Rumah milik Pangeran Diponegoro dan keluarga di Kota Makassar, Sulawesi Selatan berubah menjadi rumah toko (ruko). Diponegoro adalah pahlawan nasional yang menjadi tokoh utama perlawanan terhadap Belanda dalam Perang Jawa (1825 -1830).
Oleh
Iwan Santosa
·3 menit baca
Pangeran Diponegoro dikenang hingga kini karena perjuangan dan pengorbanannya dalam perang gerilya di sekitar Yogyakarta dan Banyumas, Jawa Tengah, hingga Pacitan di Jawa Timur. Ia adalah pahlawan nasional yang menjadi tokoh utama perlawanan terhadap Belanda dalam Perang Jawa (1825 -1830).
Meski demikian, nasib peninggalan Pangeran Diponegoro yang seharusnya menjadi situs sejarah bangsa ini justru beralih fungsi. Rumah milik Pangeran Diponegoro dan keluarga di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, berubah menjadi rumah toko (ruko).
Ketua keluarga besar Pangeran Diponegoro, Ki Roni Sodewo, yang dihubungi pada Selasa (9/6/2019) malam mengatakan, rumah tersebut beralih kepemilikan dan dirobohkan tahun 2000.
”Sebelumnya, rumah itu menjadi rumah induk bagi keluarga besar keturunan Pangeran Diponegoro yang bersekolah di Makassar. Mereka datang dari Ambon, Sulawesi, dan daerah lainnya. Bangunan itu kini telah menjadi rumah toko di Jalan Irian Nomor 36, Kota Makassar. Peralihan kepemilikan bangunan bersejarah tersebut terjadi pada masa kacau pasca-reformasi 1998 dan bangunan telanjur dirobohkan,” kata Ki Roni yang merupakan keturunan ketujuh Pangeran Diponegoro.
Selain itu, masih banyak areal tanah milik Pangeran Diponegoro di Makassar yang kini dikuasai sejumlah pihak, termasuk instansi pemerintah. Termasuk di antaranya sebuah kompleks sekolah di Kota Makassar yang oleh keluarga disepakati agar dimiliki dan digunakan yayasan sekolah tersebut.
Situs yang tersisa adalah kompleks pemakaman Pangeran Diponegoro di Kampung Jawa, Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, Kota Makassar. Seusai Perang Jawa, Pangeran Diponegoro menjalani hidupnya di pembuangan, yakni di Manado selama kurun Juni 1830-Juni 1833 dan di Makassar hingga akhir hayat tanggal 8 Januari 1855.
Secara rutin, menurut Ki Roni Sodewo, keluarga besar keturunan Pangeran Diponegoro di Kota Makassar berziarah bersama setiap bulan ke makam tersebut.
Guru besar sejarah Universitas Indonesia yang juga alumnus Universitas Oxford, Peter Ramsey Carey, yang meneliti Pangeran Diponegoro sejak tahun 1971, menyayangkan musnah dan rusaknya berbagai situs terkait dengan sejarah Pangeran Diponegoro.
”Diponegoro tokoh besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Sayang, berbagai peninggalannya yang semestinya dilestarikan pemerintah justru beralih fungsi,” kata Peter Carey.
Peter Carey berharap, belajar dari kasus rumah keluarga besar Pangeran Diponegoro yang beralih fungsi menjadi ruko di kawasan komersial Kota Makassar, ada upaya serius untuk melestarikan sejarah bangsa.
Ki Roni Sodewo menambahkan, persoalan serupa terjadi di kediaman Pangeran Diponegoro di Tegal Rejo, Yogyakarta, yang menjadi titik awal dimulainya Perang Jawa pada 20 Juli 1825.
”Tembok jebol yang menjadi situs tempat Pangeran Diponegoro dan pengikutnya meloloskan diri dari kepungan Belanda sudah banyak berubah. Kini ditambah gebyok ukir dan kelengkapan lain,” kata Ki Roni.
Demikian pula bekas masjid, yang dibangun Pangeran Diponegoro dan dibakar Belanda, kini reruntuhan tersebut sudah diplester dengan semen. Di dekat lokasi tersebut terdapat kamar-kamar yang disewakan karena tempat itu kini menjadi guest house yang dikelola TNI bersama pihak swasta.