Lima Komisioner KPU Palembang Divonis Enam Bulan Penjara
Terbukti melakukan pelanggaran pemilu, Majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang menjatuhkan vonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun dan denda Rp 10 juta kepada lima komisioner KPU Kota Palembang, Jumat (12/7/2019).
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang menjatuhkan vonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun dan denda Rp 10 juta subsider 1 bulan penjara kepada lima komisioner KPU Kota Palembang, Jumat (12/7/2019). Kelimanya terbukti dengan sengaja dan bersama-sama melakukan pelanggaran pemilu yang menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya.
Vonis ini dibacakan ketua majelis hakim Erma Suharti dengan anggota Sobur Susatyo dan Mulyadi dalam sidang vonis di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang. Mendengar keputusan ini, kelima terdakwa, yakni Ketua KPU Kota Palembang Eftiyani dan empat komisioner, yakni Syafarudin Adam, Abdul Malik, Yetty Oktarina, dan Alex Barzili, menyatakan banding.
Majelis hakim memutuskan bahwa kelima terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran pemilu yang tertuang dalam Pasal 554 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Walau divonis penjara selama enam bulan, hukuman tersebut tidak perlu dijalankan sepanjang kelima terdakwa tidak tersandung masalah hukum selama satu tahun masa percobaan.
Vonis ini sama dengan tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Palembang satu hari sebelumnya. Hanya saja, dasar hukum yang digunakan berbeda.
Jaksa menggunakan Pasal 510 karena memandang subyek hukum adalah setiap orang (individu). Adapun majelis hakim menggunakan Pasal 554 berdasarkan pandangan bahwa kelima terdakwa adalah penyelenggara pemilu.
Hal yang memberatkan kasus ini menurut majelis hakim adalah adanya ketidakcermatan kelima terdakwa dalam menyelenggarakan pemilu sehingga membuat warga di lima kelurahan di Kecamatan Ilir Timur II Palembang kehilangan hak pilihnya.
Setelah memenuhi kualifikasi sebagai penyelenggara pemilu, kelima terdakwa seharusnya bertanggung jawab atas semua proses penyelenggaraan pemilu termasuk memastikan semua surat suara sudah sesuai dengan daftar pemilih tetap (DPT). ”Akibat ketidakcermatan terdakwa, terjadi temuan kekurangan surat suara di 70 TPS di lima kelurahan di Kecamatan Ilir Timur II Palembang karena ada kekurangan 6.990 surat suara di 70 TPS. Akibatnya, warga pun kehilangan hak suaranya,” kata Erma.
Akibat ketidakcermatan terdakwa, warga pun kehilangan hak suaranya.
Padahal, berdasarkan fakta persidangan, ujar Erma, jumlah surat suara yang dicetak dan dikirim kepada KPU Sumsel yang selanjutnya diserahkan ke KPU Kota Palembang sudah seusai dengan jumlah DPT, bahkan memiliki cadangan surat suara hingga 2 persen apabila dilakukan pemungutan suara ulang.
Selain itu, terdakwa tidak sepenuhnya melakukan rekomendasi Panwaslu Kelurahan Ilir Timur II untuk melaksanakan pemilihan suara lanjutan (PSL) di 70 TPS yang telah direkomendasikan. KPU Kota Palembang hanya melaksanakan PSL di 13 TPS.
Adapun hal yang meringankan, lanjut Erma, adalah kelima terdakwa turut berperan dalam melancarkan Pemilu 2019, tidak pernah tersandung masalah hukum, bersikap sopan selama persidangan, dan memiliki tanggungan keluarga.
Sudah koordinasi
Atas keputusan ini, kelima terdakwa melalui kuasa hukumnya, Rusli Bastari, menyatakan banding. Mereka berpendapat tidak ada unsur kesengajaan terdakwa menghilangkan hak suara warga. Semua tahapan yang dilalui sudah sesuai dengan prosedur perundang-undangan. ”Komisioner KPU tetap melaksanakan PSL di dua TPS yang dihentikan pemungutan suaranya,” ungkapnya.
Selain itu, ungkap Rusli, kelima komisioner KPU Palembang telah melakukan verifikasi sebelum melakukan PSL. Hasilnya, 13 TPS yang telah melaksanakan PSL. ”Semua proses verifikasi dan tahapan selalu dikoordinasikan dengan KPU Sumsel agar semua pelaksanaannya sesuai dengan undang-undang,” katanya.
Salah satu terdakwa, Abdul Malik, dalam pledoinya mengatakan tidak ada niat darinya untuk menghilangkan hak suara. Dalam menjalankan setiap tahapan, KPU Palembang selalu berkonsultasi dengan KPU Sumsel agar tidak melanggar undang-undang.
Bahkan, dirinya terus berusaha untuk tidak melanggar kode etik. ”Tidak hanya dari sisi tindakan, dari cara berpakaian pun saya berupaya agar tidak menyimbolkan salah satu partai peserta,” katanya.
Cara berpakaian pun saya berupaya agar tidak menyimbolkan salah satu partai peserta.
Abdul mengatakan, dirinya berusaha agar semua DPT menyalurkan haknya. Hal ini terbukti, tingkat partisipasi pemilu tahun ini meningkat 13 persen dibanding Pemilu 2014 lalu. Padahal, komisioner hanya memiliki waktu 100 hari untuk menyiapkan semua hal tersebut.
Atas keputusan ini, jaksa penuntut umum Ursula Dewi menyatakan pikir-pikir. Namun, vonis hakim sudah sesuai dengan tuntutan jaksa. Hanya subyek hukum saja yang berbeda di mana hakim menggunakan dasar hukum untuk penyelenggara pemilu.
Adapun untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Palembang, kelima terdakwa hanya memiliki waktu tiga hari. ”Putusan pengadilan tinggi adalah mengikat dan tidak bisa lagi kasasi,” kata Erma.