Dalam pengembangan kasus Syafruddin, KPK juga tetap melanjutkan penanganan perkara dengan tersangka pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Kini kasus tersebut sedang berporses dalam tahap penyidikan.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisal menghormati putusan kasasi Mahkamah Agung untuk melepaskan terdakwa perkara dugaan korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia, Syafruddin Arsyad Temenggung. Namun, jika nanti ditemukan ada pelanggaran kode etik yang dilakukan para majelis hakim, proses hukum akan dijalankan.
”Saya belum bisa menanggapi lebih jauh karena belum membaca putusannya. Tapi, kalau misalnya ada laporan dan bukti terkait pelanggaran kode etik dan atau pedoman perilaku hakim, silakan dilaporkan kepada Komisi III DPR yang kemudian akan diproses,” ujar Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus saat dihubungi Kompas, Rabu (10/7/2019).
Jaja mempersilakan jika publik ingin mengajukan laporan ke KY terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim, bukan terkait pertimbangan hakim di dalam putusannya. Nantinya, apabila ditemukan indikasi pelanggaran kode etik hakim, KY akan menindaklanjuti laporan tersebut dan memberikan sanksi kepada hakim.
Lebih lanjut, setiap putusan hakim, baik di tingkat pertama, banding, maupun kasasi, semua harus dihormati sebagai satu produk hukum. Jaja pun menilai Komisi Pemberantasan Korupsi telah menunjukkan sikap yang taat hukum dengan melepaskan Syafruddin dari Rumah Tahanan Kelas 1 KPK kemarin malam.
Persidangan atas terdakwa Syafruddin sudah dimulai sejak 14 Mei 2018 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Kemudian pada September 2018, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Syafruddin melakukan korupsi dan memvonis 13 tahun penjara dan denda Rp 700 juta subsider 3 bulan kurungan pada pengadilan tingkat pertama.
Selanjutnya, dalam proses banding pada Januari 2019 di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, hakim menambah hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Majelis hakim tingkat banding menilai tindakan Syafruddin dalam memberikan surat keterangan lunas kepada Bank Dagang Negara Indonesia atau BDNI milik Sjamsul Nursalim sebagai tindak pidana korupsi yang kini menjadi tersangka.
”Selama sudah inkracht atau keputusan berkekuatan hukum tetap, maka itu harus dihargai dan dihormati. Tapi, kalau ada keberatan dari KPK, silakan untuk melakukan upaya hukum,” kata Jaja.
Sebelumnya, dalam putusan kasasi MA, Ketua Majelis Hakim Agung Salman Luthan sependapat dengan keputusan hakim di tingkat banding. Sementara hakim anggota I, Syamsul Rakan Chaniago, menilai, yang dilakukan oleh Syafruddin merupakan perbuatan perdata. Adapun hakim anggota II, Mohammad Askin, menyatakan bahwa itu merupakan perbuatan administrasi.
Atas putusan MA, Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana. Kemudian, putusan menyatakan untuk melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum atau ontslag van allerechtsvervolging.
Tetap maju
Meski demikian, KPK menegaskan akan segera menentukan sikap apakah melakukan upaya hukum biasa atau luar biasa. Fokus KPK adalah bagaimana memulihkan aset negara dari kasus korupsi BLBI yang diduga mencapai Rp 4,58 triliun.
Terus berjalan
Dalam pengembangan kasus Syafruddin, KPK juga tetap melanjutkan penanganan perkara dengan tersangka pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim, dan istrinya, Itjih Nursalim. Kini kasus tersebut sedang berporses dalam tahap penyidikan.
Pada hari ini ada empat saksi untuk tersangka Sjamsul yang dimintai keterangan atas perkara tindak pidana korupsi pemberian surat keterangan lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali BDNI yang terjadi pada 2004. Perkara ini sehubungan dengan pemenuhan kewajiban aset oleh obligor BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Keempat saksi tersebut antara lain Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode 1998-2000, Glenn Muhammad Surya Yusuf; Menteri Badan Usaha Milik Negara Kabinet Gotong Royong Laksamana Sukardi; pegawai negeri sipil Edwin H Abdullah; dan pihak swasta, Farid Harianto.
Sementara kemarin dilakukan juga pemeriksaan saksi terhadap tersangka Itjih. Keempat saksi yang diperiksa antara lain Mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto; Komisaris Maybank Indonesia Edwin Gerungan; anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia; dan Chairman Ary Suta Center, I Putu Gede Ary Suta.
Sebelumnya, pada Kamis (4/7/2019) juga dilakukan pemeriksaan terhadap Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian era Presiden Megawati Soekarnoputri, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Dari Dorodjatun, KPK mendalami peran dan pengetahuan saksi sebagai Menko Perekonomian RI.
Selain itu, KPK juga mendalami peran Dorodjatun sebagai Ketua Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) periode 2001-2004. Ada juga pemeriksaan surat-surat keputusan yang diterbitkan Dorodjatun sebagai Ketua KKSK.