Kerja Sama Indonesia-Eropa Akan Dorong Perdagangan dan Investasi
Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (IE-CEPA) diharapkan dapat membuka pasar yang lebih luas bagi kedua belah pihak. Saat ini, kedua belah pihak menjajaki secara detail potensi kerja sama di berbagai sektor ekonomi.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
Piring, cangkir, dan teko disortir di pabrik peralatan makan Indo Porcelain di Tangerang, Banten, Senin (13/5/2019). Perusahaan itu memproduksi sekitar 1,7 juta unit peralatan makan per bulan. Sekitar 65 persen dari produk itu diekspor ke Amerika, Asia, dan Eropa.
JAKARTA, KOMPAS — Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (IE-CEPA) diharapkan dapat membuka pasar yang lebih luas bagi kedua belah pihak. Saat ini, kedua belah pihak sedang menjajaki secara detail potensi kerja sama di berbagai sektor ekonomi.
IE-CEPA merupakan perjanjian ekonomi antara Indonesia dan empat negara anggota Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA), yaitu Swiss, Liechtenstein, Eslandia, dan Norwegia, pada 16 Desember 2018. Perjanjian IE-CEPA mencakup, antara lain, isu perdagangan, investasi, pembangunan berkelanjutan, bea cukai, persaingan usaha, legal, serta pengembangan kapasitas.
”Tidak bisa dimungkiri, negosiasi IE-CEPA dilakukan Indonesia untuk menjajaki pasar Uni Eropa. Saya harap, Indonesia juga dapat menjadi penghubung bagi negara Eropa di pasar Asia,” ujar mantan Ketua Perunding IE-CEPA untuk Indonesia Soemadi DM Brotodiningrat di Indonesia-EFTA Business Forum, di Jakarta, Senin (15/7/2019).
Menurut Soemadi, Eropa merupakan pasar yang belum tergali secara optimal oleh Indonesia. Sejalan dengan hal itu, keberadaan sejumlah negara Eropa di pasar Indonesia juga belum signifikan. IE-CEPA diharapkan dapat menjadi pintu yang membuka kesempatan bagi kedua pihak untuk saling mengeksplorasi pasar.
Adapun nilai total perdagangan Indonesia dengan empat negara EFTA tahun 2018 mencapai 1,8 miliar dollar AS. Nilai ekspor Indonesia ke empat anggota EFTA mencapai 733 juta dollar AS, sementara nilai impor sekitar 1,1 miliar dollar AS.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Indonesia-EFTA Business Forum di Jakarta, Senin (15/7/2019).
Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Vegard Kaale mengatakan, Norwegia sebagai bagian dari negara Nordik merupakan pasar yang homogen di Eropa. Ketika Indonesia mengakses pasar Norwegia, pasar negara Nordik lainnya akan ikut terbuka. Negara Nordik antara lain Swedia, Denmark, Irlandia, Estonia, dan Finlandia.
”Sebagai negara Nordik, kami memiliki perjanjian ekstensif dengan Uni Eropa. Kami dapat menjadi titik masuk bagi Indonesia ke pasar Eropa yang memiliki 500 juta konsumen,” kata Kaale.
Norwegia mengimpor komoditas alas kaki (25 persen), peralatan telekomunikasi (16 persen), pakaian (15 persen), balok kayu (7 persen), dan perabotan (4 persen) dari Indonesia pada 2018. Kaale melanjutkan, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk mengekspor bunga, sayuran, pakaian, produk kimia, keramik, dan kerajinan tangan ke Norwegia.
Ketika Indonesia mengakses pasar Norwegia, pasar negara Nordik lainnya akan ikut terbuka.
Namun, pelaku bisnis Indonesia perlu memperhatikan sejumlah faktor. Faktor kualitas, keamanan, kesehatan, asal produk, dan kepercayaan perlu menjadi perhatian ketika mereka bekerja sama dengan Norwegia.
Kepala Hubungan Ekonomi Bilateral Kementerian Ekonomi Swiss Erwin Bollinger mengatakan, Indonesia dapat mengekspor pakaian jadi dan tekstil, peralatan mesin, serta makanan ke pasar Swiss. Selama ini, Swiss sebagai mitra dagang telah mengekspor antara lain produk kimia dan farmasi serta mesin berat ke Indonesia.
Sinergikan program
Untuk itu, Soemadi menuturkan, pejabat dari negara-negara yang berkolaborasi dalam IE-CEPA perlu terus berkoordinasi guna menyinergikan program-program yang telah disepakati. Sinergi program IE-CEPA masih menghadapi berbagai tantangan. Namun, komitmen setiap negara yang terlibat terlihat kuat untuk menghadapinya.
Hal ini karena IE-CEPA dapat mengamankan posisi Indonesia dan EFTA di tengah persaingan perdagangan global karena memberikan kepastian untuk bekerja sama di bidang ekonomi. Selain itu, perjanjian itu juga mengedepankan kemitraan yang saling menguntungkan.
Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Abdurrahman M Fachir mengatakan, pemerintah menargetkan ratifikasi IE-CEPA selesai pada 2020. ”Menurut saya, ada sejumlah bidang kerja sama prioritas, yaitu jalur terbuka antara swasta dan pemerintah, forum antara komunitas, dan pemanfaatan peluang dari IE-CEPA,” ujarnya.