Pemerintah Waspadai Dampak Kekeringan terhadap Inflasi
Pemerintah mewaspadai kenaikan inflasi sebagai dampak kekeringan di sejumlah daerah. Inflasi bersumber dari harga pangan yang mudah bergejolak, terutama cabai merah dan cabai rawit. Adapun stok beras hingga akhir tahun dinilai aman.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mewaspadai kenaikan inflasi sebagai dampak kekeringan di sejumlah daerah. Inflasi bersumber dari harga pangan yang mudah bergejolak, terutama cabai merah dan cabai rawit. Adapun stok beras hingga akhir tahun dinilai aman.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menggelar rapat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat secara tertutup, Rabu (10/7/2019). Rapat yang berlangsung sekitar dua jam tersebut dihadiri sejumlah menteri, jajaran Bank Indonesia, dan perwakilan lembaga.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro seusai rapat mengatakan, pemerintah tengah mengevaluasi inflasi enam bulan terakhir. Inflasi hingga Juni 2019, yang sebesar 3,28 persen, dinilai aman dan masih berada di bawah target. Namun, pemerintah mewaspadai dampak kemarau panjang.
”Musim kemarau tahun ini lebih panjang sehingga dikhawatirkan berdampak terhadap produksi pangan,” ujar Bambang.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebutkan, musim kemarau tahun ini terpantau lebih kering dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sejumlah daerah terpantau mengalami kekeringan parah, padahal musim kemarau belum mencapai puncak.
Wilayah yang telah mengalami kekeringan ialah sejumlah wilayah di Jawa dan Madura bagian selatan. Sementara berdasarkan monitor hari tanpa hujan, terdapat potensi kekeringan meteorologis di sebagian besar Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur dengan kriteria panjang hingga ekstrem.
Sejumlah daerah tersebut dalam kategori awas kekeringan karena tidak mengalami hujan lebih dari dua bulan dan diperkirakan tidak akan hujan dalam 10 hari ke depan (Kompas, 5/6/2019).
Meski demikian, Bambang dan sejumlah pejabat yang hadir tidak menjelaskan secara detail antisipasi kekeringan yang akan ditempuh. Namun, mereka memastikan harga beras tetap stabil karena pasokan hingga akhir tahun tersedia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menegaskan, pasokan beras sampai akhir Desember aman. Kebutuhan beras berkisar 1 juta-1,5 juta ton bisa terpenuhi karena panen masih sesuai target. Hitungan itu juga sudah mempertimbangkan dampak kemarau panjang.
Inflasi terkendali
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, inflasi nasional pada Juni 2019 sebesar 0,55 persen secara bulanan dan 3,28 persen secara tahunan. Pemerintah menargetkan inflasi tahun ini di bawah 3,5 persen, sementara Bank Indonesia memproyeksikan inflasi berkisar 2,5-4,5 persen.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, target inflasi sepanjang tahun di bawah 3,5 persen mungkin tercapai. Namun, pemerintah harus mengevaluasi ulang hal-hal yang mesti diantisipasi dalam beberapa bulan ke depan, seperti kenaikan harga emas dan aneka jenis cabai. Jalur distribusi komoditas harus diperbaiki agar pasokan di gudang tetap tersedia dan tidak busuk.
”Pemerintah mesti menata ekosistem supaya harga yang sampai ke konsumen (tetap) rendah,” ujar Suhariyanto.
Tarif angkutan udara, kata Suhariyanto, tidak lagi menyumbang inflasi. Penurunan tarif batas atas justru menyumbang deflasi pada Juni 2019 sebesar 0,04 persen. Upaya menurunkan harga tiket pesawat kelas ekonomi juga diharapkan dapat menyumbang deflasi enam bulan ke depan sehingga inflasi tahun 2019 lebih rendah dari 3,5 persen.