LONDON, JUMAT - Serena Williams memiliki kesempatan ketiga untuk menjadi petenis dengan gelar juara Grand Slam terbanyak di nomor tunggal, bersama Margaret Court. Tak ingin terbeban dengan rekor itu, Serena bersikap santai untuk meredam tekad kuat Simona Halep dalam menjuarai Grand Slam paling bergengsi, Wimbledon.
Persaingan antara Serena dan Halep dalam final tunggal putri akan berlangsung di Lapangan Utama All England Club, London, Inggris, Sabtu (13/7/2019). Keduanya membawa misi berbeda.
Gelar juara akan menegaskan Serena sebagai atlet putri terbaik yang dimiliki dunia tenis. Selain gelar kedelapan Wimbledon, dia juga akan memperoleh gelar Grand Slam ke-24, sama seperti yang diraih Court pada era 1960-1970-an.
Adapun Halep ingin membuktikan bahwa dia tak hanya bisa juara di lapangan tanah liat dan keras, melainkan juga di lapangan rumput. Final nanti menjadi final pertama Halep di Wimbledon setelah menjadi finalis Australia Terbuka 2018 dan juara Perancis Terbuka pada tahun yang sama.
“Saya bisa bermain di mana saja dan melawan siapa saja,” tegasnya. Halep mengungkapkan rasa percaya dirinya itu karena dia telah jauh lebih paham cara bermain di lapangan rumput.
Petenis peringkat ketujuh dunia itu tak lagi sering tergelincir di lapangan yang licin namun tak bisa membuat petenis mengejar bola dengan cara meluncur. “Kaki saya cukup kuat. Saya juga bisa meraih poin dari drop shot, memukul dengan slice lebih banyak, servis saya juga kuat. Saat bola datang pada, saya tahu harus berbuat apa,”tutur Halep.
“Tentu saja saya menghormati Serena atas semua pencapaiannya. Tetapi, saya yakin saat ini memiliki peluang mengalahkan dia. Mental saya lebih kuat untuk berhadapan dengan Serena,” lanjutnya.
Petenis Romania tersebut telah 10 kali bertemu Serena, sejak Wimbledon 2011, dan kalah dalam sembilan laga. Satu-satunya kemenangan didapat pada babak penyisihan grup turnamen Final WTA 2014 di Singapura. Halep menang, 6-0, 6-2, lalu kalah saat bertemu lagi di final.
Kekalahan itu selalu menjadi pengingat bagi Serena bahwa Halep memiliki kemampuan bermain dalam level tinggi. “Saya tak pernah melupakan momen itu. Dia bermain dengan luar biasa. Sejak saat itu, saya selalu berusaha bermain lebih baik ketika berhadapan dengan Simona,” ujar Serena.
Bersikap tenang
Serena selalu berambisi menjadi yang terbaik, termasuk ketika dia kembali ke turnamen setelah melahirkan anak pertamanya, Alexis Olympia, September 2017. Namun, semakin intens memperlihatkan ambisi itu, semakin sering pula dia tergelincir.
Itu terjadi ketika Serena ingin menyamai prestasi Steffi Graf dengan 22 gelar juara Grand Slam. Setelah mendapat gelar ke-21 di Wimbledon 2015, Serena tersingkir pada semifinal AS Terbuka 2015, serta final Australia dan Perancis Terbuka 2016.
Petenis berusia 37 tahun itu pun gagal pada dua kesempatan untuk menyamai Court. Setelah menjuarai Australia Terbuka 2017, gelar Grand Slam ke-23, Serena kalah di final Wimbledon dan AS Terbuka 2018.
Berkaca sari pengalaman itu, kali ini, Serena bersikap lebih tenang. “Saya tak berpikir tentang 24, 23, atau 25. Saya hanya menjalani kegiatan rutin, hari per hari. Bangun pagi, berlatih, dan memberikan usaha terbaik pada setiap pertandingan. Saya rasa, saya lebih tenang kali ini,”kata Serena.
Namun, di balik ketenangan itu, Serena tetap garang di lapangan. Servis hingga kecepatan 196 kilometer per jam telah menghasilkan 45 as sejak babak pertama hingga semifinal. Forehand kerasnya sulit dibendung dan gerakannya tak sekaku ketika dia baru kembali ke lapangan pada 2018.
“Jika Serena bermain sangat bagus seperti semifinal, akan sulit bagi Simona untuk mengalahkannya,"kata Barbora Strycova yang dikalah Serena, 1-6, 2-6, pada semifinal. (AP/REUTERS)