KPK Temukan 13 Kardus dan Tas Berisi Uang di Rumah Dinas Gubernur Kepri
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tim Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan 13 kardus dan tas berisikan uang di rumah dinas Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun yang menjadi tersangka atas dugaan suap perizinan lokasi rencana reklamasi di Provinsi Kepulauan Riau. KPK menduga uang-uang tersebut berkaitan dengan gratifikasi.
Sebelumnya, Gubernur Kepri Nurdin Basirun ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (10/7/2019), karena adanya dugaan korupsi dan penerimaan gratifikasi yang melibatkan Nurdin dan enam orang lain berkaitan dengan peraturan daerah (perda) rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kepri yang tengah diproses oleh Pemerintah Provinsi Kepri. Perda menjadi dasar hukum pemanfaatan pengelolaan wilayah kelautan Kepri.
“Dalam 13 kardus dan tas itu, ditemukan uang sejumlah Rp 3,5 miliar, 33.200 dollar AS, dan 134.711 dollar Singapura. Kami menduga hal itu terkait dengan gratifikasi yang sedang didalami dalam proses penyidikan ini,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Sebelumnya, KPK juga telah mengamankan sejumlah uang dari sebuah tas di rumah dinas Nurdin. KPK mengamankan uang sejumlah 43.942 dollar Singapura, 5.303 dollar AS, 5 euro, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal, dan Rp 132.610.000.
Selain rumah dinas Nurdin, tim KPK juga menggeledah tiga lokasi lainnya, antara lain Kantor Gubernur Kepri, Kantor Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Kantor Kepala Bidang Perikanan Tangkap. Dari semua lokasi, tim KPK melakukan penyitaan terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan perizinan.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan empat orang tersangka yang saat ini telah ditahan di rumah tahanan yang berbeda. Selain Nurdin, ada dua orang lain sebagai penerima suap, yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Edy Sofyan dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Budi Hartono. Sementara satu orang yang diduga sebagai pemberi suap, yaitu Abu Bakar selaku pihak swasta juga sudah ditahan.
Febri menyampaikan bahwa dalam perkara ini, KPK menangani dua perkara. Kedua perkara tersebut, yaitu perkara dugaan penerimaan suap terkait dengan izin prinsip dan perkara dugaan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.
Hal ini berkaitan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 12 B yang menjelaskan bahwa pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Selain rumah dinas Nurdin, tim KPK juga menggeledah tiga lokasi lainnya, antara lain Kantor Gubernur Kepri, Kantor Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Kantor Kepala Bidang Perikanan Tangkap
“Dalam aturan tersebut, begitu ada penerimaan-penerimaan yang tidak dilaporkan segera ke KPK dalam waktu 30 hari kerja yang berhubungan dengan jabatan maka ada risiko pidana di sana. Ini yang akan kami dalami lebih lanjut terkait dengan temuan uang tersebut,” ujar Febri.
Penggunaan sandi
Febri juga menyampaikan bahwa selama proses penyelidikan sebelum operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan Rabu kemarin, tim KPK mencermati sejumlah penggunaan kata sandi. Sandi “ikan, kepiting, dan daun” diduga merupakan cara kamuflase untuk menutupi transaksi yang dilakukan.
“Ikannya akan diantar atau daun, itu sebenarnya uang yang akan diantarkan untuk pihak-pihak tertentu yang terkait dengan perkara ini. Saat KPK melakukan OTT awal di pelabuhan, pihak yang diamankan saat itu sempat berdalih tidak ada uang yang diterima, tetapi ‘kepiting’. KPK telah berulang kali memecahkan sandi-sandi seperti ini,” tutur Febri.
Tim KPK mendengar penggunaan kata “ikan” sebelum rencana dilakukan penyerahan uang. Ada penyebutan jenis Ikan Tohok dan rencana “penukaran ikan” dalam komunikasi tersebut. Selain itu, terkadang digunakan kata “daun”.
“Kami menyampaikan terima kasih kepada masyarakat karena sangat terbantu dengan informasi yang diberikan. KPK mengapresiasi Informasi dari masyarakat yang valid sehingga dapat ditindaklanjuti,” kata Febri.
Pelaporan dugaan korupsi dapat dilakukan ke KPK secara langsung atau dapat menghubungi Call Center KPK di 198.