Tingginya angka bencana alam di Indonesia, dan di Sulawesi Tenggara khususnya, belum dibarengi dengan jumlah perlengkapan dan peralatan ideal. Penambahan peralatan, khususnya kapal dan helikopter dibutuhkan untuk penyelamatan dan penanganan bencana yang lebih cepat.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Tingginya angka bencana di Indonesia, dan Sulawesi Tenggara khususnya, belum dibarengi dengan ketersediaan perlengkapan dan peralatan ideal. Penambahan peralatan, khususnya kapal dan helikopter, dibutuhkan untuk penyelamatan dan penanganan bencana yang lebih cepat.
Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Madya TNI Bagus Puruhito menyampaikan, sejumlah perlengkapan dan peralatan dibutuhkan untuk penanganan kebencanaan di sejumlah wilayah. Khusus untuk Sulawesi Tenggara, penambahan perlengkapan menjadi prioritas ke depannya.
”Termasuk helikopter. Sekarang yang terdekat itu di Makassar, itu pun punya rekan-rekan TNI dan Polri. Di Kendari ini di atasnya Manado, di bawahnya Ambon, ada Makassar, nanti akan ditentukan untuk penentuannya ke depan,” kata Bagus di Kendari, Rabu (10/7/2019).
Didampingi dua pejabat utama dan Kepala Kantor SAR Kendari Djunaedi, Bagus melakukan kunjungan kerja di Kendari. Selain memeriksa sejumlah perlengkapan, ia juga melakukan dialog bersama semua personel SAR di wilayah ini.
Terkait dengan anggaran, lanjut Bagus, pihaknya telah mengusulkan dan sedang digodok di DPR. Ia berharap agar nilai anggaran untuk Basarnas bisa bertambah tahun depan.
Pada 2019 ini, anggaran yang diberikan kepada Basarnas sebesar Rp 2 triliun. Nilai ini hanya setengah dari yang diusulkan mencapai Rp 4,5 triliun. Pada 2018, anggaran Basarnas sebesar Rp 2,2 triliun dengan serapan senilai Rp 2,1 triliun.
Selain helikopter, kata Bagus, penambahan jumlah kapal juga menjadi prioritas. Itu karena jumlah kecelakaan di wilayah laut sangat tinggi, sementara jumlah kapal yang tersedia masih kurang.
”Mungkin tidak sebesar KM Pacitan, tetapi yang bisa segera turun untuk penyelamatan saat terjadi bencana. Bisa rescueboat atau rigidinflatableboat (RIB),” ucapnya.
Total kapal yang dimiliki SAR Kendari sebanyak tiga unit. Selain itu, RIB sebanyak empat unit, perahu karet 10 unit, dan jet ski 2 unit.
Jumlah kecelakaan laut, juga bencana di Sultra, memang tergolong tinggi. Pada 2018 terdapat 103 kejadian yang sebagian besar adalah kecelakaan pelayaran dan bencana. Total orang yang meninggal 870 jiwa, dengan jumlah yang diselamatkan 2.284 jiwa.
Sementara itu, hingga Juni 2019 terdapat 43 kejadian yang ditangani Basarnas. Total korban meninggal 9 orang, dengan jumlah yang diselamatkan 7.220 jiwa.
Tingginya angka kejadian dan bencana di Sultra, juga luasnya wilayah, membuat kebutuhan akan peralatan mendesak. Terlebih, status Kantor SAR Kendari telah naik menjadi Tipe A.
”Konsekuensi dari peningkatan status ini adalah peningkatan peralatan dan jumlah personel. Yang tidak kalah penting adalah kapasitas dan jumlah personel. Kami juga rencananya buka Pos SAR di Konawe Utara karena di sana potensi bencana cukup tinggi,” ujar Bagus.
Kepala Kantor SAR Kendari Djunaedi menjelaskan, dengan luasnya daerah kerja Kantor SAR Kendari, dibutuhkan kesadaran dan kesiapan tinggi dari personel. Jumlah personel saat ini 114 orang, dengan luas wilayah ratusan ribu kilometer persegi.
”Kami berharap Basarnas bisa menambah pos SAR, seperti di Konawe Utara. termasuk meningkatkan status unit SAR Sorowako menjadi Pos SAR,” ucapnya.