Akademik Prestasi Junior Indonesia Robert Gardiner dalam Kompetisi Perusahaan Siswa Regional DKI Jakarta 2019 di Jakarta, Sabtu (13/7/2019).
Gardiner menjelaskan, tidak ada yang salah dengan cita-cita tersebut. Akan tetapi, hendaknya siswa bisa tumbuh dewasa tidak hanya memikirkan diri sendiri. Mereka harus menyadari bahwa sebagai bagian dari masyarakat harus ada pandangan dan lebih baik lagi jika ada upaya untuk turut memberdayakan orang-orang di sekitar.
Lomba tersebut diikuti oleh delapan tim dari delapan SMA dan SMK yang terpilih sebagai finalis. Setiap tim mengirim proposal mengenai jenis usaha yang akan dirintis, strategi pemerolehan modal, cara produksi, dan strategi pemasaran. Tim harus mengetahui persis jumlah modal yang dibutuhkan.
Namun, PJI beserta sponsor Citi Indonesia dan perusahaan asuransi AIG Indonesia tidak memberi uang tunai. Alih-alih, mereka memberi setiap tim saham dengan nilai yang harus ditentukan oleh rapat anggota. Setelah sepakat dengan harga, mereka menjual saham sebanyak yang dibutuhkan. Menurut Gardiner, cara ini mengajar siswa mengenai sistem perencanaan pemodalan dan peminjaman kepada lembaga resmi seperti bank.
Sebagai contoh, SMKN 26 Jakarta yang diwakili oleh tim Phoenic. Siswa kelas XI jurusan Teknik Fabrikasi Logam Ismail Yoga Dharmawan mengungkapkan, tim sepakat menentukan harga saham Rp 26.000 per lembar. Mereka ingin membuat rompi penahan punggung guna mencegah kebungkukan dini akibat sering membaca ataupun bekerja menggunakan komputer.
"Target pembeli saham kami adalah guru dan siswa di sekolah. Harga Rp 26.000 selembar dianggap sudah pas," tuturnya. Cara menjualnya pun butuh strategi karena setelah dihitung, tim membutuhkan 100 lembar saham untuk terjual. Mereka membuat daftar pembeli potensial yang kemudian didekati oleh para anggota.
Target pembeli saham kami adalah guru dan siswa di sekolah. Harga Rp 26.000 selembar dianggap sudah pas.
Uang terkumpul menjadi modal awal untuk membeli antara lain karet, kait logam, dan kulit sintetis. Selama dua pekan mereka menyempurnakan desain dan setelah itu, bahan-bahan yang sudah dipotong sesuai kebutuhan ukuran dikirim ke penjahit keliling untuk diproduksi.
"Kami sengaja memilih penjahit keliling sebagai cara pemberdayaan masyarakat. Ketika produksi stabil, ia tidak perlu lagi berkeliling dan bisa bekerja dari rumah," kata Ismail. Produk dijual seharga Rp 80.000 per unit dengan target penjualan 50 unit untuk empat bulan. Tim Phoenic berhasil mencapai angka penjualan 62 unit.
Pembinaan
Kepala Komunikasi Citi Indonesia Ananta Wisesa mengatakan, selama enam bulan, siswa dibina untuk mematangkan strategi. Hal pertama yang mereka pelajari adalah wirausaha berbeda dari wiraswasta. Sejak awal, konsep pemberdayaan sudah dimasukkan ke dalam proposal ide.
"Mereka harus mencari kelompok yang akan diberdayakan dan di dalam tim terjadi perdebatan mengenai bentuk usaha maupun kelompok yang akan dibantu. Hal ini mengajar siswa mengenai proses negosiasi dan kerja sama," ujarnya.
Setiap tim dinilai dari laporan keuangan dan kegiatan selama minimal tiga bulan, presentasi di depan dewan juri dan kemampuan menjawab pertanyaan, penampilan kios, dan kemampuan melakukan penjualan dengan konsumen langsung. Acara diadakan di pusat perbelanjaan Green Pramuka Square sehingga masyarakat awam bisa langsung melihat dan bertanya mengenai produk-produk yang dijual.
Presiden Direktur AIG Indonesia Rob Logie mengungkapkan terkesan dengan ragam produk karya siswa, mulai dari kosmetik hingga kartu permainan berbasis legenda Nusantara. Lebih mengesankan, produk-produk yang dibuat ramah lingkungan karena menggunakan konsep daur ulang. Artinya, siswa sudah memiliki pandangan kelestarian lingkungan. Contohnya adalah SMKN 5 Jakarta yang membuat karbol pel dari air limbah pendingin ruangan (AC) dan SMKN 27 Jakarta membuat cinderamata dari olahan kulit singkong.
"Setiap hari, AC sekolah menghasilkan 108 liter air yang dipakai untuk menyiram tanaman dan sisanya dibuang ke got. Ternyata kalau dicampur getah pinus (Pinus merkusii) dan beberapa zat lain bisa menjadi cairan pembersih yang ramah lingkungan," ucap Rini Esti Dayanti, siswa kelas XI jurusan Audio Video SMKN 5 Jakarta.
Cairan tersebut dikemas ke dalam botol plastik ukuran 1 liter oleh ibu-ibu di sekitar sekolah dan kemudian dijual ke rumah-rumah makan di dekat sekolah. Dari target 360 botol sudah terjual 363 botol dengan harga satuan Rp 15.000. Untuk mengurangi sampah plastik, sekolah menyediakan jasa isi ulang karbol seharga Rp 13.000.
Berlanjut
Gardiner menerangkan, pemenang di tingkat Jakarta akan berkompetisi di ajang nasional yang diikuti oleh perwakilan dari Bandung, Surabaya, dan Denpasar. Pemenang nasional akan lanjut berlomba di tataran Asia Pasifik.
"Harapannya, perusahaan rintisan ini bisa dilanjutkan di sekolah dan diturunkan kepada angkatan berikutnya. Kalau sekolah ingin melikuidasinya, mereka tetap harus mengajarkan kewirausahaan kepada siswa," ujarnya.